Ketika kau sempat membeli obat bentuk tablet atau sirup, lihatlah disisi belakangnya, dan kau akan menemukan beberapa deret tulisan tentang efek samping dari obat itu. Kebanyakan obat hanya memiliki efek kantuk, karenanya sangat dilarang mengendari mobil atau kendaraan lainnnya pada saat mengkonsumsi obat. Tapi, tahukkah kau efek yang ditularkan oleh 2012? Entahlah keputusannku dikertas putih yang telah ternoda oleh tumpahan kuah sayur di meja makan warung padang langgananku itu, telah memberikan efek yang lebih berbahaya dari obat sekalipun. Ia membuatku terjaga sepanjang malam, dan menarik isi-isi otakku untuk berpikiran liar tentang kehidupan ini.

Menurut pengetahuanku dari TV atau novel-novel picisan itu, berada ditempat yang berlabel Luar Negeri, harusnya memiliki efek yang lebih gila. Harusnya efek yang ia timbulkan adalah senyam-senyum di muka buku yang setiap hari menelan waktu anak muda zaman sekarang ini. Tapi ini malah aku menutup diri untuk membuka jejaring social yang sempat membuatku merasa aku adalah orang yang paling modern dimuka bumi ini. Efek 2012 membuat profil ku kosong dari pemberitaan. Bagai artis yang sedang tersadung masalah perselingkuhan, seolah 2013 adalah tempat untukku menutup diri. Membuka facebook hanyalah untuk melihat orang lain yang sedang bahagia dengan foto-foto selfienya. Layanan chating-ku ku tutup rapat agar tak seorangpun berani menyapaku dan menanyakan kabar tentangku. Aku lelah membaca pertanyaan tentang kuliah dimana ? Sedang apa ? basa-basi yang sangat memuakkan.

Semua pertanyaan itu sama rasanya seperti buah zaitun yang tak pernah kucicip sekalipun. Katanya sih rasanya hambar. Lalu kenapa ia menjadi sangat populer? Kenapa sampai ada minyak zaitun? Kenapa sampai ada parfum dan lain-lain? Ntah lah.. otakku terlalu buntu untuk mendapat jawaban logis untuk semua pertanyaan itu.

Sesaat aku kembali merenungi nasib ini, mungkin efek tidak bisa tertidur masih lebih baik dari pada tertidur untuk selamanya seperti Michael Jackson? Setidaknya tumpukan mimpi yang memenuhi isi lembaran kepalaku masih bisa kukejar dengan perlahan. Walaupun sesekali ada suara nakal yang ntah dari mana keluarnya mengutuk pikiran positif itu. “Oh.. nasib mu memang sial anak muda, engkau telah didakdirkan untuk gagal. Terima lah nasibmu”.

Kegiatan di 2013 berjalan seperti kura-kura ditengah musim dingin, muram, lambat dan menyedihkan. Ingin rasanya ku seret jari telunjukku dilayar tablet untuk mempercepat video kehidupan ini.  Biarlah ku hapus saja 2013 dari lembaran hidup ini dan berlari menemui 2014 yang mungkin bisa lebih berwarna seperti isi-isi foto diinstagram-mu itu. Namun, itu pasti tak mungkin akan terjadi. Karena kehidupan ini bukan tablet yang bisa diseret kebagian manapun yang kita inginkan!.
Akhir 2013 menjadi hari baru bagiku. Dengan sisa-sisa cahaya semangat hidupku yang sudah hampir redup total, akupun mulai memaksa otak ini untuk berimaginasi lebih liar. Lebih liar untuk mengukir mimpi-mimpi dilembaran yang bahkan sudah tak tersisa lagi. Keputusan besar akhirnya mencuat, aku memilih untuk membakar semua isi lembaran itu. Walaupun hujan musim dingin telah mematikan apinya, aku tak peduli lagi. Aku memilih untuk berlalu pergi meninggalkan sisa-sisa lembaran yang tak hangus terbagai dibawa olah angin yang ntah kemana. Kabu-kabut putih itu membutakan matakku. Sekali lagi aku juga tak lagi perduli!

Aku memang tak bisa membuat hidup ini seinstan tablet, aku memang sok tahu, aku bahkan tak punya tablet. Tapi hidup ini memang penuh warna, jumlah warnaku mulai kaya. Tak hanya warna terang tapi kini aku bisa melihat abu-abu dan hitam kelam. Dan kini keputusan itu sedikit merubah warna gelap itu menjadi lebih terang dan sebentar lagi musim semi akan kembali HADIR!

Begitu banyak impian, cita-cita dan pengharapan. Untuk mewujudkan semua itu sering kali dimulai dengan tanda tanya (?). Bagaimana semua itu akan tercapai (?) Cara apa yang bisa mengeluarkannya dari bingkai mimpi kosong (?) Semua itu adalah teka-teki rumit yang butuh waktu panjang untuk menyelesaikannya. Bahkan ada ribuan kemungkinan untuk terjatuh, berguling dan terhenti. Hanya keteguhan hatilah yang akan membawanya ke finish line.
Setidaknya telah tercatat tiga jenis tahun yang terlewat selama berada dinegara ini.
 2012? 2013? 2014?

                                                                             2012
2012 adalah tahun penuh mimpi dan pengharapan. Memiliki semangat yang menggebu-gebu tapi putus arah. Pernah ku dikelabui oleh kehadiran tukang togel dengan bejuta janji. Lalu terhenti diruang kosong dengan secarik kertas putih yang ia tinggalkan. Dan ku pun duduk dengan pankulan tangan yang meringkul kaki dan kepala dalam keadaan yang menunduk.
*******
Ku ikuti semua program yang menyediakan informasi tentang kuliah. Karena jujur waktu itu aku adalah sosok yang “jump on bandwagon” terlebih ketika mendengar cara mudah untuk dapat uang. “Karena ku sudah bosan hidup susah”, itu yang kerap kali terdengar berteriak kencang dilubuk hati ini. Sehingga kuikutisertaanku ke semua jenis try out yang disediakan oleh banyak institusi mulai dari TO SIMAK UI, TO STAN adalah pelarian. Sebenarnya aku bukanlah seorang yang kekurangan soal, disekolah juga sering sekali ada try out, dan aku sadar betul aku hanya mempercundangi diri ku sendiri mengikuti TO itu, dengan nilai yang tak pernah lewat kata lulus sekalipun.

Tapi, 1 hal yang aku jaga dengan konsisten, “keinginan untuk kuliah ke Jogja” yang bertahan dari kelas 2 hingga kelas 3 SMA. Walaupun pada akhirnya kekonsistenan selama dua tahun itupun hilang sesaat dalm 2 bulan terakhir di SMA.  Kedatangan dua bule dengan dandanan rapih mengenakan suit and tie plus black shoes lah yang membuat semua itu buyar dan membawaku kenegeri yang satu ini.

Ntahlah, kejadian itu membuatku terpaksa mengamini hinaan temanku yang mengatakan bahwa aku benar-benar kampungan. Pandanganku tentang mereka yang berpakaian rapih benar-benar kolot. Aku seharusnya tak pernah menganggap bahwa suit and tie adalah pakaian orang resmi atau kantoran atau utusan salah satu institusi resmi. Semua orang bisa saja mengenakan pakaian itu, bahkan tukang gali sumur sekalipun.

Jujur, aku telah salah kira, bayanganku tentang dia, dia adalah utusan resmi kedutaan. Tapi ternyata ia hanyalah utusan suatu organisasi yang tak akan pernah seide denganku. Sempat ku merasa ini bukanlah pilihan yang terbaik ketika harus meratapi waktu yang terbuang sia-sia menyangkar di ibu kota. Namun, uang yang telah diberi terlebih dahulu seakan mengikatku bagai kertas perjanjian penting tentang pemberian seluruh harta yang kumili. Aku pun dengan tabah melewati hari penuh makanan yang membosankan. Kata-kata yang memuakkan. Janji-janji yang bagai kentut, baunya hanya sesaat selebihnya terbang ntah kemana. 

Akhirnya di akhir tahun 2012, ia menerbangkanku ketanah asing yang sempat menjadi sebuah penyesalan terbesarku. Kulalui hari ini dengan orang baru yang ternyata adalah orang lama. Pandangan burukku tentang pribumi hangus seketika setelah bertemu dengan mereka. Mereka adalah pribumi dan mereka adalah malaikat. Keputusanku mencari malaikat jauh kenegeri antah berantah ternyata salah, karena malaikat itu sendiri telah berada ditempatku dan ia tak pernah pergi walau sesaat.

Besambung.......... (2013)