Bahkan Menghapus Air Mata-mu Pun Aku Tak Bisa

Mendengar kota asalmu terkena bencana dan kamu tak mampu melakukan
apa-apa itu bukanlah perkara mudah. Permainannya adalah batin. Rasa
bersalah. Rasa tak berguna. Itu kerap kali berkecamuk.

Selama ini gempar-gempor, aku ingin buat kabupaten kota ku jadi
seperti negara ini. Tertata indah. Banyak taman. Aku ingin para petani
makmur. Aku juga mau mereka seperti para petani disini, memperlakukan
diri mereka sendiri secara manusiawi. Biarlah para mesin besi itu yang
bekerja giat.

Tapi hari ini, Aku hanya bisa menatap kelam ketika semua mereka
menitiskan air mata. Bukan air mata bahagia karena semua misi ku
tentangnya berhasil tetapi bencana telah meluluh lantakkan rumah
bahkan landang pencaharian mereka.

Ketika mereka harus berada di tenda darurat ditengah dinginnya kota
pegunungan yang ekstrim itu, aku hanya bisa terdiam berharap mereka
yang bertangan dingin bisa cepat datang dan memberikan pertolongan.

Entah siapa yang harus kusalahkan. Tuhankah? Tidak. Hidup ini penuh
dengan sebab-akibat. Tentu tak kan ada akibat kalau tidak ada sebab
yang terlanjur diperbuat. Biarlah semua menjadi cermin kehidupan untuk
masa depan.

Bangkitlah negeriku...
Bencana bisa saja tak henti melanda..
Tapi kau harus tetap berdiri tegak..
Hapus coretan hitam itu dengan tinta hijau pegunungan Dataran tinggi Gayo..
Redam marahnya tuhan dengan keramahan kita sebagai penghuni kota dingin..

0 comments: