Beberapa minggu ini saya sering sekali membahas tentang
wisuda dan perbandingan seremoni wisuda antara universitas-universitas di
Indonesia dan di Turki. Dan Alhamdulillah, kemarin tanggal 24 Mei 2017, jam
19.30 – 22.30 waktu Turki, kami mahasiswa dari fakultas Fen Edebiyati (the
Faculty of Letters) Universitas Celal Bayar Manisa, telah diwisuda.
Ada perasaan campur aduk yang bergulat didalam benak saya
kala itu. Pertama adalah ketidakhadiran orangtua. Sebenarnya sejak pertama kali
memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Luar Negeri saya sadar bahwa orangtua
saya tidak akan bisa hadir dalam acara wisuda saya. Namun mengingat ibu saya
sering sekali ikut rombongan keluarga besar berbondon-bondon ke kota besar
seperti Banda Aceh, saat ada anggota keluarga mereka yang diwisuda, saya tidak
bisa menahan untuk bercengeng ria. Saya pikir: ibu saya nekad melihat anak
saudaranya wisuda. Namun, saat anaknya sendiri diwisuda mereka tidak mampu
hadir karena jarak dan kondisi keuangan. Mereka tidak bisa berdandan rapih dan
duduk diatas kursi gedung wisuda yang telah direservasi khusus utuk mereka. Mereka
tidak bisa menyaksikan dengan bangga bahwa anaknya masuk dalam kategori lulusan
terbaik dijurusannya. Semua ini sungguh membuat dada sesak.
Namun, saya sadar bahwa kehadiran fisik bukanlah
segalanya. Saya dapat merasakan spirit mereka hadir dalam hari bahagiaku itu. Saya
dapat membayangkan kebahagia dan keharuan terlukis diwajah mereka. Dan itu
lebih penting dari segalanya. Melalui telepon ku sampaikan semua detail resepsi
acara wisuda hari itu dan mendengar nada kebahagian hadir dari suara syahdu
mereka, cukup mengobati segala kekurangan dari hari penting ini.
Dan hari itu mengajarkanku satu hal! Keluarga kandung adalah
mutlak. Namun, selain keluarga kandung, ada keluarga lain yang mensubtitusi
keabsenan keluarga inti. Bagiku pribadi, mereka adalah PPI Adana dan PPI Izmir.
Selama kehidupan saya di Turki, kedua keluarga ini yang telah mensubtitusi
keabsenan keluarga inti. Mereka memberikan selimut kehangatan, ketika selimut
itu mulai dingin saat berpisah jauh dari keluarga inti.
Satu tahun pertamaku di Turki kuhabiskan di kotaAdana,
dimana segalanya terasa buram, dan PPI Adana lah, yang merangkulku ditengah
ketakutan, masa-masa kelam, dan masa-masa tersulitku selama di Turki kala itu. Terimakasih
untuk pak Muhammad Nasir Rofiq, bang Salahuddin Al-Ayubi, mas Adi Surya, Alvi,
Gunawan, Regi dan Andria bi, Syauqi, Dirga, Tri, Nurul, dan Latifah yang telah
menjadi keluarga pertamaku di Turki.
Namun selanjutnya saya pindah ke kota Manisa, kota kecil
yang bahkan hampir tidak ada orang Indonesia sama sekali. Untunglah kota Izmir
tidak begitu jauh dari Manisa. Dalam masa-masa yang juga sama sulitnya seperti
ketika di Adana, Allah mengenalkanku dengan teman-teman di PPI Izmir. Mereka dengan
instan menjadi keluarga bagiku. Ketika berkumpul bersama mereka aku bisa
melupakan sejenak kemelaratan hidupku (mungkin ini adalah sebuah hiperbola
mengingat ada banyak orang yang lebih nelangsa dariku seperti korban perang
dll). Mereka memberikanku kembali rasa yang semakin hari semakin menghilang
dari lidahku. Dalam waktu 4 tahun terakhir, kami berkumpul untuk sekedar
merasakan kembali kehangatan keluarga. Namun lebih dari itu, terkadang kami
juga tinggal bersama selama musim panas – masa-masa yang tidak akan pernah aku
lupakan. Terimakasih teman-teman PPI Izmir. Emencim!
