Mari Membaca Alqur'an Beserta Terjemahannya (Mengaji)



Beberapa bulan ini saya sedang rutin membaca Alquran beserta terjemahannya. Sebelumnya sudah lumayan sering mengkhatamkan Alquran terutama di waktu ramadhan. Tapi, kali ini aku merasa ada panggilan batin yang membuatku ‘komit’ untuk membaca Alqur’an beserta terjemahannya. 

Ada banyak hal yang membuatku memutuskan hal ini. Awalnya aku tak terlalu sering mengaji Alqur’an, minimal dua atau tiga kali seminggu. Yang tak pernah ketinggalan adalah malam jum’an. Surat yang aku baca hampir setiap minggu juga itu-itu saja. Surat Yasin untuk malam jumat dan surat Al-muluk untuk hari selain jumat. Itu membuatku merasa tak adil. Terlebih lagi dulu ketika di Adana ada seorang teman yang berkomitmen tak akan mengkultuskan Surat Yasin untuk dibaca khusus malam Jum’at. Simpelnya ia menganggap itu tak baik. “Kalau mau ngaji bersama, saya tidak mau surat Yasiin ya,” tegasnya.

Selain itu dibulan-bulan awal aku memutuskan untuk membaca Alqur’an beserta terjemahannya adalah program membaca Alquran yang sangat populer, ODOJ. Merasa tidak sanggup satu juz sehari akupun memutuskan untuk membaca semampuku. Akupun berkomitmen untuk membaca Alquran empat halaman sehari beserta artinya. 

Kesadaran ini juga didukung oleh kegiatanku ditahun-tahun terakhir ini. Sebagai mahasiswa sastra banyak sekali kegiatan atau tugas untuk menganalisa kata-kata atau makna yang terkandung dalam kata. Alangkah menyedihkannya ketika berkali-kali khatam Alquran namun kita tak mengerti apa yang telah kita baca. Dan juga sungguh menyedihkan ketiga menghabiskan waktu untuk menganalisa literature barat sedang literature Allah yang tak tersaingi hingga diabaikan. 

Aku bukan sedang bermaksud menjadi orang yang sok suci. Ada banyak hal yang mengganggu pikiranku akhir-akhir ini. Aku mecoba meminjam kata dari seorang sastrawan barat tentang kondisiku ini, William Blake, yaitu “Innocence” dan “Experience.” 

Sebelum ini aku melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah tanpa banyak tanya. Entah apa yang meyakinkanku saat itu yang jelas semua terasa seperti sudah terjawab. Tak ada yang perlu dipertanyakan. Namun akhir-akhir ini itu semua berubah. Banyak pertanya-pertanyaan yang aku sendiri tak mampu menjawab.

Setelah merenung beberasa saat aku akhirnya memutuskan untuk member difinisi “innocence” untuk saat-saat ketika aku melakukan semua dengan sepenuh hati tanpa mempertanyakan sedikitpun. Namun aku ingat betul aku banyak sekali bertanya ketika di pesantren namun kemana jawaban itu berlari?

Sedangkan untuk kondisiku saat ini kuberi label “experience.” Kemungkinan besar dosa-dosa telah membawaku keadaan ini. Perjalanan hidup yang penuh rasa membuka ataukah mengelabui otakku? Imanku? Entahlah. Yang jelas aku tak mendapatkan ketentraman hati seperti masa kecilku.
Keadaan ini membuatku mempertanyakan kembali, apa yang sedang terjadi padaku? Tak ada jawaban yang mencuat yang membuatku memutuskan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Setidaknya menyeimbangkan antara ambisiku pada dunia juga tidak melupakan hubunganku kepada Allah.
********
Kebanyakan isi Alquran berbicara tentang kisah para nabi dan rasul, kisah para pendusta, dan anjuran untuk beriman kepada Allah. 

Sekali lagi saya bukanlah orang yang ahli dibidang ini. Aku menulis ini berdasarkan apa yang ku rasakan ketika membacanya. 

Selain hal-hal yang sangat terlihat itu, ada satu hal yang sangat indah yang membuatku terkagum-kagum bahkan melibihi kagumku atas karya sastra yang penuh dengan misteri, yang seringkali membuatku melongo dan menahan nafas karena kagum. Kagum atas dalamnya makna yang terkandung dalam kata itu. 

Banyak hal yang digunakan dalam sastra salah satunya metaphor. Aku percaya semua yang ada dibumi ini adalah Allah asalnya. Begitu juga dengan kemampuan manusia dalam bermain kata. Itu adalah anugerah dari Allah SWT.  Itu pun aku buktikan ketika membaca Alqu’ran. Sebagai orang awam yang tak mengerti ilmu tafsir Alquran setidaknya inilah yang bisa aku lihat;

1.       Bagaiman Allah meyakinkan umatnya tentang kebenaran hari akhir, kiamat. Allah menggunakan metaphor tanah tandus untuk menjelaskan hal ini. Bagaimana tanah tandus dapat ditumbuhi oleh tanaman setelah dihujuni air, begitu pula manusia. Setelah dimatikan akan dihidupkan kembali seperti tanah tandus. Bayangkan betapa indah kata ini. Kalau tanah tandus saja dapat menumbuhkan tumbuhan ketika turun hujan apalagi manusia tentu Allah akan dengan sangat mudah dapat menghidupkan manusia kembali setelah kematian, mungkin begitulah bahasa lainnya. 

2.       Penyesalan yang Tiada Berguna. (Nauzubillahi Minzalik)
Jauh hari Allah telah mengingatkan tentang syurga dan neraka. Dan bagi orang yang tak beriman neraka adalah tempatnya. Sangat menyedihkan ketika kita baru sadar setelah berada di hari akhir, setelah kita membuktikan bahwa semua yang dijanjikan Allah itu benar adanya. Lalu kalaupun kita meminta kepada Allah untuk dikembalikan kedunia, agar bisa bertaubat, itu sudah terlambat. Nauzubillahi minzalik.

3.       Kesengsaraan dan Kebahagiaan adalah cobaan.
Apakah kita bisa melewati kedua hal ini? kata yang sering diulang adalah “Manusia ketika sengsara kembali kepada Allah, namun ketika diberikan kebahagian mereka lupa.”

*Alquran memuat banyak hal. Semua pertanyaan yang akan terjawab ketika kita membacanya dengan seksama. Saya bukan seorang yang ahli. Saja juga adalah pemula. Saya  juga adalah pencari jawaban. Maaf kalau saya keliru, karena kebenaran hanyalah milik Allah. Maaf juga tidak mencantumkan ayat atau surah, karena saya hanya menulis apa yang saya ingat dari apa yang saya telah baca.

Salah seorang teman complain ke saya, dia tidak percaya kepada Islam. Alasannya karena orang disekitarnya beribadah hanya karena sudah tua. Karena mereka menginginkan syurga. “Kenapa beribadah untuk syurga? Kenapa tidak untuk kenyamanan batin?” katanya.

Aku mencoba menjawab sebisaku. Agama tidak salah yang salah adalah pelakunya, manusia. Akupun menganjurkan dia untuk mebaca atau mencari tahu lebih dalam tentang agama itu sendiri. Lalu aku juga membela, mungkin Syurga itu sebagai motifasi? Sama seperti kita. Kita juga belajar biar dapat IP tinggi. IP tinggi untuk motifasi kita untuk lebih giat lagi belajar tapi dalam prosesnya kita juga harus menikmatinya.

“Doa”
Coba ingat-ingat lagi. Apakah doamu sama ketika masa kecil sampai sekarang? Aku sendiri ada banyak perubahan. Setiap kali berdoa aku lebih menekankan diriku untuk memohon “Ya Allah, kuatkanlah imanku.” Menyedihkannya aku jarang sekali berasa dalam kedaan “khusu.” Shalat dan berdoa selalu berjalan dengan sendirinya seolah-seolah aku hanya mengerakkan badan tapi batinku ada entah dimana. Astagfirullahalazim… “Ya Allah dekatkanlah aku padamu kembali. Janganlah engkah jauhkan aku darimu.”



0 comments: