Menyadari bahwa
jalan menuju Roma telah kujalani dengan sebaik mungkin
aku pun mulai menghirup wangi segar keberhasilan. Karenanya aku pun
aku pun mulai menghirup wangi segar keberhasilan. Karenanya aku pun
Membuat keputusan
yang kontroversial, bahkan bagi nalar ku sendiri. Aku memutuskan untuk menjadi
homeless. Homeless yang sesungguhnya!
Selama ini aku
tinggal di asrama pemerintah dan berbayar, dikarenakan
statusku sebagai mahasiswa asing tanpa beasiswa. Seandainya aku menerima
statusku sebagai mahasiswa asing tanpa beasiswa. Seandainya aku menerima
beasiswa
pemerintah, akan dipastikan aku bisa tinggal disana gratis.
Namun itu adalah suatu keadaan yang berbeda. Sekarang, kalau aku memutuskan
untuk tidak mengahapus namaku dari daftar penghuni asrama, aku wajib membayar.
Bahkan ketika kaki ku tak pernah menginjak ubin asrama itu. Bayaran asramanya sebesar 227TL, sekitar Rp, 1.150.000. jumalah yang lebih dari lumayan bagi mahasiswa penerima non-beasiswa.
Namun itu adalah suatu keadaan yang berbeda. Sekarang, kalau aku memutuskan
untuk tidak mengahapus namaku dari daftar penghuni asrama, aku wajib membayar.
Bahkan ketika kaki ku tak pernah menginjak ubin asrama itu. Bayaran asramanya sebesar 227TL, sekitar Rp, 1.150.000. jumalah yang lebih dari lumayan bagi mahasiswa penerima non-beasiswa.
Semua uang yang
kudapat berasal dari Indonesia. Kurs Indonesia - Turkish Lira sangat membuat
segalanya bertambah sulit. Apalagi fakta bahwa uang kiriman yang ku dapat dari
orangtua tidak lah sebesar yang dibayangkan. Kalau tetap memberiarkan namaku
ada dalam list penghuni asrama, bisa-bisa rencana ku untuk mengelilingi benua
hijau karam bagai kapal Titanic.
Opsi yang
akhirnya ku pilih adalah menjadi homeless secara official, memohon-mohon kepada
setiap orang yang aku kenal untuk sudi menampungku untuk beberapa bulan. Karena
program yang akan kuikuti itu mulai bulan september.
Syukurlah ada
yang bersedia menampungku. Permasalahan lain timbul. Dia juga akan mengikuti
program yang sama. Dan tanggal keberangkatannya sebulan setengah lebih awal
dari punyaku. Buntu tanpa pilihan, akupun memutuskan untuk mengambil kesempatan
yang ada dan memutuskan untuk memikirkan hal yang terjadi, nanti saja ketika
hal itu terjadi.
Itu dua bulan
yang lalu, sekali hal itu telah terjadi. Apa yang harus aku lakukan? Tanggal
keberangkatanku masih 35 hari lagi. Kemana aku akan tinggal? Berharap ada
keajaiban yang muncul. Semoga tendency ku untuk panik bisa hilang. Atau
setidaknya lebih terbiasa, dengan seringnya hal-hal yang membuat panik terjadi,
seperti disuruh keluar secara tiba-tiba.
35 hari menuju
pelabuhan. Akankah kapal ini bisa tetap berlaju? Semoga tidak karam
diperjalanan.
0 comments:
Post a Comment