Marhaban ya
ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa bagi saudara dan saudari muslim ku
diseluruh dunia. Semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT.
Jadi tahun ini
adalah tahun keempat ku berpuasa di Turki. Walaupun begitu, setiap tahun ada
saja keunikan yang membuat bulan suci ramadhan ini semakin berkesan dihati.
Awal-awalnya memang terasa "asing". "Asing," dalam artian
ada perasaan tidak familiar hadir menyelimuti hati. Seperti sedang berada
ditempat yang sebenarnya namanya tidak asing bagi telingamu, namun situasi yang
ada dilokasi menujukkan hal yang sebilaknya. Tidak memberikan tanda-tanda sama
sekali bahwa kamu sudah pernah ada disana.
Empat tahun
tinggal di Turki membuatku semakin memaklumi perasaan "asing" ini,
dan mencoba untuk merangkulnya dengan cara menikmati setiap keanehan yang ada.
Terkadang "keasingan" malah meninggalkan kesan yang tak terlupakan.
Salah satu
perasaan asing yang berlanjut menjadi perasaaan kehilangan ini pada dasarnya
timbul akibat adanya ekpektasi bahwa suasana ramadhan di Turki akan memiliki
kesamaan dengan yang di Indonesia. Satu hal yang sangat mustahil. Setiap negara
memiliki budayanya tersendiri, dan seharusnya aku sudah mewanti-wanti diriku
akan hal itu.
Di Turki, saya
tidak meraskan antusias ramadahan yang seharunya aku miliki. Bahkan kejadian
ini sempat membuatku mempertanyakan imanku. "Kenapa aku tidak seantusias
saat aku masih kecil? Apakah imanku sudah luntur?" kataku pada diri
sendiri.
Bukan berarti
bahwa masyarakat Turki tidak antusias dengan hadirnya ramadhan. Tentu mereka
antusias. Tapi bedanya cara penyambutan ramadhan baik dari sisi media
pertelivisian Turki, maupun dari festivitas mereka saat hari-hari penyambutan,
membuat kami, saya pada khususnya, tidak mendapat radar antusiasme itu.
Akhirnya, terjadilah koneksi sepihak. Mereka antusias (dengan caranya sendiri),
kami merasa kehilangan atau keasingan.
Di Tanah Air,
sebulan sebelum bulan ramadhan dimulai, kita sudah mulai merasakan
euphoria-nya. Salah satu faktor yang pendukung adanya euphoria ini adalah
banyaknya produk-produk baik makanan, minuman, pakaian yang berseliweuran di
televisi - dengan mengangkat tema ramadhan. Selain itu ada juga program-program
khusus yang disediakan untuk menyambut bulan suci ramadhan baik itu program
keagamaan, maupun program yang tidak ada hubungannya dengan ramadhan sama
sekali seperti program lawak dsb.
Itu dari segi
media, dari segi kegiatan yang tersedia dibulan suci ramadhan, tentu juga
menambah perasaan kefamiliaran itu. Misalkan adanya pasar khusus menjual
penganan khas ramadhan, tarawih, tadarus dll - adalah hal yang sangat menambah
faktor kehilangan dihati para perantau seperti kami. Meski disini juga ada
tarawih, tapi ada saja perasaan yang berbeda. Intinya ide "rumah"
juga sangat masuk akal jika dihubungkan dengan masalah ini.
Ramadhan kali ini
juga tetap tidak menghadirkan euphoria yang meluap-luap didada. Tapi berhubung
karena ada antusiasme lain yang mendominasi, sebut saja rencana kepulangan yang
akhirnya hadir setelah empat tahun berlalu, akhirnya walaupun ramadhan akan dimulai
esok hari saya tetap merasa tenang, atau bahkan tidak berekpresi sama sekali.
Tidak lupa juga bahwa kami masih berada di suasana ujian akhir, jadi mungkin
indera pemikiran jadi memiliki konflik perasaan, tidak tau harus antusias untuk
mana dulu, ujian kah, kepulangan kah, atau ramadhan?
Tapi setelah
ramadhan mulai baru lah kejadian-kejadian unik mulai mewarnai. Misalkan, hari
pertama sahur aku tidak kepikiran sama sekali bahwa semua orang akan menyambut
puasa pertama ini dengan antusiasme masif. Berhubung aku tinggal diasrama
pemerintah Turki, aku tidak perlu menyediakan apa-apa untuk sahur, atau
setidaknya itu lah yang ada dalam pikiranku. Ternyata, aku salah besar! Semua
orang bangun untuk sahur. Sampai-sampai antri makanan mengular hingga lantai 2.
Dan jumlah pengantri mungkin lebih dari 300 orang. Saat itu jam 2.40. Aku
berusaha mengantri, berharap antrian akan cepat menyusut. Ternyata setelah
menunggu sampai jam 3.00, antrian baru menyusut sedikit. Kepalaku langsung
berputar. "Oh aku punya simpanan 3 paket Indomie" Aku langsung lari
ke kamar dan menyeduh 2 paket Indomie di ruang belajar. Ada dua orang yang
sedang belajar disana. Untunglah mereka memaklumi.
Begitulah sahur
hari pertamaku. Sahur berbekalkan dua paket Indomie goreng. Dan hariku
berlangsung dengan tragis. Aku terkulai, sama seperti terkulainya mie instan
itu ketika di masukkan kedalam air mendidih…
Ini ceritaku, apa
ceritamu
0 comments:
Post a Comment