The pic is taken from www.texastribune.org |
Memang aku belum pernah merasakan kuliah di salah satu universitas di Indonesia.
Tapi waktu SMA aku tinggal di kontrakan yang seatap dengan anak-anak kuliahan.
Bahkan waktu aku masih SMA, teman sehari2 ku pun kebanyakan adalah anak
kuliahan. Kebetulan juga, aku ngontrak rumah bareng sepupuku yang waktu aku
kelas 2 SMA dia baru mulai kuliah. Jadi sedikit banyaknya aku mengertilah apa
yang mereka kerjakan di kampus atau keluhan apa saja yang mereka derita, aku
tau persis.
KULIAHAN ala INDONESIA
Banyak tugas, makalah, presentasi mungkin ketiga kata itu sudah cukup mewakili wajah perkuliahan Indonesia. Oh iya satu lagi bergadang! Efek dari ketiga kata itu adalah bergadang. Mengerjain tugas yang lumayan ribet itu sampai larut malam adalah hal biasa. Sering juga buka
chatting facebook yang seharus di Indonesia itu sudah larut malam tapi masih ada juga yg ON. pas di tanya ko belum tidur? jwabnya lagi ngerjain tugas.
Sesaat aku jadi merasa sangat beruntung, “untung aku gak kuliah di Indonesia”. (hint) :D
Lalu apakah efektif kalau diberi tugas sedemikian rumit? Kalau intensitasnya sekali dalam 1 semester sih ok. Tapi kalau sudah sampai tahap seminggu sampai punya jadwal presentasi 3 kali terus ngumpulin makalah seminggu 5 kali, itu sih keterlaluan. Mata kuliah kan bukan
cuma 1. Mereka juga harus membagi 1 kepala ke banyak pelajaran.
Kalau ditanya setuju atau tidak. Setuju saja dengan adanya sistem presentasi dan makalah. Hanya saja, mungkin hal yang harus diperhatikan para dosen adalah "jangan menjadikan makalah dan
presentasi sebagai senjata kemalasan mengajar. " Kalaulah itu alasannya nggak salah juga banyak yang tugasnya hasil copy-paste dari internet.
Melihat produk-produk universitas Indonesia yang sekarang mengenyam S2 di Turki, kebanyakan mereka sangat-sangat okay. Terutama di bidang materi. Kalau materi dia rajanya lah. Tapi yang perlu di kasihani adalah untuk masalah praktik. Masalah klasik yang ada di Indonesia adalah kita nggak punya alat untuk praktek. Akhirnya kerjaan waktu kuliah cuma ngafalin text-text yang ada dibuku-buku itu.
Sebenarnya gak ada yang perlu dirubah dari sistem pendidikan di Indonesia, cuma perlu peningkatan saja. Bahkan menurut saya [kalau masalah system] Indonesia lebih keren dari pendidikan di Turki. Infrastruktur, mungkin ini yang paling crucial. Terutama untuk kampus-kampus yang berada di daerah pedalaman yang statusnya pun masih banyak dipertanyakan.
Kenapa pemerintah harus mempersulit kampus di pedalaman sih? Banyak orang yang mau kuliah. Tapi apa harus kepusat provinsi cuma untuk mau kuliah? Siapa tau mereka harus kuliah sembari berkebun. Mengingat biaya kuliah dan hidup tidak murah. Harusnya pemerintah
menfasilitasi bukan memperibet kampus-kampus yang sudah diusahakan oleh mereka yang mengusahakan.
Masalah kesetaraan (equality) lagi. Ini yang sulit sekali. Bagaimana sih caranya agar fasilitas pendidikan di pusat sama daerah bisa sama? Kenapa guru-guru yang bagus cuma ada di kota? apa orang desa gak berhak dapat pendidikan yang bagus?
Kuliahan di Turki
Pendidikan di Turki itu bisa dibilang super santai. Gak pernah ada tugas, kalaupun ada hanya berbentuk buat essay atau tugas-tugas ringan. Selama hampir dua semester disini belum pernah dapat tugas buat presentasi atau makalah-makalah. Tapi setelah dirasakan kayanya system kaya gini juga kurang, walaupun mahasiswa dapat waktu belajar lebih banyak, - kita bisa mendalami pelajaran lebih leluasa-. Masalahnya selama di Turki aku jadi introvert (terlalu exaggerated sih pakai kata introvert) intinya aku jadi gak kaya waktu sekolah di Indonesia –yang suka debat, suka nanya, suka mojokin teman yang lagi presentasi- pokoknya yang jenis-jenis gitu lah. Disini ceritanya yang memang bener-bener kuliah. Datang – masuk – keluar – ke perpustakaan – asrama – ruang belajar yang gitu-gitu aja. Jadi merasa janggal. Karena wajah perkuliahan yang ada dibayangku itu adalah diskusi dan presentasi. Selama kuliah – karena banyak waktu luang – akhirnya aku jadi sering nonton. Ditambah disini ada wifi gratis. Film tinggal download aja. Tapi kalau untuk jurusanku sih nonton juga kayanya perlu. Karena nonton menurutku sama aja kaya komunikasi, jadi ya gak salah lah. Dari nonton itu aku jadi banyak dapat referensi perkuliahan di Amerika dan Negara barat. Aku jadi lebih mengerti perbedaan British sama American accent atau Scotish dan lain-lain. Jadi sekarang istilah sudah berbentuklah jenih accent apa yang aku pilih.
KULIAHAN ala INDONESIA
Banyak tugas, makalah, presentasi mungkin ketiga kata itu sudah cukup mewakili wajah perkuliahan Indonesia. Oh iya satu lagi bergadang! Efek dari ketiga kata itu adalah bergadang. Mengerjain tugas yang lumayan ribet itu sampai larut malam adalah hal biasa. Sering juga buka
chatting facebook yang seharus di Indonesia itu sudah larut malam tapi masih ada juga yg ON. pas di tanya ko belum tidur? jwabnya lagi ngerjain tugas.
Sesaat aku jadi merasa sangat beruntung, “untung aku gak kuliah di Indonesia”. (hint) :D
Lalu apakah efektif kalau diberi tugas sedemikian rumit? Kalau intensitasnya sekali dalam 1 semester sih ok. Tapi kalau sudah sampai tahap seminggu sampai punya jadwal presentasi 3 kali terus ngumpulin makalah seminggu 5 kali, itu sih keterlaluan. Mata kuliah kan bukan
cuma 1. Mereka juga harus membagi 1 kepala ke banyak pelajaran.
Kalau ditanya setuju atau tidak. Setuju saja dengan adanya sistem presentasi dan makalah. Hanya saja, mungkin hal yang harus diperhatikan para dosen adalah "jangan menjadikan makalah dan
presentasi sebagai senjata kemalasan mengajar. " Kalaulah itu alasannya nggak salah juga banyak yang tugasnya hasil copy-paste dari internet.
Melihat produk-produk universitas Indonesia yang sekarang mengenyam S2 di Turki, kebanyakan mereka sangat-sangat okay. Terutama di bidang materi. Kalau materi dia rajanya lah. Tapi yang perlu di kasihani adalah untuk masalah praktik. Masalah klasik yang ada di Indonesia adalah kita nggak punya alat untuk praktek. Akhirnya kerjaan waktu kuliah cuma ngafalin text-text yang ada dibuku-buku itu.
Sebenarnya gak ada yang perlu dirubah dari sistem pendidikan di Indonesia, cuma perlu peningkatan saja. Bahkan menurut saya [kalau masalah system] Indonesia lebih keren dari pendidikan di Turki. Infrastruktur, mungkin ini yang paling crucial. Terutama untuk kampus-kampus yang berada di daerah pedalaman yang statusnya pun masih banyak dipertanyakan.
Kenapa pemerintah harus mempersulit kampus di pedalaman sih? Banyak orang yang mau kuliah. Tapi apa harus kepusat provinsi cuma untuk mau kuliah? Siapa tau mereka harus kuliah sembari berkebun. Mengingat biaya kuliah dan hidup tidak murah. Harusnya pemerintah
menfasilitasi bukan memperibet kampus-kampus yang sudah diusahakan oleh mereka yang mengusahakan.
Masalah kesetaraan (equality) lagi. Ini yang sulit sekali. Bagaimana sih caranya agar fasilitas pendidikan di pusat sama daerah bisa sama? Kenapa guru-guru yang bagus cuma ada di kota? apa orang desa gak berhak dapat pendidikan yang bagus?
Kuliahan di Turki
Pendidikan di Turki itu bisa dibilang super santai. Gak pernah ada tugas, kalaupun ada hanya berbentuk buat essay atau tugas-tugas ringan. Selama hampir dua semester disini belum pernah dapat tugas buat presentasi atau makalah-makalah. Tapi setelah dirasakan kayanya system kaya gini juga kurang, walaupun mahasiswa dapat waktu belajar lebih banyak, - kita bisa mendalami pelajaran lebih leluasa-. Masalahnya selama di Turki aku jadi introvert (terlalu exaggerated sih pakai kata introvert) intinya aku jadi gak kaya waktu sekolah di Indonesia –yang suka debat, suka nanya, suka mojokin teman yang lagi presentasi- pokoknya yang jenis-jenis gitu lah. Disini ceritanya yang memang bener-bener kuliah. Datang – masuk – keluar – ke perpustakaan – asrama – ruang belajar yang gitu-gitu aja. Jadi merasa janggal. Karena wajah perkuliahan yang ada dibayangku itu adalah diskusi dan presentasi. Selama kuliah – karena banyak waktu luang – akhirnya aku jadi sering nonton. Ditambah disini ada wifi gratis. Film tinggal download aja. Tapi kalau untuk jurusanku sih nonton juga kayanya perlu. Karena nonton menurutku sama aja kaya komunikasi, jadi ya gak salah lah. Dari nonton itu aku jadi banyak dapat referensi perkuliahan di Amerika dan Negara barat. Aku jadi lebih mengerti perbedaan British sama American accent atau Scotish dan lain-lain. Jadi sekarang istilah sudah berbentuklah jenih accent apa yang aku pilih.
Masalah gambaran kelas, itu tergantung docent sih.
Ada yang keren, kebanyakan yang keren adalah yang jam terbang internationalnya
udah banyak. Kalau yang lokal masih so so. Terutama masalah berinteraksi sama
mahasiswa. Ada yang masih menggunakan sistem SMA, yang suka ngecheck attendance
sheet yang gak penting itu. Ngabisin setengah jam pelajaran cuma untuk ngecheck
itu aja. Docent yang ini ngajar pelajaran yang gak ada sangkut pautnya sama
jurusanku sih, jadi agak kesal juga. Setiap minggu harus dengerin dia ngoceh
masalah daftar hadir. Huh
Kalau mahasiswanya disini -gimana ya- mereka malas masuk kelas. Kalaupun masuk itu karena tanda tangan absen. Karena disini kalau nggak masuk 3 kali dianggap gak lulus. Kalau nggak masuk yan mereka nitip tanda tangan ke temen. Tentu ngga semua kaya gini, tapi adalah beberapa. Masalah catatan, kalau udah mau musim ujian mereka sibuk foto copy catatan mahasiswa ya rajin. :Ix
Oke ini yang penting yang harus dicatat kalau perlu
diberi garis bawah dengan pulpen berwarna.
1. Disini
itu gak ada kelas international. Semua sama. Jadi walaupun mahasiswa asing
harus ngambil mata kuliah PKN nya Turki sama bahasa Turki, yang hampir semua
mahasiswa asing – kecuali yang asalah serumpunya Turki – kesulitan. Masalahnya
mahasiswa Turki sendiri sudah muak dengan pelajaran itu. Katanya pelajaran itu
udah dari TK.
2. Disini
sistem jurusan ada yang 30% ,70%, bahkan ada juga yang 100% menggunakan bahasa
Inggris. Untuk itu, mereka sebelum mulai kuliah harus ikut tes bahasa Inggris
kalau lewat bisa langsung kuliah. Kalau ngga harus ikut persiapan bahasa selama
setahun penuh. Harusnya sih mereka bahasa Inggrisnya keren. :D
Tapi jangan ketipu sama angka
persenan itu, kebanyakan itu ngga berlaku. Cuma sebagian kecil yang pake bahasa
inggris.
3. Kerennya
sistem pendidikan Turki itu udah masuk EU (European Union). Kalau lulus dari
Turki ijazahnya ada lambang Eropanya. Terus ada juga program Erasmus. Setiap
Universitas dapat quota masing-masih (bukan quota pernegara.) Quotanya
tergantung ranking universitas.
Erasmus adalah Program student
exchange ke Negara-negara Eropa. Selama program biayanya di tanggung oleh pihak
Erasmus. Walaupun menurut teman yang sudah pernah ikut uangnya sangat
pas-pasan. Kalau mau jalan-jalan ke Negara tetangga harus nyediain uang
sendiri.
4. Bukan
hanya program student exchange antar Negara Eropa, Turki juga menyediakan program
exchange antar universitas di Turki. Kalau ada mahasaiswa yang ingin merasakan
bersekolah di kota lain mereka bisa mengikuti program ini.
5. Ada
juga program transfer niversitas antar uyang terkelola khusus. Kalau di
Indonesia mungkin kalau mau pindah universitas harus diurus sendiri ke kampus
tujuan, kalau disini tinggal pergi kekantor rektorat dan ngajuin pindah ke
universitas manapun yang diinginkan (asal diterima aja :D).
6. Kerennya
lagi disini mahasiswa kuliahnya gratis alias bebas biaya. Turki punya 2 sistem
kuliah, kuliah pagi dan sore. Kalau yang pagi sudah dipastikan bebas biaya tapi
kalau gak lulus yang pagi dan terpaksa ngambil kuliah sore atau mereka nyebutnya
2. Egitim, itu harus bayar biaya kuliah sendiri.
7. Sistem
ujian masuk universitasnya juga keren, hampir sama kaya di Indonesia sih. Pas
ikut ujian kita bisa milih 5 universitas, nanti lulusnya tergantung nilai yang
didapat. Kerennya disini di satu Universitas hampir ada dari semua daerah yang
di Turki.
8. Turki
punya asrama khusus mahasiswa yang kurang mampu dengan biaya yang sangat
tergolong murah. Bahkan mereka juga nyediain beasiswa asrama pertahun bagi yang
kurang mampu.
9. Turki
sadar kalau nggak semua orang mampu, tapi semua orang berhak mendapatkan
pendidikan. Bebas biaya kuliah belum menjamin mereka bisa kuliah, karena untuk
kuliah perlu biaya hidup. Untuk itu Turki nyediain beasiswa bagi kurang mampu. Selain
itu di Turki juga ada program Student Loan, mahasiswa boleh minjam uang pendidikan
yang akan dibayar nanti setelah bekerja. Jangka waktunya setelah lima tahun
bekerja. Kalau lulus dalam kurun waktu 4 tahun, hutangnya bisa dianggap lunas.
(Saya nggak yakin sih, tapi temen
saya cerita, dia harusnya kuliah 5 tahun tapi karena dia lulus tes bahasa jadi
ngga perlu masuk prepschool. Jadinya nanti dia akan lulus 4 tahun dan hutangnya
akan dianggap lunas)
10. Kebanyakan
S1 disini nggak ada skripsi, kecuali jurusan sastra. Yang lain cuma perlu magang
sebelum benar-benar lulus.
Kayanya cukup deh segini aja.
Ini nggak ada penelitian khusus sebelum nulis ini jadi nggak perlu dijadikan referesi. Semua ditulis based on personal experience aja. Tapi inshaa Allah akurat lah.. :D :D
Ini nggak ada penelitian khusus sebelum nulis ini jadi nggak perlu dijadikan referesi. Semua ditulis based on personal experience aja. Tapi inshaa Allah akurat lah.. :D :D
9 comments:
Hello adhari , I wanna ask you , Are the Turkish speak English well?
Hi Chika,
Thank you for leaving a comment in my blog. As for your question, unfortunately English is not a big thing in Turkey. But if you go to a touristic area, you will find many people speak English. And you also find people who can speak English in university. So, no English is not a common language in Turkey.
Oh yeah..the same here (Indonesia) anyway , If someday , I would like to live there. Is it possible? I mean , is it expensive to live there? Are you in Turkey now? What do yoj do there? Have you graduated from the university? Sorry for many questions that I'm asking to you XD
*You
It's my pleasure.. Turkey is one of the countries that I love XDD
It's definitely more expensive than Indonesia. You could live in Turkey if you wish so. And if you can afford 8 juta rupiah per month. I am still studying now, and currently I am on a holiday in Indonesia. It's my pleasure really.
Ka kuliah di mana? Makasih
Hi Islam, aku kuliah di salah satu universitas negeri di Turki. Sama-sama :)
Post a Comment