Screeshot from ebook purchased on google book |
2016 baru saja
mulai. Sejak tahun 2015 kemarin saya membuat komitmen baru - atau lebih
tepatnya berkomitmen untuk satu rutinitas baru yaitu menetapkan target bacaan
di goodreads.com. Tahun ini saya menargetkan angka 30, setelah sebelumnya gagal
dengan angka 50. Dan bajaan pertama yang saya selesaikan adalah novelet Dewi
Lestari: MADRE.
Sudah lama
mendengar novelet ini, bahkan saya juga pernah secara tidak sengaja melihat
promosi film yang diadaptasi dari novelet ini di timeline Facebook saya. Tapi
entah kenapa baru hari ini saya berkesempatan untuk membacanya. Dan membacanya
novelet ini pun terjadi dengan sangat kebetulan. Hmmmm….. Untuk pentingan
novelet ini saya ingin meralat kata-kaya saya, seperti halnya yang dikatakan
oleh pak Hadi "tidak ada yang namanya kebetulan!"
Hari ini saya
sedang pusing berurusan dengan dunia sastra. Saya memulai hari dengan
pertanyaan yang berhubungan dengan Mrs. Dalloway-nya Virginia Woolf yang sangat
menguras energi dan pikiran. Terutama teknik menulisnya.
Belum cukup, saya
pun melanjutkan dengan Ulysses-nya James Joyce. Kedua penulis ini sama
kejamnya. Untuk dunia sastra mereka berdua adalah sebuah anugerah. Namun bagi
mahasiswa sastra sepertiku mereka berdua seperti kelam dibalik bulan purnama.
Sesaat bisa membuat kami terkagum-kagum. Namun dalam waktu bersamaan mereka
bisa berubah menjadi ancaman. Terutama saat ujian tiba.
Virginia Woolf
dengan Free Indirect Discourse-nya, dan James Joyce dengan Stream of
Conscious-nya.
Dalam keadaan
penak akupun secara alam bawah sadar mengotak-atik tablet. Kebetulan aku belum
jauh dari aktivitas membuka Google Play Books - sisa-sisa berkutik dengan
sastra sebelumnya. Tak sengaja akupun menuliskan kata kunci Dewi Lestari
disana. Munculah beberapa karya beliau. Saya terkaget dengan harga e-book Madre
yang kurang dari 3TL. Sebagai penggiat sastra dan orang yang perduli dengan
sastra Indonesia, saya merasa punya beban moral untuk membeli buku elektronik
yang satu ini. Apalagi dengan harganya yang sangat bersahabat.
Saya memulai
dengan membaca beberapa halaman. Tak sanggup melepaskan Madre walaupun saat
masak dan makan akhirnya saya sukses menyelesaikan madre dalam dua jam setengah
- saya tidak tahu pasti, saya tidak mengitung waktu. Tapi bukan hal yang harus
di koar-koarkan Madre hanyalah sebuah novelet dengan 45 halaman versi elektronik.
Screenshot from ebook purchased on googlebook |
*******
Madre adalah
kisah biang roti yang bertemu dengan tuannya titik. Selesai! Bercanda HEHEHE
Tidak mungkin sesimple itu. Kalau sesimple itu bukan Dee namanya.
Setting kisah
Madre bermula di kuburan. Surat yang penuh tanda tanya membuat Tansen berada
pada pilihan yang tumpu - harus menghadiri prosesi penguburan - karena secara
tiba-tiba lelaki tua yang yang mayatnya baru dikuburkan itu menuliskan nama
Tansen disurat wasiatnya. Hal ini tentu membuat Tansen bertanya-tanya. Dan
dengan menghadiri prosesi penguburan ini dia berharap bisa menemukan jawaban
atas semua kenanehan ini.
Setelah prosesi
penguburan, pengacara pak Tan - alhmarhum yang menuliskan nama Tansen sebagai
pewarisnya - mengajaknya berbicara. Hal ini berujung pada penyerahan amplop
yang berisi alamat dan kunci.
Tansen pun tidak
punya pilihan lain, selain mengunjungi tempat itu dan mencari tahu warisan
apakah yang ia terima. Ternyata selain warisan dia juga menerima hal baru yaitu
sejarah keluarganya. Satu hari mampu merubah bertahun-tahun sejarah keluarga
yang Tansen telah simpan didalam memorinya.
Dari penjelasan
pak Hadi, tangan kanan sekaligus karyawan Tan de Bakker, Tansen mendapat
informasi baru tentang aliran darah yang mengalir ditubuhnya. Tansen besar
dengan cerita bahwa dia adalah campuran Tasikmalaya dan India. Namun siapa
sangka semua cerita itu keliru. Salah satu penjelasan yang di sediakan Dee atas
kekeliruan ini adalah kondisi keturunan perempuan yang selalu bernasib sial:
mati muda.
Ceritanya yang
sesungguhnya Tan adalah kakek kandung Tanse dari pihak ibuya. Tan dan Laksmi -
nenek Tansen yang keturunan India - menikah dan mendirikan sebuah toko roti
yang saat ini biang rotinya diwariskan kepada Tansen. Ibunya yang meninggal
saat Tansen masih bayi, membuat Tanse besar dengan cerita yang keliru.
