Pengalaman Pertama Delay / Eropa Paska Kejadian Paris


Saya keluar dari hostel cukup awal, jam 8 pagi, menuju bandara Otopeni, yang kebetulan berada diluar kota Bucharest. Hari sebelumnya saya sudah bertanya ke pihak hostel cara menuju ke bandara. Jadi harusnya pagi ini tidak ada masalah. Tiket bus pun telah aku kantongi.

Bus menuju bandara beroperasi setiap 40 menit. Kebetulan halte pertama bus no 783 berada tidak terlalu jauh dari hostel, tepat berada di bundaran depan Parliament palace. Dari hostel cukup berjalan kaki sekitar 15 menit. Tiket nya juga cukup terjangkau- 8 lei untuk dua kali jalan.

Sesampainya di Bandara saya langsung masuk ke bagian penerbangan international, sebenarnya di Bucharest ini tidak terlalu kentara terminal penerbangan lokal dan international - mungkin karena penerbang antar Eropa sudah terlalu biasa disini. Setelah menunggu lima belas menit akhirnya di monitor tertulis tempat check in untuk wizzair. Saya langsung lari menuju antrian di depan konter wizzair.

Percuma lama mengantri, ternyata pas di konter, bukti check in online yg sudah saya print cuma di sobek, bukan diganti dengan boarding pass yang baru. Memang sih saat pemesanan tiket saya milih yang check in online, karena yg check in di bandara berbayar sekitar 5€ lagi.

Setelahnya aku dihadapkan pada pertualan untuk melalui banyak sekali pos, hal yang membuatku bernostalgia ke masa-masa SMP dimana aku masih aktif di pramuka. Di pramuka kami sering mengadakan hicking. Saat hicking para senior biasanya menyediakan pos berikut dengan tantangan, seperti menemukan kode agar diizinkan untuk lanjut ke pos berikutnya.

Pos pertama yang saya lalui adalah pos pemeriksaan tas, dimana Shampoo ku gugur ke tong sampah. Selanjutnya pos pemeriksaan paspor, dan pertanyaan tentang nama kembali hadir. Akhirnya barulah masuk kebagian gate dimana pesawat yang akan ditumpangi seharusnya bertengger. Namun tidak dengan pesawat ku hari ini. Setelah menunggu di gate itu satu jam lebih, akhirnya layar monitor menukar tujuan pesawat yang awalnya Milan menjadi Amsterdam. Sempat terbesit dikepalaku untuk berlaku nakal. Apa saya naik pesawat ini saja ya. Biar langsung sampai ke Amsterdam.

Tapi aku tidak segila itu. Rencanaku sudah bulat dan aku tidak akan membiarkan rencana yang bulat itu menjadi retak seperti kue ketawa. Saya pun dengan kadar positif yang tinggi berjalan cepat menuju gate yang baru, karena jam sudah menunjukkan -40 menit sebelum keberangkatan. Harusnya jam segini penumpah sudah dipersilahkan masuk kedalam pesawat. Ternyata kali ini ada hal yang unorthodox terjadi, delay! Wizzair akhirnya menjadi sang juara yang telah menancapkan rekor pertama menjadi pesawat yang memberiku pengalaman delay! Dengan begitu wizzair harusnya layak menerima medali warna merah di perjalananku selanjutnya. Tapi tiket pulang sudah terlanjur dibeli. Kalau begitu setelah selesai rute perjalanan ini, wizzair pasti akan mendapatkan hadiah yang layak ia embat.

Delay berlangsung sekitar 50 menit. Entah apa penyebab delay, tapi yang jelas saya menyaksikan betapa para penumpang didalam pesawat jalan berhamburan keluar pesawat. Sepertinya mereka adalah penumpang yang menuju suatu negara namun salah menaiki pesawat- atau pihak wizzair memutuskan untuk menggati pesawat lain untuk mereka. Apapun itu, tentu mereka sangat kesal. Begitu juga orang-orang yang menunggu mereka keluar yang menganggap mereka menjadi penyebab delay.

Perjalanan Bucharest - Milan berlangsung 1 jam 50 menit. Diudara perjalanan cukup membuat jantung grarap-grugup. Awan musim dingin menjadi penyebab terjadinya turbulan yang tak terhindari. Namun Alhamdulillah kami penumpang wizzair nomer 7135 sampai dengan selamat.

Oh.. ternyata untuk sampai ke Eropa tidak sesulit yang kupikirkan kataku. Namun aku berubah pikiran setelah keluar bandara. Terutama ketika melewati booth pemeriksaan paspor. Kejadian Paris beberapa bulan lalu membuat wajah Eropa berubah 360 derajat. Sekarang setiap wargawan asing harus melewati pemeriksaan ketat. Sampai-sampai ada yang ditanya tentang bukti keuangan. Karena tidak memiliki rekening koran akhirnya orang itu menunjukkan euro yang ada dikantongnya.

Saatnya saat maju ke booth pemeriksaan paspor. Saat ditanya ada tujuan apa ke Milan, saya jawab berwisata sekaligus bertemu teman, saya langsung dibiarkan lewat. Betapa saya merasa bahwa saya baru saja mendapatkan durian runtuh. Tidak saat saya sudah bebas keluar bandara. Tiba-tiba stuff bandara yang ditugaskan untuk memantau bagian tengah bandara memanggil dan memaksa saya untuk membuka tas. Saya tidak ada pilihan tapi membiarkan si petugas untuk memereteli barang-barang saya. Hal yang membuat saya kesal adalah tas saja jadi rusak. Zipper nya tidak bisa ditutup lagi. Saya pun tidak punya pilihan selain membeli tas baru. Untung Decathlon punya tas dengan harga yang terjangkau, 9€. Sulit rasanya melepaskan tas bodypack yang telah menemanikan hampir 4 tahun. Tapi aku yakin dia akan senang gugur dimedan pertempuran, karena tempat dimana ia dikuburkan adalah Milan. Ia bisa berbangga diri dengan kematiannya, karena dikuburkan ditanah para barang bermerk - dan ia pun bisa mengaku-ngaku menjadi bagian dari barang bermerk itu..

2 comments:

Unknown said...

Sübhanallah...pengalaman yang seru kak

adhari'sabroad said...

Iya Alhamdulillah seru banget. Walaupun waktu ngalaminnya sempet kesel sebentar. Tapinpas diingat2 manjadi pengalaman yang keren bgt