Tantangan Setelah Lulus Kuliah


Hari ini kebetulan lagi youtube-an. Dan, entah kenapa topik yang ada dalam video itu bisa sama: Dunia Kerja. Aduh... udah malas duluan. Video pertama yang ku tonton adalah presentasi dari Ridwan Kamil di acara TEDx Jakarta. Dalam video itu dia sedikit menyinggung tentang kenapa banyak orang pintar Indonesia yang memilih tinggal diluar negeri. Salah satu alasannya adalah karena kecilnya gaji yang didapat ketika kerja di Indonesia. Terutama di instansi pemerintah. Sebenarnya perusahan swasta pun sama saja.

Sepintas itu terdengar maruk tapi coba diteliti lebih detil lagi. Coba telaah sikap para lulusan LN itu dari sisi psikologisnya. Pertama, mereka harus berdebat dengan dirinya sendiri "masa sih, gue lulusan luar negeri gaji bulanannya 700rb." Selanjutnya yang timbul adalah perasaan tidak dihargai. Bukan hanya kerja kerasnya untuk menuntut ilmu yang tidak dihargai, tapi juga pengorbanan orangtuanya (kalau kebetulan biaya kuliahnya dari orangtua).

Bagi mahasiswa yang pada saat kuliah kebetulan menerima beasiswa dari instansi tertentu (dari pemerintah negara yang bersangkutan maupun organisasi) tentunya jumlah uang yang ia dapat akan lebih besar dari pada gaji yang ia dapat ketika kerja di Indonesia. Lalu ekspektasi apakah yang kita harapkan dari mereka ketika lulus kuliah? Pulang ketanah air dan menerima segala kenyàtaan? Atau mending menetap disana dan kerja serabutan? Karena kerja sebagai pelayan restoran dibayar lebih mahal disana ketimbang kerja di Indonesia.

Kalau alasannya biaya hidup di Indonesia murah, ngga juga. Murah itu relatif ya. Kalau bisa beradaptasi dengan gaya hidup Indonesia mungkin bisa. Tapi bagaimana kalau misalkan si individu itu ingin menerapkan gaya hidupnya pada saat di LN di tanah air. Misalkan untuk hal yang primer saja: tinggal dirumah yang layak huni, layaknya ketika dia berada di LN. Standar saja, kamar mandi, dapur dan kamar tidur yang layak. Bukan malah dapur seadanya, kamar mandi apalagi. Bisakah gaji satu juta setengah menyediakan fasilitas itu?

Video yang kedua kutonton adalah videonya Sacha, salah satu bule yang terkenal di youtube. Dia sudah lama tinggal di Indonesia dan kalau tidak salah dia menikah dengan orang Indonesia. Dalam video-video yang dia buat, dia banyak mengkritisi gaya hidup orang Indonesia maupun perpolitikan Indonesia. Dalam video yang berjudul "Expat Life in Indonesia," dia menjelaskan nasib bule yang memutuskan untuk kerja di Indonesia. Terutama pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sosial seperti mengajar dan lain-lain. Sudah menjadi rahasia umum bagaimana nasib para guru di Indonesia. Apalagi untuk guru honorer, bisa dibayangkan bagaimana nasib bule itu hidup di Indonesia.

Didalam video itu Sacha memparodikan kehidupan seorang bule yang datang ke Indonesia menjadi guru bahasa Inggris. Bagaimana dia mencari akomodasi tempat tinggal yang nyaman. Kata nyaman disini sangat tricky. Nyaman bagi kita belum tentu nyaman bagi mereka. Eh, kalau tinggal dirumah kotak gitu nyaman gak sih buat kita? Atau kita aja yang yang berbohong pada diri sendiri? Anak kos ngaku! Masalahnya mungkin kita juga gak punya pilihan. Kalau dikasih pilihan tinggal di studio apartement 1 tempat tidur lengkap dengan dapur kecil dan kamar mandi, pilih mana coba? Tapi kalau di Indonesia pilihan kayak gini bisa kena biaya berapa?

Intinya, buat orang Indonesia sendiri aja sulit untuk menerima kenyataan dunia kerja di Indonesia apalagi bule. Kalau bule kaya yang datang ke Indonesia buat bisnis sih, gak usah dibahas.