Hari pertama
Tansen tidak tahu harus menyikapi semua berita yang penuh dengan tanda tanya
ini. Tansen yang selama ini berdomisili di Bali dan tidak memiliki pekerjaan
tetap selain nge-blog, akhirnya membuat sebuah tulisan tentang biang roti yang
diwariskan kepadanya dan mem-postingkanya di blognya.
Awalnya dia
meremehkan biang roti itu. Bahkan ia sempat menyuruh pak Hadi untuk
membagikannya kepada orang miskin. Namun siapa sangka kombinasi biang roti dan
postingannya di blog bisa mengubah hidung Tansen selama-lama. Perubahan apakah
yang terjadi kepada hidup Tansen? Dan wanita manakah yang berubahan itu? Baca
cerita selengkapnya didalam novelet Madre!
Teknik-teknik
sastra yang di aplikasikan didalam novelet ini:
- Foreshadowing/ Prophetic Element
Saya
tidak tahu apa kata yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk kedua istilah ini.
Forshadowing adalah teknik yang digunakan dalam sastra dimana dipenulis
menyematkan kode-kode pada awal cerita yang berhubungan erat pada kelanjutan
pada bagian akhir cerita.
Dalam
novelet ini misalkan ketika Dee menceritakan kebiasaan Tanse nge-blog. Kalau
dilihat ngeblog dan biang roti tidak punya benang merah sama sekali. Tapi bukan
buat Dee yang seorang penulis profesional. Blogging saja bisa menghadirkan
warna baru di kronologi cerita Madre ini. Sebut saja bertemunya Tanse dan Mei
yang nantinya kan merubah segala-galanya. (Saya tidak mau terlalu menspoil
akhir cerita)
- Open-ended
Pada
permasalahan identitas keturunan yang mengalir pada Tansen, kisah ini mungkin
adalah sebuah kisah yang lengkap dengan resolusinya. Namun pada kisah cinta
Tansen dan Mei, cerita ini adalah sebuah open-ended. Kita tidak tahu apakah
mereka akan menjadi sebuah pasangan suami-istri atau hanya partner kerja.
- Genre
Secara
genre novelet ini adalah sebuah romansa tapi bukan romansa yang sentimental.
Kata romansa sering dikaik-kaitkan dengan sentimentalitas, tapi dengan dengan
yang satu ini. Ada banyak hal yang disematkan dalam kisah romansa. Romansa
tidak melulu harus kisah cinta seorang pria dengan wanita. Bisa saja kisah
seorang lelaki yang menemukan jati dirinya seperti kisah Tanse didalam novelet
Madre ini.
Awalnya
Tanse sangat tidak suka dengan keterikatan. Namun siapa sangka, pangdangannya
terhadap kehidupan berubah 100 persen setelah ketemu dengan pak Hadi dan
keluarga Tan de Bakker lainnya. Akhirnya secara berangsur-angsur Tansen bisa
menerima ide keterikatan pada satu hal, terutama pada satu profesi.
Hal
ini membuatku berpikir seandainya Dewi Lestari hidup dan besar di Amerika tentu
karyanya ini akan diadaptasi menjadi film romantic-comedy (romcom) yang
diperankan oleh aktor-aktor sekaliber Jennifer Lawrence dan Bradley Cooper.
Bradley Cooper akan memerankan tokoh Tansen dan Jennifer Lawrence akan
memerankan tokoh Mei. Tentu ini hanya sebuah hanyalan. Tidak mungkin juga
deskripsi Mei cocok dengan karakter fisik Jennifer. Mei kan keturunan Tionghoa.
Saya
hanya menyangkan penulis yang sangat mahir seperti Dewi Lestari karyanya hanya
mandet di Indonesia saja. Saya rasa tulisan-tulisan Dewi Lestari tidak kalah
bagusnya dengan tulisan-tulisan world best seller seperti The Fault in Our
Stars-nya John Green dan lain-lain. Kekurangan Dewi Lesatari hanya karena dia
menulis dalam bahasa Indonesia dan lahir Indonesia. Itu saja!
Berharap
penerbit dan literary agent di Indonesia melihat hal ini. Dan berupaya
mengusahakan pemasaran dan penerjemahan karya sastrawan Indonesia kedalam
bahasa inggris. Ini sangat miris. Bagi penulis sendiri, tidak ada salahnya
untuk unjuk diri di event-event internasional. Dengan menghadiri event
internasional sedikit demi sedikit penulis Indonesia akan lebih dikenal dan
karyanya akan bisa lebih dilirik. Menurutku strategi pemasaran inilah yang
digunakan oleh banyak sastrawan Turki seperti Elif Shafak dan lain-lain.
Sebagai seorang penulis tentu punya pesan-pesan sosial tertentu yang disematkan
didalam karya-karya. Dan bagi sebagian penulis pesan sosial itu juga diperlebar
dengan menyuarakannya di event-event sosial seperti misalkan penulis yang bergerak
dibidang emansipasi wanita bisa menghadiri event yang bersangkutan. Yang
tertari dengan isu pemanasan global bisa menghadiri isu yang bersangkutan juga.
Saya
cinta Indonesia dan bidang yang saya sangat peduli adalah dunia membaca dan
sastra. Karenanya saya berharap sastra Indonesia bisa lebih baik kedepannya.
Dengan mempromosikan karya sastrawan Indonesia kedunia luar. Dan juga bagi
orang Indonesia mari budayakan membaca!
0 comments:
Post a Comment