Dari kiri: mas Rusydi, mas Iqbal, saya |
Saya masih berada
dalam kedilemaan antara; pertama, bermalam lagi di Paris; kedua, mengikuti
rencana awal yaitu berangkat menuju Maastrich untuk menemui mas Iqbal; ketiga,
ke Maastrich tapi menghabiskan setengah hari di Brussels; keempat, langsung
saja menuju Amsterdam.
Pada akhirnya
semua kedilemaan ini menemui ajalnya masing-masing. Bermalam lagi di Paris
sudah tidak mungkin, karena saya sudah penak dengan keramaian Paris. Lagi pula,
esok hari adalah hari kerja. Tidak etis rasanya jika menginap dirumah orang
lain ketika si tuan rumah harus berangkat kerja di pagi hari. Dan disore hari
harus beramah-tamah dengan tamu.
Ke Maastrich
awalnya terdengar seperti pilihan yang tepat. Namun setelah mengecek harga
tiket, semuanya jadi bubar. Harga tiket naik sampai 2 kali lipat. Akupun
langsung menghubungi mas Iqbal dan mengutarakan rencana baruku yaitu langsung
menuju Amsterdam.
Pada poin ini
saya masih membuka kemungkinan untuk mengunjungi Brussels. Tapi setelah
mengecek jadwal bus, hampir tidak ada bus yang berangkat tengah malam.
Maksudnya, bus murah yang berangkat tengah malam. Saya selalu mencari bus larut
malam, karena dengan begitu saya tidak perlu mencari penginapan.
Pilihan terakhir
pun muncul kepermukaan yaitu langsung menuju Amsterdam! Bagaimana dengan
penginapan? Kesepakatan tentang penginapan dengan mas Iqbal dan mas Rusydi baru
mulai hari berikutnya - lalu bagaimana dengan satu malam ini? Saya yakin mas
Rusydi tidak masalah kalau saya datang sehari lebih awal. Hanya saja saya
merasa tidak enakan.
Bangga karena
berhasil mendapat tumpangan melalui couchsurfing akupun mencoba keberuntungan
lagi. Sempat beberapa kali mendapat respon tapi ternyata aku melakukan
kesalahan fatal, seperti mengontak orang dari kota lain - ex: bukannya warga
Amsterdam malah mengontak warga Utrecht.
Setelah gagal
mencoba beberapa kali, aku pun akhirnya pasrah dan memutuskan untuk menghubungi
mas Rusydi. Tepat seperti apa yang saya pikirkan dari awal beliau memang tidak
masalah.
Saya menghubungi
beliau melalui internet yang saya dapat di kantor pusat informasi turis yang
berlokasi tepat di depan stasiun kereta Amsterdam. Anehnya internet gratis yang
disediakan hanya berlaku selama 30 menit. Setelah 30 menit koneksi internet
hilang. Saya sempat kesulitan untuk menghubungi beliau.
Dalam pesannya
beliau menyantumkan no telepon, tapi setelah mencoba beberap kali gagal terus.
Beberap hari berikutnya kami baru sadar bahwa ada kejanggalan dari nomer
tersebut, yaitu kode negaranya! Mas Rusydi yang sempat mengambil master di
Turki ternyata mas tidak bisa move on dari nomer Turki hehehe… Nomer telepon
Belanda beliau malah diberi kode telepon Turki (+90). Saya menyadari ini kami
pun tertawa keras :D :D :D
Tapi tidak
masalah. Gagal menelpon beliau, akhirnya beliau berinisiatif menanyai lokasi
saya sore itu dan menjemput saya dari lokasi.
Sejak pertemuan
pertama ini saya langsung merasa cocok. Mungkin karena kami berdua mempunyai
background Turki. Obrolan seputar Turki pun jadi tak terelakkan. Mulai dari
obrolan politik, sosial dan makanan. Semuanya terbahas tuntas dalam waktu tiga
hari saya menginap di apartemen beliau.
Selain menjadi
host, beliau juga guide bagi saya. Tinggal selama lebih dari setahun di
Amsterdam, sedikit banyaknya telah memberikan informasi kepada beliau tentang
realitas kehidupan disana. Akhirnya saya pun langsung melayangkan pertanyaan
kepada beliau tentang Amsterdam, seolah-olah beliau adalah warga lokal. Saya
akui beliau memang sudah sangat akrab dengan kota tempat domisilinya itu.
Kelebihan
menginap dengan mas Rusydi adalah, beliau ikut langsung dalam mengantarkan kami
(saya dan mas Iqbal) mengelilingi kota Amsterdam. Saya sangat senang, karena
didua kota sebelumnya, Milan dan Paris sama mengelilingi kota sendirian -
kalaupun ditemani oleh seseorang hanya sebentar. Padahal waktu di Milan saya
punya potensial untuk mendapat guide. Tapi karena koneksi internet yang sulit,
saya akhirnya baru mendapat guide (artian: teman) disore harinya. Sejam sebelum
jalan-jalan usai.
Saya sangat
bersyukur karena perjalanan saya mengelilingi Eropa penuh dengan kemudahan.
Dari awal saya memang sangat cemas dengan permasalahan finansial. Tapi Allah
membantu saya dengan berbagai cara - melalui orang-orang yang super baik yang
saya temui di tengah perjalanan. Tak ada yang ingin saya ucapkan, selain rasa
syukur kepada Allah SWT - karena telah mengizinkan saya untuk melakukan
perjalanan mengelilingi sebagian kecil buminya di penghujung tahun 2015
kemarin.
Terimaksih Allah.
Terimakasih Ayah Ibu yang selalu mempercayai dan mendukung semua keputusanku.
Terimasih kepada Mba Eci dan keluarga (Milan), mas Doni (Paris), mas Rusydi dan
keluarga (Amsterdam). Terimakasih teman-teman baru yang aku kenal di perjalanan:
Cristian (Mexico), Diana (Colombia), Yassine (Moroccon-Belgian), Dua cewek
Latin yang sempat mengobrol dengan saya di stasiun Lyon - mereka sedang
menunggu kereta pagi, tapi karena stasiun di tutup jam 1, mereka harus menunggu
di luar stasiun padahal lagi musim dingin. Terimakasih mas Angga yang sudah
menemani saya di Milan. Terimakasih Dee dan teman yang satunya, saya lupa,
mahasiswa master di UK yang sedang travelling ke Amsterdam juga - kami ketemu
di stasiun Bercy, Paris. Terimakasih mba Artina dan Silvi, teman yang selalu
komunikasi melaui whatsapp tapi belum ketemu padalah senegara HEHE Terimasih
dari hati terdalam :) Masih bayak orang yang ikut andil dalam menguatkan hati
saya untuk melakukan perjalanan ini dan walapun tak terucap aku sangat berterimakasih
atas keberadaan kalian :) :)
0 comments:
Post a Comment