Cerita lain lagi, tentang kerja part time atau kerja full time selama libur musim panas dinegara-negara empat musim. Teman-teman sekolah ku bisa mengumpulkan uang sebesar 1000TL perbulan alias lima juta selama liburan musim panas. Di Indonesia pembantu rumah tangga saja dibayar sangat murah. Didalam video si Sacha dia mengherankan bahwa harga wine di Indonesia lebih mahal daripada harga keringat para buruh cuci pakaian.

Alasannya pasti karena populasi Indonesia yang membludak? Sulitnya mencari pekerjaan plus sedikitnya lowongan pekerjaan? Belum lagi karena si tenaga kerja yang minim skill. Dan ujung-ujungnya pendidikan yang menjadi dalang utama.
Semoga generasi-generasi Indonesia kedepannya bisa lebih banyak yang bergerak di bidang wirausaha. Dan semoga pemerintah bisa membantu mereka-mereka yang memiliki ide kreatif. Kalau punya ide tapi ngga punya modal, sama saja! Semoga orang Indonesia seperti Ridwan Kamil muncul lebih banyak lagi.

Hal-hal yang dibutuhkan karwayan adalah: 1, gaji yang manusiawai 2, asuransi. Berapa banyak orang Indonesia yang punya asuransi? Kalau pegawai negeri sih dapat asuransi dari pemerintah. Nah yang kerja sebagai wirausahawan bagaimana? Di Indonesia ada bagian asuransi milik pemerintah nggak sih? Kalau di Turki, ada namanya SGK, jasa asuransi milik pemerintah. Kalau untuk mahasiswa bayarnya 45TL perbulan kalau tidak salah. Ini buat mahasiswa asing.

Pengalaman jadi siswa dari SD sampai SMA di Indonesia, sebagai anak seorang yang kerja sebagai wirausaha, nggak pernah punya asuransi. Resikonya, ya sebagai bukti ketika abangku sakit typhus, entah berapa uang yang keluar. Permasalahannya lagi, jasa asuransi mana sih di Indonesia yang terpercaya. Adakah? Ingat! Dibalik kata asuransi ada kat JASA lo... bukannya malah memperalat perusaan jasa asuransi untuk menipu pelanggan.

Di Turki juga ada istilah gaji pensiun. Di Indonesia juga ada sih, tapi ini beda. Bedanya gaji pensiun ini berlaku untuk semua orang, terserah kerja di swasta maupun negeri. Sistemnya, buat mereka yang kerja serabutan tapi pingin masa tua lebih terjamin bisa mendaftar 'asuransi masa tua' mungkin istilah yang paling mendekati. Mereka akan membayar bulanan. (Ambil saja 'asuransi pendidikan' sebagai bayangan). Program yang sangat bermanfaat bukan?

Rumor yang ada di Indonesia tentang nasib karyawan swasta ya itu tadi, kalau pensiun ngga bakal dapat gaji pensiun. Cuma dapat uang terimakasih di akhir, itupun tidak terlalu banyak. Contoh lagi, saudara jauh ayahku yang tinggal di Jakarta memutusksn untuk keluar dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri, karena pertimbangan gaji. Itu sekitar 20 tahun lalu. Nah, tiba-tiba suatu pagi ketika sampai kantor supirnya membuka pintu mobil, dan tenyata sì bapak sudah almarhum. Untung anaknya sudah besar semua. Dan tinggalah sang istri dengan rumah besar tapi apa gunanya kalau tidak ada penghasilan untuk membayar tagihan air, listrik dan lain-lain. Moral of the story, gaji pensiun itu perlu ya!

PR ku ketika kerja nanti:
1. Mencari jasa asuransi yang terpercaya (semoga nggak semustahil teori alchemy: merubah batu jadi emas)
- asuransi buat masa depan pendidikan anak
- asuransi masa tua (gaji pensiun) sejauh ini sih belum niat jadi PNS, jadi REPLITAnya ngikutin keadaan hati sekarang dulu. Tapi ini memmungkinkan untuk berubah kok..
- asuransi kesehatan
Nah lo? Gaji satu juta setengah bisa menuhin ini semua ngga? Belum lagi belanja dapur, tagihan listrik, telepon, internet, air, langganan tv luar negeri.... yaudah deh, telepon cukup hp aja. Coret! tv berbayar coret! kalau ngga bisa beli tv bebayar mending ngga usah beli tv sekalian. Dari pada nonton siaran tv Indonesia yang minim pesan moral alias tak mendidik.
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa............
Belum apa-apa udah stress duluan..

0 comments: