Ketika Budaya & Mitos Didaulat Sebagai Penunjang Perekonomian



Manisa adalah salah satu kota yang terkenal dengan jumlah industri atau pabrik yang ada dikota itu. Kalau anda berkunjung ke kampus Celal Bayar Universitesi di Muradiye, sepanjang perjalananan mata anda akan dipenuhi oleh banyaknya pabrik-pabrik. Tak hanya itu, anda juga akan dikejutkan oleh banyaknya pembangunan rumah-rumah tingkat dua yang mereka sebut villa. Menurut situs Manisa Organize Sanayi Bölgesi, pabrik yang ada di Manisa berjumlah 209 buah. Namun mengapa pemerintah kota Manisa lebih berminat dengat tema yang mengarah kebudaya dalam meningkatkan perekonomian? Atau pertanyaan lainnya apakah ini benar hanya perayaan budaya atau ada hal lain dibelakangnya?

Hari ini adalah hari terakhir dari perayaan Manisa Mesir Macunu Festival. Mesir Macunu festival adalah acara tahunan yang telah berlangsung selama 474 tahun. Acara ini diawali oleh sebuah cerita rakyat, bahwa suatu hari sang ratu dimasa kerajaan Ustmani yang bernama AyÅŸe Hafsa Sultan, yang juga adalah ibu dari Sultan Suleiman I atau raja ketujuh Ustmani, jatuh sakit setelah ditinggal mati sang raja, Yavuz Sultan Selim. Untuk mengobati sang ratu dibuatlah obat yang bernama macun ini tadi. Konon macun ini terbuat dari 40 macam rempah-rempah. Setelah merasakan ada banyaknya hasiat yang  didapat dari macun itu tadi, sang ratu akhirnya membagikannya ke khalayak ramai. Sejak saat itulah perayan Macun bayrami (Hari Macun) atau nama perayaannya berubah menjadi Manisa Mesir Macunu Festival seiring pergantian zaman. Pada hari perayaannya simacun dibagikan secara geratis ke masyarakat oleh petugas khusus maupun perjabat daerah bahkan PM Erdogan (sebagai permbuka acara), dengan cara melemparkannya dari atap mesjid. 

Taken from www.internethaber.com
Untuk mengadakan acara ini, pemerintah Manisa mengundang puluhan delegasi dari berbagai negera terutama Negara-negara tetangganya seperti Roma, Bulgaristan, dan banyak lagi. Pertanyaannya seberapa sukseskah budaya meningkatkan ekonomi suatu daerah? dan mengapa delegasi dari berbagai Negara rela mengeluarkan akomodasi untuk hal yang berbau budaya? Bukankah apabila mengadakan pameran untuk ‘pabrik-pabrik yang ada di Manisa’ dari segi ekonomi lebih menarik karena bisa melirik para investor atau distributor dari Negara lain?

Mungkin pemikiran ini harus jauh-jauh dibuang atau disisihkan ditempat yang aman dan dibuka kembali diwaktu yang tepat. Secara rasional, ketika banyak delegasi dari berbagai Negara datang mengunjungi suatu daerah maka secara tidak langsung kita telah menunjukkan hal-hal yang kita punya. Tanpa perlu menunjukkan jaripun mata mereka akan tertuju ke pabrik-pabrik yang terpampang didepan mata mereka. Dan buka tidak mungkin, berbekal arasa penasaran, mereka bisa tertarik untuk melakukan hubungan bisnis, walaupun tujuan awal kedatangannya adalah ‘budaya.’

Budaya juga bisa digunakan sebagai jembatan perekonomian. Penyelenggara acara, mungkin lebih memilih hal yang bebau ‘budaya’ sebagai tema utama. Namun disamping itu hal-hal yang menyangkut “perekonomian” bisa diselipkan dalam acara. Maksudnya adalah dibuat juga acara khusus untuk memamerkan hasil industri yang ada. Bahkan kehadiran apara turis bisa mendatangkan rezeki untuk para pedagang atau mereka yang berbisnis dibidang penginapan seperti hotel. “Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.”

Mungkin hal seperti inilah hal yang dapat di tiru oleh daerah-daerah di Indonesia. Kita punya beragam budaya dan sudah saatnya ragam budaya yang berwarna-warni itu kita gunakan sebagai jembantan untuk mendongkrak perekonomian derah-daerah di tanah air. Kita bisa melai dengan membuat suatu pagelaran budaya yang bisa mengundang turist-turist asing, dengan begitu mereka bisa melihat potensi yang ada di Indonesia. Dengan begitu juga kita bisa menunjukkan potensi yang kita miliki. 

Adhari
Mahasiswa Sastra Inggris (S1) di Turki

0 comments: