PENTINGNYA MENGGUNAKAN 'NAMA KELUARGA' DALAM PROSES INTEGRASI DI LUAR NEGERI

Di dunia yang penuh dengan HARAPAN ini kita sepatutnya melihat kedepan. Tidak ada yang tahu persis apa yang akan terjadi di masa depan.

Mempertahankan budaya adalah suatu hal yang baik. Namun, jika budaya itu sendiri mengandung 'sifat yang menyulitkan' di masa depan, alangkah baiknya jika mengadopsi budaya yang berasal dari kultur luar.

Pengadosian budaya luar selalu menjadi momok yang menakutkan bagi semua bangsa tanpa terkecuali, karena pada dasarnya hal yang semua bangsa inginkan adalah hal yang sebaliknya - menjadi panutan bagi bangsa lain. Ambisi seperti inilah yang menjadi salah satu alasan penjajahan di masa lalu. 

Topik seperti ini bukanlah topik masa lalu. Bahkan hari ini banyak bangsa yang masih berambisi untuk merealisasikan ide ini kekehidupan nyata. Ada bangsa yang secara sadar ingin menghapus pengaruh bangsa luar dinegaranya disegala bidang, termasuk bahasa. Jika dimasa lalu ada kata yang diadopsi dari bahasa lain, maka saat ini usaha yang ia ingin terapkan adalah menghapus 'kata' itu dari kamus bahasa negara itu, jika perlu.

Kondisi dunia yang penuh dengan egoisme dan ambisi seperti inilah yang menjadi penghalang tertegaknya PERDAMAIAN di muka bumi ini. Apa salahnya mengadopsi budaya luar demi mempermudah berlangsungnya hidup. Kenapa harus berambisi mendominasi budaya lain. Jika ada hal yang besar yang datang dari budaya A, pasti akan diadobsi oleh budaya B.

Nasionalisme, tentu tidak selalu berujung pada ketertutupan mental. Penggunaan kadar nasionalisme yang benar akan berujung pada hal yang menguntungkan, seperti tidak mudah dibodohi oleh negara lain. Mengingat hal seperti mungkin saja terjadi.

Namun, alangkah indahnya dunia ini jika kita bisa hidup seperti manusia-manusi pra-BERBOHONG ditemukan, seperti yang terjadi didalam film "The Invention of Lying," sehingga kita tidak perlu mencurigai bangsa luar untuk menikuk dari belakang.

Hari ini hal yang saya secara sadar inginkan adalah bangsa Indonesia, bangsaku sendiri,  untuk mendaposi sistem pemberian nama pada anak. Didunia globalisasi saat ini, alangkah eloknya jika kita mengadopsi sistem nama yang terdiri dari "NAMA DEPAN" dan "NAMA BELAKANG." NAMA BELAKANG adalah tempat dimana nama keluarga dicantumkan. Dalam kata lain, setiap anggota keluarga akan mencantumkan nama belakang tersebut.

Kalau ada yang bilang "bukannya hal itu sudah ada dimasyarakat kita," maka saya akan dengan langsung mengiakan. Tapi, hal yang perlu kita ingat adalah itu terjadi bukan karena peran pemerintah. Itu terjadi karena keluarga yang sudah mengadopsi budaya seperti ini, memang memiliki budaya sedemikian rupa, seperti penggunaan marga pada suku Batak. Kasus lain adalah karena status keluarga tersebut sebagai keluarga ningrat. Tentu jika berasal dari keluarga ningrat, adalah hal yang sangat rugi jika tidak menyantumkan nam besar keluarga, buka?

Selebihnya, mungkin karena mereka telah terekspos ke budaya luar. Atau karena telah sudah pernah mengalami betapa sulitnya hidup diluar dengan hanya memiliki nama yang terdiri dari hanya SATU kata, seperti saya sendiri. Sulit yang dimaksud disini adalah dalam proses administrasi ketika tinggal dinegara tersebut. Ketika tinggal disebuah negara pasti kita akan dihadapkan pada banyak proses birokrasi, seperti pembuatan recidence permit (surat izin bedomisili.) Petugas immigrasi akan sangat dipusingkan oleh permasalahan yang simple ini. Karena sistem didalam komputer yang memang telah menetapkan bahwa NAMA DEPAN dan NAMA BELAKANG itu berada pada kolom berbeda. Tidak halnya dengan negara kita tercinta Indonesia yang menyediakan hanya satu kolom pada setiap formulir, FULL NAME. Sehingga ketika satu umat manusia hidup dan tinggal di Indonesia dengan nama yang terdiri dari hnaya satu kata, tidak akan pernah berhadapan dengan masalah administrasi.

Apakah sudah saatnya pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan untuk mengganti template formulir di Indonesia? Terutama dibagian kependudukan dan dibagian petugas yang berwenag dalam mengeluarkan surat Akta Kelahiran, karena disanalah awal dimana nama seseorang (anak, bayi, manusia) terdaftar.

Atau Indonesia bisa juga melakukan hal yang Turki pernah lakukan diawal awal terbentuknya negara Turki republik, yaitu mengeluarkan UUD penggunaan nama keluarga di tahun 1934 yang berbunyi bahwa setiap penduduk wajib menyantumkan nama keluarga. Sehingga dengan begitu setiap anak Indonesia yang memilik kesempatan untuk hidup di Luar Negeri tidak akan menghadapi kesulitan dalam proses administrasi di kantor imigrasi, sekolah dan lain-lain. Hal yang simpel tapi bersifat sangat penting. 

Adhari

Mahasiswa S1 Jurusan Sastra

refersensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/Turkish_name

4 comments:

Unknown said...

publish aja tuliasannya ke surat kabar Aceh. biar bisa dibaca sama masyarakat luas.

adhari'sabroad said...

Hmm... kirim gak ya. Sudah terlanjur post di blog gak bisa. Syaratnya harus kirim ke medianya dulu baru di publish di aku pribadi.. kapan2 deh

Adhi said...

Mencantumkan nama keluarga memang penting. Saya skrg merasakan pentingnya hal tersebut, setelah belum lama ini mengalami sedikit hambatan pada saat proses cek imigrasi keluar dari Italia. Kebetulan bertemu dg petugas yg cukup teliti dan mempermasalahkan nama dua anak saya yang memang tidak kami beri nama keluarga. Dengan sedikit berdebat, syukur akhirnya bisa lolos walaupun si petugas memasang tampang ketus.

adhari'sabroad said...

Benar sekali mas Adhi, saya juga setiap melewati kantor imigrasi selalu harus menjelaskan panjang lebar tentang nama saya. Karenanya kebetulan sekarang saya lagi di Indonesia saya berencana untuk menambah nama. Agar lebih mudah nantinya berurusan dengan pihak imigrasi