Akhir Cerita Visa


Setelah bersusah payah dengan lelucon yang dibuat oleh pihak kedutaan, akhirnya aku mendapatkan apa yang disebut "besusah-susah dahulu bersenang-senag kemudian." Walaupun tidak ada yang namanya 'kebahagian abadi' - hal yang selalu diperdebatkan di dunia film dan literatur. Para realist menganggap bahwa cerita yang berakhir dengan kebahagiaan bukanlah cerita yang yang sebenarnya. Karena kehidupan tidak pernah berjalan begitu. Hidup adalah campuran antara bahagia dan duka. Kedua kata sifat ini selalu berbaringan dan mereka selalu berlari mengelilingi roda kehidupan. Terkadang si Bahagia berada di roda paling atas. Lain kesempatan si Duka yang menempati posisi itu. Begitulah hingga akhir kehidupan.
Begitu juga dengan perjalanan visa ku. Sesaat setelah aku mendapat e-mail dari pihak kedutaan Belanda, otak ku langsung bergerak cepat. Tiket-tiket!! Setelah mengecek skyscanner ternyata harga tiket sudah naik dua kali lipat, dari 10€ menjadi 25€. Akupun langsung dibuat stress. Ternyata benar, rasa bahagia itu tidak permanen. Lima menit setelah membaca email bahagia, rasa Duka kembali mengungguli si bahagia.
Rencana awalku yang tidak muluk-muluk hanya ingin jalan-jalan di Italia (Roma-Pisa-Flowrence-Milan), namun setelah menerima penghinaan dari pihak kedutaan Italia yang menolakku bahkan sebelum dokumen yang ku siapkan diperiksa, akupun merasa bahwa aku harus membalas hutang budi kepada kedutaan Belanda yang telah berbaik hati menganugrahiku visa schengen. Hal lain yang membuatku nekad mau ke Belanda karena takut nanti di pinalti karena tidak mengunjungi negara yang mengabulkan visa.

Jadi akupun memutar otak gimana caranya bisa sampai ke Belanda, tanpa mengeluarkan uang terlalu banyak. Aku langsung melototi peta berjam-jam, dibarengi dengan melihat harga tiket. Hal ini berlangsung-berhari. Hingga hari ketiga setelah mendapatkan kabar dikabulkannya visa, akhirnya saya memutuskan untuk merubah rute perjalanan menajadi (Milan-Lyon-Paris-Maastrich-Amsterdam).

Kenapa Milan? Karena tiket langsung ke Paris atau Belanda sangat mahal hampir 100€. Akhirnya aku menjadikan Milan sebagai pintu gerbang menuju negara-negara Eropa lainnya. Entah mengapa tiket pesawat Romanian - Italia lebih murah dibanding negara-negara lainnya, termasuk Hungaria yang padahal tetangga terdekatnya. Alasannya mungkin karena pesawat jurusan Romania - Italia lebih banyak daripada negara-negara lainnya. Setelah hidup di Romania, aku melukan sedikir observasi, yaitu orang Romania banyak yang berimigrasi ke Italia untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih layak.

Nah.. tiket Bucharest - Milan pun aku kunci dengan harga 25 euro. Setelah riset ternyata bandara Malpensa lumayan jauh untuk sampai ke Milano Centrale, untuk menuju kesana aku harus merogoh kocek sedikitnya 10€. Pikirankupun langsung berputar 360 derajat. Tidak ada lagi kata berputar balik. Keputusan sudah dibuat dan aku harus menerima dan bertanggungjawab atas ketidak telitianku.

Dua hari sebelum tanggal keberangkatan aku berangkat menuju Bucharest, untuk mengambil paspor berikut tempelan visa yang sudah dijanjikan. Aku langsung berfikiran aneh lagi, bagaimana kalau email ini salah dan ternyata pengabulan permohonan visaku sebuah fiksi? Karena dibagaian akhir email ada tulisan yang menyatakan bahwa kemungkinan kesalahan adalah hal yang wajar. Pikiran anehku berikutnya, okeh visa ku di kabulkan tapi ternyata tanggal berlakunya dimulai bukan dihari penerbanganku? Untung kesemua pikiran aneh ini terpatahkan saat aku mengambil paspor. Malah sebaliknya visanya berlaku 3 hari lebih awal dari yang aku minta. Dan jumlah berlakunya 20 hari lebih banyak. Cuma satu yang sangat disesai, pihak kedutaan Belanda memberi single entry, artinya sesaat aku meninggalkan kawasan schengen langsung hangus sisa visa yang ada. Awalnya sempat membayangkan main ke Yunani di akhir februari. Tapi ya sudahlah ini kah permohonan visa schengen pertamaku. Aku harus mensyukuri apa yang aku dapat

0 comments: