Evolusi Kegiatan Bertraveling dari Masa ke Masa



Di abad ke 21 ini, turisme adalah bagian dari era yang disebut postmodernisme. Bukan berarti bahwa di abad-abad sebelumnya turisme belum pernah dilakukan. Pernah, tapi pelakunya hanya mereka-mereka yang berkantong tebal.
Adalah OKB (Orang Kaya Baru) Amerika yang pertama kali mempopulerkan kegiatan berturisme ini. Di abad ke 20-an ekonomi Amerika tumbuh pesat. Banyak yang naik strata, dari awalnya hanya kalangan biasa, menjadi kalangan menengah ke atas. Dari sana lah ungkapan "American Dream" awalnya berasal. Hal ini bisa kita lihat di karya sastra dari abad ini misalkan "The Great Gatsby, " yang juga menggambarkan betapa masyarakat Amerika mengagung-agungkan pesan "American Dream" itu. Amerika Dream adalah sebuah idealisme atau faham bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk sukses, asalkan mereka mau bekerja keras. Fitzerald, penulis "The Great Gatsby," bukan hanya menggambarkan antusiasme faham itu, tapi juga menggambarkan betapa dangkalnya faham itu. Karena faham ini juga berpotensi untuk membutakan manusia akan arti kebahagian. Faham ini seolah mengatakan bahwa kehagiaan adalah sinonim dengan memiliki harta banyak. Tapi hal itu tidak terjadi dengan kasus Gatz, dia kaya tetapi dia tidak bahagia. Dia kaya dengan menghalalkan segala cara.

Sebenarnya cerita "The Great Gatsby" tidak ada hubungannya dengan turisme, tapi cukup bagus untuk menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat Amerika di tahun 1920an. Kita bisa melihat bahwa banyak kelas-kelas baru bermunculan, seperti halnya Gatz. Nah, kalau Gatz sepertinya hanya menggunakan hartanya untuk hidup bermewah-mewahan, masyarakat Amerika lainnya menggunakan hartanya untuk bertraveling ke Eropa (Old World). Mungkin, karena sastra yang dapat menggambarkan situasi ini adalah novel-novelnya Henry James seperti "Daisy Miller," dan lain-lain.

Untuk Orang Kaya Baru (OKB) Amerika saat itu, mengunjungi Eropa adalah sebuah statement akan kelas sosial mereka. Berkunjung ke Eropa bukan semata-mata bagian dari kegiatan intelektualitas. Padahal kegiatan mereka selama di Eropa adalah mengunjungi musium, katedral dan kastil-kastil. Kedangkalan pemikiran ini lah yang kerap kali di ungkapan James di dalam novel-novel. Sehingga sempat James dianggap penghianat negara, dan novel-novelnya pun tidak lolos terbit di Amerika, melainkan di Inggris. Ironis adalah ketika James terlihat seperti mengeritik kedangkalan masyarakat Amerika yang mengunjungi Eropa hanya untuk status sosial semata, dia malah akhirnya menanggalkan kewarganegaraan Amerikanya dan menjadi warganegara Inggris.

Nah, sejak abad ke 20 kegiatan bertraveling ini sudah kerap dilakukan, tapi seperti saya katakan tapi, pelakukanya hanyalah OKB Amerika.

Lalu yang berbeda dengan abad ke 21 apa?

Nah, perbedaannya sepertinya terletak di pelaku travelingnya. Saat ini kita bisa melihat bahwa yang bertraveling bukan hanya mereka yang kaya tapi juga dilakukan oleh mereka yang hampir tidak memiliki uang. Dan namanya pun seperti dirubah, alih-alih menggunakan kata "traveling" yang sepertinya terdengar elitist, mereka memilih menggunakan kata "backpacking" sebagai kata yang mewakili kegiatan yang mereka lakukan.

Hal yang menarik tentang traveling di abad ke 21 ini adalah, ini bukan hanya sebuah kegiatan selingan, tapi bertransformasi menjadi sebuah profesi. Banyak kita lihat bermunculan yang namanya travel blogger atau travel writer. Salah satu yang terkenal di Indonesia misalkan the naked traveler. Nah, dengan begitu kita bisa melihat bahwa traveling bukan hanya sebuah kegiatan kosong, karena buktinya ada juga kok yang menghasilkan uang dengan bertraveling. Apalagi dengan majunya ICT (Information, Communication and Technology), yang secara total telah merubah gaya hidup dan persepsi masyarkat dunia. Ada yang beragumentasi bahwa orientasi masyarakat kita telah berubah dari yang awalanya status sosial di tentukan oleh keikutsertaan seseorang pada proses produksi, menjadi keikutsertaan dalam mengkonsumsi. Jadi kalau di abad ke 18 dan 19, atau bahkan ke 20, status sosial seseorang ditentukan oleh seberapa banyak ia berinvestasi pada proses produksi, sekarang di abad ke 21 ini yang mendifinisikan status sosial seseorang adalah seberapa banyak ia mengkonsumi, produk apa yang dia gunakan dan sejenisnya. Menurut saya ini juga berpengaruh pada kegiatan traveling, karena traveling identik dengan kegitan mengonsumsi. Mengapa akhirnya orang-orang berlomba-lomba bertraveling, mungkin salah satu alasannya adalah karena foto, pakaian, produk yang mereka dapat dari tempat mereka melancong dapat meningkatkan martabat mereka di kalangan sosialnya.

Tentu itu adalah sebuah analisa yang sangat sempit sekali. Para backpacker, yang kegiatannya sepertinya berbasis pada keputusan filosofis, pasti akan menolak secara keras. Mungkin backpacking adalah sebuah gerakan penolakan atas label buruk yang menimpa kegiatan bertraveling itu sendiri. Jadi dari para backpacker kita bisa melihat sebuah aksi inelektualitas dengan hadirnya buku-buku yang merekam kegitan mereka. Mereka terlihat lebih interaktif dengan masyarakat lokal sehingga kegiatab bertravelingnya masih mengandung makna tersendiri. Benjamin, salah seorang budayawan, menyebut situasi ini aura. Ia, menurut saya juga, ketian backpacking lah yang berusaha untuk memilihara keharian aura didalam kegitatan bertraveling ini. 

0 comments: