Aku nggak tau apa jadinya di awal semester tahun lalu kalau nggak ada internet. Untungnya di asrama tempatku tinggal aku sangat mendapatkan kebebasan berinternet.  Bayangkan saja bergelut dihal yang umum tapi masih terbilang baru untukku sendiri. Sungguh membutuhkan pengenalan yang dalam. Internet sangat menjembatani ku dalam hal ini. Mengenai materi-materi pelajaran, kebanyakan sudah pernah dengar dari media-media atau pernah baca sepintas tapi masih abu-abu. 

Serunya literature itu, kita bergelut dengan hal-hal yang menyangkut dunia sehari-hari. Setiap karya sastra yang lahir disetiap era pasti memuat hal-hal besar yang terjadi dimasa itu. Itu membuat kita sebagai pelajar merasa punya kepentingan untuk tahu. 

Kalau ada yang bilang literature itu membosankan, sama saja dia telah mengatakan hidup ini ngebosanin. “Literature adalah refleksi hidup itu sendiri.” Karena itu sastra (ada yang fiksi dan ada yang non fiksi) kalau mengenai benar atau tidak benarnya itu akan selalu menjadi sebuah pertanyaan. Hal pasti yang dapat adalah diambil adalah cara penggambaran zaman yang penulis refleksikan didalam karyanya. “Membaca tidak melulu haru mempercayai!”

Kalau dibilang spoiled-student nggak juga ya! Kalau perpustakaan di kampus bentuknya kaya perpustakaan di Harvard mungkin lebih milih ke pustaka. Sudah nyaman, bukunya lengkap lagi. Ini pustakanya, walaupun gak jelek-jelek banget, tapi buku-bukunya lebih banyak berbahasa Turki. Alias untuk literature inggris bukunya sangat minim. Kalaupun ada buku buat matkul jumlahnya sangatttt terbatas. Apalagi kalau lagi nulis paper sangat mustahil kalau hanya ngandalin perpus. Dengan adanya internet setidaknya lebih membantu dalam mengerjakan tugas kuliah. Sekarang kan journal-journal tinggal download dari internet. JSTOR adalah web yang paling terkenal dan jadi langganan mahasiswa-mahasiswa di seluruh dunia.

Tapi yang namanya internet bawaannya tergoda untuk buka social media terus. Kalau udah gitu, jadi lupa belajar. Tapi kali ini ada satu hal yang special dari sosial media. Lupa dapat dari mana, kalau tidak salah waktu itu saya lagi doyan dengar talkshow dari youtube. Bukan cuma talkshow di TV mainstream international kaya Ellen Show, Jammy Fallon dll., tapi juga yg gak terkenal. Ceritanya mau improve bahasa Inggris. Salah satu yang ku tonton adalah speech-nya Brandon saat di undang ke salah satu univesitas (Columbia University, kalau tidak salah) sebagai pembicara/ motivator. Setelah nonton itu aku jadi pengikut setia FP-nya di facebook. 

Nah, tokoh yang satu ini hidupnya keren banget. Dia lulusan dari Georgia University jurusan History tapi siapa sangka kalau dia pernah dapat nilai F untuk semua pelajaran di salah satu semesternya saat kuliah, tepatnya tahun 2003. Namun itu tidak mematahkan semangatnya atau lantas memilih untuk berhenti kuliah. Dia malah menjadikan F itu sebagai pemicu atau ‘barang taruhan’ untuk membuktikan kalau dia masih bisa lulus, walaupun nilai F pernah menghiasi Transcript nilainya. Dia juga bernah tinggal dan bekerja di Chicago selama 3 tahun  sampai akhirnya ia kehilangan pekerjaan dan pindah ke New York. New York merupakn kota idamannya sejak lama. Dan jodoh memang tidak kemana, New York menyambutnya dengan hangat. New York juga lah yang telah memberikan opportunity kepadanya untuk menekuni bakatnya dibidang photography. 

‘Pahit dahulu manis di akhir’ mungkin adalah kata yang tepat untuk Brandon. Sekarang dia membuat nilai F nya itu sebagai bahan candaan. Ia mengatakan “Aku menjadikannya bahan candaan saat ini karena aku telah membaliknya.” Ia, dia telah membuktikan nilai F bukanlah akhir dari dunia.

Foto-foto hasil jepretannya awalnya cuma di upload secara bebas d FB. Sampai akhirnya penyukanya membludak dan ada penerbit yang melirik. Jadilah dia punya buku yg berisi foto koleksinya. Idenya sebenarnya simple tapi karena dia melakukan hal yang belum dilakukan orang lain maka ‘ide briliant’nya langsung heboh. Nama FP di FB atau Web-nya HONY (Human of New York.) Benar memang, foto-foto hasil jepretannya adalah orang-orang yang melalu lintas di kota New York. Unique-nya ini bukan hanya foto, tapi dia menghiasi foto-fotonya dengan bermacam kata. Semua kata yang kular dari model-modelnya seolah mengandung makna yang dalam. Ini jugalah yang jadi daya tarik bagi pengunjung-pengunjung setianya.

Dibeberapa kesempatan wawancara dipernah mengungkapkan kalau dia bangun awal setiap pagi dan langsung keluar rumah untuk membidik model-model (relawan) unique, yang juga adalah warga New York sendiri, untuk dijadikan objeknya.
                              
Sekarang ini Brandon menjadi inspirasi bagi banyak orang. Diberbagai Negara banyak sekali yang meniru ide cemerlangnya itu, “memoto keseharian kota besar sekaligus mewancarai sang model.”  Sebagai contoh ada yg membuat hal yang serupa namun hanya mengganti nama sesuai kota tempat ia beraksi, seperti Human of London, Terhan, India  dll., 

Intinya kegagalan hari ini bukanlah akhir dari segalanya. Kalau kita berada dalam kegagalan, bagaimana kalau kita jadikan kegagalan itu ‘taruhan’! Buktikan ke ‘dia’ kalau dia salah telah mengisi hidup kita. Dan yang terpenting adalah jalani apa yang kamu suka agar kau bisa melakukannya sepenuh hati. ‘Kegagalan’ disuatu bidang terkadang adalah hasil dari sebuah paksaan; because you don’t feel you belong there. It makes you do it halfheartedly. 

Satu yang saya suka dari tokoh yang satu ini, kota impiannya sama dengan kota impianku! Aku ingin merasakan hidup di NYC. NYC menurutku adalah symbol keragaman. Tapi, masih bisa berubah karena aku belum merasakan hidup disana. May be, one day :) 



Profil Singkat
Nama Lengkap :  Brandon Stanton
TTL : Marietta,Georgia 1 Maret, 1984
Almamater : Georgia University (Jurusan History)
Penghargaan :
-  Best Use of Photography di  Webby Awards 2013
- number 1 position on The New York Times Non-Fiction Best Sellers of 2013 for November 3, 2013
- "30 Under 30 World Changers" versi Time Magazine
- Dan hasil fotonya telah dimuat diratusan media masa, majalah maupun online.
Facebook : humansofnewyork?fref=photo