“Hantu
Semester”
Rasanya
baru saja mataku terlelap, tiba-tiba jam yang ku cantumkan di alarm ponselku berdering.
Kring-kring, kring-kring. Suara itu
berulang-ulang menyanyikan lagu cempreng hingga membuat telingaku seperti di
tendang bola. Sakit sekali. Akhirnya ku kuatkan hati untuk bangun dari tempat
tidur indah tiada tara yang mampu menggoda mata untuk terlelap di dalam mimpi
indah.
Dibalik
suara cempreng alarm, ada alunan indah suara azan yang mengingatkanku untuk
bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu. Satu persatu rukun berwudhu ku
lakukan, mulai dari mencuci tangan hingga mencuci kaki.
Selesai
shalat aku bergegas untuk mandi. Pagi ini aku harus cepat. Karena hari ini
adalah hari yang paling ku benci. Bukan hanya hari ini, semua hari juga ku
benci selain hari minggu dan hari libur.
Hari
ini adalah hari senin. Seperti biasa setiap hari senin sekolah mengadakan
upacara bendera dan seperti biasa juga setiap upacara bendera pasti ada
pengumuman atau sekedar ceramah yang bisa membuat upacara menjadi lebih lama
dan semakin menambah rasa bosan para peserta upacara.
“senin
ini adalah senin terakhir untuk semester ini. Senin ini juga senin
terakhir untuk kelas I yang akan naik ke
kelas II, dan kelas II yang akan naik ke kelas III.” Begitulah kata pertama yang keluar dari mulut
Pembina upacara.
Di sambut dengan tepuk tangan dan sorakkan
gembira peserta upacara yang aku tak terlalu mengerti apa yang mereka
gembirakan. Ujian kenaikan kelaskah atau apa ? karena aku sama sekali belum siap menghadapi ujian.
Meskipun aku sudah berusaha belajar dari sebulan sebelum ujian.
Lalu
di lanjutkan dengan: “ bagi yang belum ikut ujian semester satu, harap
menjumpai guru yang bersangkutan. Dan bagi kelas I dan kelas II yang belum siap
hafalan harap di selesaikan atau kalian tidak akan di perbolehkan ikut ujian
semester genap”
Tiba-tiba
muka peserta upacara menjadi ciut bagaikan kerupuk terkena air. Mungkin karena
banyak beban tugas yang belum diselesesaikan.
“Upacara
selesai. Dan barisan di bubarkan”, begitulah aba-aba yang keluar dari mulut MC
upacara.
؏؏؏؏؏
Satu
persatu peserta upacara meninggalkan lapangan upacara hingga sepi, yang
menyisakan debu yang berterbangan di musim kemarau ini. Suara riuh menghiasi
seisi kelas. Ocehan-ocehan pun keluar menambah semaraknya keributan kelas. Banyak
yang mengeluhkan syarat-syarat ujian, tapi itu hanya berakhir begitu saja tanpa
bisa terselesaikan.
Suasana
kelas kembali tenang ketika guru masuk. Buk Astra adalah guru bahasa india. Dia
terkenal sebagai guru yang sangat galak dan suka memberi tugas macem-macem.
Kebetulan jam pertama ini adalah jam bahasa India.
Setelah
mengucapkan salam dan ngomong ngalur-ngidul akhirnya pertanyaan yang amat di
wanti-wanti para siswa terdengar juga. “Hajar, kamu sudah ujian semester
satu?”. Dengan muka kusyut bagaikan pakaian belum di setrika si Hajar menjawab
:” bbbelum buk”.
Hajar
merupakan teman sekelasku. Memang dia tegolong anak yang malas juga nakal.
Beberapa penghargaan sempat di raihnya yaitu penghargaan The Laziest Student of the year dan pembolos terajin sepanjang
tahun. Ups.. kok aku jadi nyeritain si Hasan ? Kembali ke permasalahan awal
Belum
lagi Hasan menarik nafas, tiba-tiba buk Astra menamparnya dengan satu
pertanyaan lagi : “Hafalan semester II udah ?”. Dengan ragu-ragu Hajar menjawab
: “ belum juga buk”.
“kamu
ini ya, sudah di kasih hati minta jantung. Kamu punya otak gak sih ? udah
semester I gak bisa ikut ujian belum nyadar juga.seharusnya kamu bisa belajar
dari semester satu.. brrrbrrbrbrbrbrbrbrbrbrbrb……. Ocehan itupun berlanjut
hingga tettt…. Tettttttt….. tettttttt bel berbunyi. Waktunya istirahat.
Akhirnya
Hajar bisa menarik nafas. Meskipun setelah istirahat ada pelajaran yang sangat
ia takuti. Pelajran Budi Pekerti. Pengajarnya termasuk guru yang sangat ia
segani.
Segera
saja ia menggoda teman sekelas dengan harapan agar mau mengiakan keinginannya
untuk berpura-pura mengatakan kalau dia sedang sakit di UKS. Itu adalah satu
dari berpuluh-puluh alasan yang telah ia buat.
Tettttt….
Tetttttt…. Tetttttttt…… bel berbunyi. Semua siswa memasuki kelas kecuali Hajar
si anak malas. Tampaknya guru-guru sudah hafal dengan tingkahnya sampai-sampai
setelah melihat kekanan kekiri ketika absen guru tak lagi menyebut namanya,
apalagi menanyakan kemana dia, atau atas alasan apa ia tidak ada di kelas.
Mungkin guru-guru sudah capek menanyakannya.
؏؏؏؏؏
Tak
terasa hari ini ternyata hari minggu. Ujian hanya tinggal menunggu jam saja,
begitu kata guruku pada saat SMP. Tapi sepertinya tak ada sedikitpun inisiatif
dariku untuk belajar. Malah aku berencana untuk pergi ke Water Park bersama
teman-temanku.
Tak
sedikitpun ada rasa takut yang terlihat di raut wajahku. Aku hanya menikmati
setiap permainan yang ada di Water Park itu. Hingga sore menyapa baru ada
terhentak di benakku untuk pulang.
Rasanya
badanku terlalu lelah kalau aku harus belajar lagi setelah perjalanan yang ku
tempuh cukup jauh untuk pergi ke Water Park itu. Akhirnya ku putuskan untuk
tidur.
Tidak..
tidak… tidak….
Huh…
huh… huhh….
Dengan
terengah-engah bagaikan di kejar setan aku terbangun dari tidurku. Ternyata aku
sedang mimpi buruk. Setelah merasa tenang, aku kembali melanjutkan tidurku.
Meskipun aku tahu mata ku sulit terpejam setelah kejadian tadi. Setelah
memejamkan mataku dengan terpaksa akhirnya aku terlelap juga.
؏؏؏؏؏
Kring-kring….. kring-kring….
Bekali-kali
alarm membangunkanku. Namun sepertinya aku terlalu sulit untuk di bangunkan
oleh si penyanyi organ tunggal yang bersuara cempreng itu. Mungkin perjalanku
kemarin sangat menguras energiku.
Kring-kring…. Kring-kring…..
Akhirnya
dengan malas-malas aku menarik phonselku untuk melihat jam sekaligus mematikan
alarm.
Ha……..
aku terkejut. Ternyata sudah jam 07.25. dengan terburu-buru aku lari dari
tempat tidurku. Hanya bermodalkan cuci muka dan gosok gigi langsung ku kenakan
seragam sekolahku. Tampa menunggu motor panas langsung saja ku masukkan gigi
dan melaju ke sekolah dengan kecepatan 80.
Baru
saja aku mendekat dengan gerbang sekolah, tiba-tiba tettt…. Tetttt….
Tet….. (bel masuk berbunyi) dan bang
Satpam bergegas menarik gerbang sekolah. Dengan memasang muka melas aku memohon
agar di izinkan masuk. Ternyata bang Satpam tertipu dengan muka memelasku dan
memperbolehkanku masuk.
Segera
saja ku parkirkan motorku dengan tidak memperhatikan lagi sudah benar atau
salah cara memarkirnya. Dengan bergegas aku berlari, ku lihat dena ujian di
madding sekolah. Ternyata aku ruang 011.
Baru
saja aku mau berlari mencari ruanganku, terdengar ada seseorang yang
memanggilku. Afra… penggilan itu terdengar beberapa kali tapi aku tak tahu dari
mana asal panggilan itu.
Ku
lihat kiri kanan ternyata ada di ruangan atas. Hey.. ku lambaikan tangan.
Ternyata si Jufri,teman sekelasku
“ruangan kita di sini !”, teriaknya. “ia”, ku balas teriakannnya. Ku
langkahkan kaki dan ku ayunkan tangan dengan kecepatan maksimum menuju ruang
ujianku.
Ternyata
aku kalah cepat dengan pengawas ujian. Untung saja pengawasnya buk Erna, guru
muda, cantik dan guru yang paling baik sedunia. “kenapa kamu telat Afra ? ayo
cepat masuk !”, katanya. “ia buk” jawabku sambil memasuki ruangan ujian dan
langsung menuju tempat duduk ku yang tak kunjung berubah setiap tahun (di
bagian depan).
Ku
tarik kertas jawaban yang terjepit dengan kertas soal. Ku isi nama serta
biodata lainnya. Selanjutnya ku baca kiat-kiat mengisi soal. Eik…. Ku teguk
ludah ketika melihat “kartu ujian harus selalu di bawa pada waktu ujian”. Aduh
aku lupa bawa kartu ujian. Tapi aku masih bisa tenang kalau buk Erna yang
mengawas. Tapi entahlah jam ujian ke 2 apa aku masih bisa tenang.
Ku
lihat soal nomor satu. Ha…. Teriakku dalam hati. Aku mulai risih dengan
soal-soal yang termuat dalam kertas buram itu. Aduh sepertinya ujian hari ini
aku hanya bisa menggigit jari (kataku dalm hati).
Ku
lanjutkan ke soal berikutnya hingga selesai. Ternyata dari ke semua soal aku
hanya bisa jawab 10 dan itupun belum tentu benar. Aggghhh… aku berpikir untuk pakai cara lama. Mencoba melirik ke riri, ke
kanan, dan ke belakang sambil bertanya dengan menggunakan sandi-sandi dan
gerakan mulut tampa mengeluarkan suara.
Hanya
beberapa soal saja mereka iakan untuk berbagi denganku. Selebihnya aku harus
siap-siap untuk berpusing-pusing lagi.
Waktunya
15 menit lagi.
“Afra kamu sudah siap ?” katanya setelah
melihatku hanya terdiam sambil memangku tangan kiri dan tangan kanan memainkan
pulpen.
“belum
buk”, kataku sambil cengar cengir.
Aku
mulai gelisah mendengar kata 15 menit.
Ku silang saja soal-soal yang belum terjawab dengan asal. Namun essay tak mampu
ku isi satu pun.
Tettt….
Tettt…. Bel kembali berbunyi tanda waktunya istirahat. Semua teman-teman yang
satu ruangan denganku mulai meninggalkan kelas satu persatu. Bertambah galaulah
hatiku ini. Aaaa… aku hanya bisa pasrah. Ku kumpulkan kertas jawaban.
Waktu
istirahat tak lagi ku hiraukan meskipun aku belum sarapan. Ku pergunakan waktu
istirahat untuk belajar yang tentunya tak ampuh
lagi menolongku saat ujian jam ke 2 nanti. “Tapi tak apa lah yang
penting aku sudah usaha”, kata ku dalam hati.
؏؏؏؏؏
Hari
berganti demi hari. Satu persatu ujian telah terlewati meskipun banyak accident-accident
yang menerpaku pada waktu ujian.
Seluruh
siswa berhamburan datang memadati lapangan upacara. Setelah semua embel-embel
upacara terlewati akhirnya waktu yang di nanti-nanti datang juga. Pengumuman
sang juara yang tak seharusnya di umumkan lagi karena semua siswa sudah hafal list nama-nama orang yang tergolong
kedalam grup sang juara itu.
Satu
persatu rentetan nama-nama itu di sebutkan oleh seorang guru yang di tugaskan
untuk mengumumkannya. Mulai dari kelas XII satu persatu di urutkan.
Sorakan-sorakan penipupun mulai menyemarakkan kebahagiaan para sang juara.
Semua kelas telah di umumkan. Namun sepertinya tak satupun dari kesemua nama
itu tertera namaku.
Semua
siswa kembali memasuku kelas untuk mengambil rapor. Nama yang pertama kali di
panggil adalah namaku. Setelah menerima rapor dengan beberapa harapan dan
masukan dari guru, aku kembali kebangkuku.
Ku
buka perlahan secarik demi secarik kertas yang terdapat dalam rapor. Sampai
akhirnya…. Aku terdiam… “aaaaa….” Teriakku dalam hati. Nilaiku anjlok. Meskipun
tak satupun tertera nilai merah dalam rapor. Tapi ini sungguh membuatku
harap-harap cemas.
Ku
tinggalkan sekolah dengan muka kusyut seperti pakaian yang belum di setrika.
“Ooo.. inikah arti dari mimpi burukku bertemu hantu semester?” kataku dalam
hati
Sampai
di rumah masih dengan bentuk mukaku semula. Tetap kusyut. Tiba-tiba ayah
membuka pintu, yang sangat ampuh mengagetkanku bagaikan tangan basah terkena
setrum. “gimana hasil rapornya ?” kata ayah. Tampa menjawab pertanyaan ayah ku
ulurkan tangan yang memegang rapor dan langsung
pergi meninggalkan ayah.
Ayah
datang menghampiriku yang cemberut bagaikan bunga kuncup yang tak kunjung mekar
sambil mengatakan “gak apa, orang pintar kan gak harus juara”. Aku mulai tenang
dan tersenyum karena menyadari bahwa semua yang terjadi ya sudahlah. Kalaupun
aku menyesal tak ada gunanya lagi. Karena semua telah terjadi.
Selesai………