#2 Hospitality Orang Turki
Ku akui ramadhan
kali ini lebih berwarna dari ramadhan tahun sebelumnya. Walapun tahun lalu juga
masih di Turki. Hanya saja berbeda tempat. Tahun lalu di Adana, salah satu kota
di bagian akdeniz Turki atau laut tengah dan sekarang di Izmir, kota di bagian
Aegean Turki.
Tempat baru
ternyata benar-benar memberikan suasana baru. Selama bulan puasa tahun lalu,
saya hanya berdiam dirumah bersama teman-teman Indonesia. Kalaupun keluar rumah
itu pun hanya untuk belanja bekal buka puasa atau pergi tarawih dimalam hari.
Tak banyak hal-hal unique yang tejadi.
Namun sepertinya keadaan yang seperti ini tak terlalu buruk untuk bulan puasa.
Bulan yang katanya adalah bulan untuk beribadah. Namun tak bisa disangkal bosan
kerap muncul. Kangen masakan dan suasana Indonesia adalah hal yang mau tidak
mau harus dihadapi.
Syukurlah.
Walaupun tahun ini intensitas baca Quran dan shalat tarawih berkurang tapi ada
rasa lain yang tercipta, kekeluargaan. Kekeluargaan yang sangat intim. Allah
seperti sedang menghibur saya yang sudah selama tiga tahun tidak berpuasa
bersama keluarga. Allah mengganti keluarga baru untukku disini.
Puasa kali ini
lebih bervariasi. Bukan hanya berdiam diri dirumah tapi lebih berada diluar.
Lebih banyak mengunjungi rumah-rumah keluarga Turki yang mengundang kami untuk
berbuka. Lebih banyak agenda buka bersama mahasiswa dan keluarga Indonesia.
Maklum saja, jumlah mahasiswa Indonesia di Izmir lebih banyak ketimbang di
Adana. Ada juga acara sahur keliling,
keliling ke rumah-rumah (apartemen) mahasiswa Indonesia yang tinggal di rumah.
Yang paling memorial adalah ketika aku memutuskan untuk jalan-jalan ke Ephesus.
Panas dan puasa tak menghalangi perjalananku kesana. Akan di tulis dilain kesempata.
Nah untuk kali
ini, saya akan bercerita pengalaman buka puasa dirumah orang Turki.
Kesan pertama
saya berbuka dirumah orang Turki adalah waw….. Hospitality
orang Turki sangat jauh berbeda dengan kita orang Indonesia. Bagi orang
Turki tamu ada raja. Kita tidak dibolehkan untuk membantu mereka dalam
menyiapkan makanan. Tidak juga untuk masalah mengisi air kedalam gelas. Mereka
menganggap hal itu tidak sopan.
Ketika orang
Turki menerima tamu, mereka secara total mengabdikan dirinya untuk tamu, full service. Tamu, bagi orang Turki, adalah
untuk dilayani. "Tamu tidak boleh melayani diri mereka sendiri." Ini
yang pertama.
Menu berbuka
orang Turki juga sangat banyak dan memiliki tahapan-tahapan tertentu. Bisa
dikatan untuk berbuka orang Turki punya 3 tahapan. Tahap pertama adalah appetizer atau menu pembuka. Biasanya puasa
dibuka dengan air putih dan kurma. Namun, biasanya juga ditengah-tengah sofra
(tempat makan) disediakan makanan lain seperti borek.
Dilanjutkan dengan makan corba atau
bubur. Ada banyak jenis bubur di Turki, yang paling saya suka adalah mercimek.
Untuk tahap kedua
adalah menu utama. Untuk menu utama tidak fokus disatu menu. Untuk tamu
biasanya mereka masak lebih spesial, serperti daging-dagingan. Menu yang paling
sering disajikan adalah firin tavuk atau
ayam yang di panggang di oven. Favorite
saya adalah maklube, nasi yang dimasak
dengan daging. Cara penyajiannya sangat unique,
dibiarkan berada dalam panci sampai waktu makan tiba. Pada waktu makan
ini akan menjadi pertunjukan yang sangat menarik, karena maklube yang masih di
panci akan ditelungkupkan kedalam wadah yang biasanya sudah tersedia lengkap
dengan salata (Turkish: salad) dan
yogurt.
Menurut saya
maklube adalah makanan Turki yang paling lezat setelah doner. Namun cara
pembuatannya cukup sulit. Hanya orang yang benar-benar ahli yang bisa membuat
maklube yang enak.
Selanjutnya
adalah menu penutup. Dimenu penutup biasanya ada buah atau manisan.
Belum selesai
disana. Setelah shalat magrib masih ada acara minum cay (teh Turki) dan
bincang-bincang ringan. Tema perbincangan biasanya tak jauh-jauh dari
perkenalan dan juga dihiasi dengan pertanyaan-pertanyaan penasaran mereka
tentang budaya Indonesia.
Coming soon, salah satu topik yang
kami bicarakan saat berbuka yang menurut saya sangat inspiratif.
0 comments:
Post a Comment