Traveling atau melancong adalah salah satu kegiatan yang sangat terdampak akibat pandemi. Hampir semua negara menerapkan larangan untuk melakukan perjalanan dalam kota, lebih-lebih lagi perjalanan antar kota dan negara.
Hal tersebut juga berlaku di Australia, tempat tinggal saya saat ini. Dari bulan Maret 2020, ketika kasus COVID-19 mulai melonjak, Australia menutup penerbangan dari dan ke luar negeri. Salain itu, Australia juga menutup perbatasan antara states atau negara bagian. Salah satu alasannya karena penyebaran virus COVID-19 tidak merata antar negara bagian. Misalnya, sebagai negara bagian terpadat dan tersibuk, New South Wales dan Victoria memiliki kasus penyebaran COVID-19 yang cukup signifikan dibandingkan negara bagian yang lain. Untuk menekan penyebaran, pemerintah federasi membatasi perjalanan dari dan ke kedua negara bagian tersebut.
Syukurnya, kedua negara bagian ini telah berhasil untuk flatten the curve. Sebuah mukjizat sekali. Terutama untuk negara bagian Victoria dengan angka kematian akibat COVID-19 tertinggi di Australia, sejumlah 820 jiwa. Kini kasus positif COVID-19 di negara bagian Victoria sampai nihil, atau tidak ada kasus sama sekali.
Setelah berhasil menekan penyebaran COVID-19 di hampir semua negara bagian, akhirnya pemerintah negara bagian mulai mengizinkan perjalanan antar perbatasan tanpa harus karantina dua minggu terlebih dahulu. Sepertinya saat ini semua negera bagian sudah membuka perbatasan kecuali South Australia. Alhasil, saya pun bisa dan memberanikan diri untuk traveling ke kota Melbourne.
Walaupun Melbourne sudah aman, penggunaan masker saat berada di tempat umum masih diterapkan. Berbeda sekali dengan Canberra atau Australian Capital Territory (ACT) dimana penggunaan masker tidak wajib sama sekali. Jadi sepanjang tiga hari saya di Melbourne selalu menggunakan masker kemana-mana: di hotel, tram, restoran dan saat jalan kaki keliling kota.
Lalu bagaimana rasanya traveling saat pandemi? Jujur agak paranoid ya. Apalagi karena Melbourne satu-satunya kota yang sempat memiliki kasus positif dan kematian COVID-19 tertinggi. Tapi setelah ketemu teman-teman di Melbourne akhirnya mulai merasanya nyaman dan percaya diri bahwa kasus COVID-19 di Melbourne sudah tertangani (under control).
Sekarang saya sudah balik di Canberra. Tapi saya masih aja paranoid. Takut tiba-tiba saya tertular saat perjalanan di Melbourne dan saya secara tidak sengaja membawa virus ke Canberra. Jadi ragu untuk keluar dulu di Canberra. Harusnya sih nggak ya. Kan sudah nol karus.
Nah, selama di Melbourne saya jalan-jalan kemana aja? Jujur saya nggak banyak jalan-jalan selama disana, karena saya lagi ada kerjaan saat itu. Jadi saya cuma jalan-jalan dari pagi sampai jam 13.00 siang. Setelah jam 13.00 saya harus kerja. Jadi saya cuma memanfaatkan waktu dari jam 06.00 sampai 13.00 untuk jalan-jalan.
Walaupun begitu saya masih bisa mengunjungi tempat-tempat yang identik dengan Melbourne seperti:
Hari Pertama:
1. St. Kilda
2. Brighton Beach
3. University of Melbourne (Unimelb)
Hari Kedua
1. Queen Victoria Market (QVM)
2. Royal Exhibition Building
3. Immigration Museum
4. Makan di YOI dengan teman-teman 9W1 Melbourne
5. Victoria State Library (saya akhirnya kerja disini selama 3 jam)
Hari Ketiga
1. South Melbourne Market
2. Makan di Ayam Penyet Ria
3. Shrine of Remembrance
4. The Dock
Jujur, masih banyak sekali lokasi-lokasi yang ingin dikunjungi. Tapi karena waktu terbatas akhirnya yang bisa aku kunjungi baru tempat-tempat wisata dalam kota. Lain kali kalau ke Melbourne lagi ingin ke lokasi-lokasi seperti:
1. Sovereign Hill
2. 12 Apostles
Dan tentunya banya tempat-tempat lainnya.
Selanjutnya mari ngobrol tentang budget. Berapa uang yang dibutuhkan untuk tiga hari di Melbourne? Untuk ngomongin ini aku bagi jadi tiga bagian ya: transportasi, penginapan dan makan-makan.
Transportasi
Saya berangkat ke Melbourne dengan jalur darat menggunakan Grey Hound couch. Biayanya 130 pulang pergi (PP). Untuk transportasi dalam kota menggunakan kartu myki dengan harga 4.5 dollar sekali tap. Kota Melbourne menerapkan cap atau nominal harga maksimum yang kita keluarkan untuk transportasi dalam sehari, sejumlah 9 dollar. Jadi mau jalan sebanyak apapun kita hanya akan mengeluarkan uang 9 dollar dalam sehari.
Ada satu hal unik mengenai transportasi di Melbourne. Kita tidak perlu tap kartu myki untuk daerah central business district atau CBD. Dalam kata lain, transportasi gratis untuk wilayah CBD. Jadi kalau mau jalan-jalan sekitaran CBD aja, nggak akan mengeluarkan untuk untuk transportasi.
Penginapan
Selama di Melbourne saya menginap di City Centre Budget Hotel dengan harga 125 dollar 2 malam. Kebetulan saya menginap di kamar twin bed dengan teman saya. Jadi masing-masing kami mengularkan sekitar 63 dollar untuk 2 malam. Harga yang cukup bagus mengingat lokasi hotel ada di CBD.
Makan Makan
Bagi anak Canberra, Melbourne adalah syurganya makan-makan. Selain makanan biasaya, di Melbourne banyak restoran Indonesia. Akhirnya jalan-jalan ke Melbourne jadi ajang memenuhi kekangenan untuk makan makanan Indonesia. Selama di Melbourne kami coba tiga restoran Indonesia: YOI, Nelayan dan Ayam Penyet Ria. Menurut saya yang juara, Ayam Penyet Ria. Sambalnya khas ayam penyet banget.
Makanan di Melbourne rara-rata harganya 12-15 dollar untuk menu makan berat. Untuk kopi biasanya 5.5 dollar kalau minum di cafe. Kalau mau ngopi murah beli di Seven Eleven aja, bisa dapat dengan harga 2 dollar saja.
Kalau di total transportasi, penginapan dan makan-makan, budget yang perlu dipersiapkan untuk jalan-jalan selama tiga hari di Melbourne sebanyak 300-400 dollar. Tentuk balik lagi ke gaya traveling masing-masing. Kalau kamu bisa berhemat dimakanan mungkin bisa lebih murah lagi. Karena saya kangen makanan Indonesia dan mau menikmati jalan-jalan saya selama di Melbourne, saya cukup hedon dalam jalan-jalan kemarin.
0 comments:
Post a Comment