Gua nggak akan lupa hari itu, saat lu ngasih gaji lu sebagai translator ke gua
karena lu prihatin dengan kondisi gua yang datang ke Izmir untuk kerja seharian
dengan gaji hanya 50TL. Dan waktu itu gua lagi sakit gigi. Kata dokter gigi
harus di operasi kanal dan gua nolak karena gak punya uang atapun asuransi. Dan
lu dengan perhatiannya ngasih uang itu. Makasih men. I know you will be always
a dear friend to me. Juga mas Maulana dan mas Iqbal, yang sudah sudi
nampung saya setiap kali musim panas tiba. Terimakasih banyak untuk teman-teman
PPI Izmir lainnya yang sudah menjadi bagian hidup saya. Kalian akan selalu
menjadi bagian hidupku.
(Hatice, Prof. Anthony Patterson, Yagmur, Adhari, Gizem, Rukiye, Lemesa Chitata) |
Dan makna keluarga ini terbukti dihari terpenting
kehidupan S1 saya kemarin. Dihari dimana kehadiran keluarga sangat krusial
secara batin, mereka hadir mengisi kotak kosong itu. Dan ini membuktikan bahwa keluarga
ada dimana-mana. Terimakasih kepada Alvi, pak Agustin, mba Lyla, mba Erna, dan
Akbar yang telah rela untuk hadir kemarin. Saya sadar lokasi kampus saya memang
agak terpencil dan yang membuat segalanya lebih runyam, acara wisudanya mulai
jam 19:30. Tapi despite all of that, kalian
hadir dan aku sangat mengapresiasi itu.
*******
Detail
Acara Wisuda:
Sejak bangun untuk shalat subuh, saya merasakan antusiame
yang sangat tinggi. Dan kebiasaan saya, ketika kadar antusiasme terlalu tinggi,
saya tidak bisa tidur. Ini kerap terjadi ketika saya akan melakukan perjalanan
jauh, ketika akan presentasi dll. Hal serupa terjadi padi hari kemarin, hari
wisuda saya. Biasanya, pada saat bangun shalat subuh saya masih mengantuk. Tapi
kemarin, saya melek dengan seketika.
Saya mulai gusar dan gak sabaran, seolah saat itu tidak
pernah datang. Jam 8 pagi dan saya pikir, ah… masih 11 jam lagi. Ide buruk! Jangan
pernah menghitung waktu. Ini hanya akan memperlama segala hal untuk kenyataan. Walaupun
sebenarnya tidak selama yang kita pikirkan. Antusiasme dan kegugupan membuat
segalanya menjadi tidak terkendari.
Untuk memanipulasi emosi saya, saya pikir mending saya menyibukkan
diri dengan menonton film yang ditugaskan oleh dosen untuk topik ujian hari
selasa nanti. Tidak berhasil. Saya masih saja terlalu antusias dan tidak
sabaran. Namun ternyata waktu belalu juga. Just
because you are nervous doesn’t mean time will stop!
Jam 17:20, teman-teman dari Izmir mengabarkan bahwa
mereka akan sampai sebentar lagi. Barulah saya bersiap-siap untuk berpakaian
rapih, jas warna biru navi dan sepatu cokelat senada dengan warna ikat
pinggang. Tidak lupa kemaja putih dan dasi berwarna campuran biru dan unggu
bertengger rapih di leher saya. Ternyata mereka sampai, sebelum saya siap. “kenapa
saya tidak siap-siap dari jam 17:00 saja. Biar pas mereka sampai, bisa langsung
duduk dan ngobrol atau foto-foto.” Tapi saya pikir, acaranya baru mulai jam
19:30 kenapa saya harus siap-siap terlalu awal. Pelajaran! Everything can go
wrong!
Rapih dan siap saya pun keluar asrama. Pak Agustin dan
teman-teman sudah menunggu dibanggu didepan asrama. Kami salaman dan foto-foto.
Saya minta tunggu teman-teman kamar saya (Ali Tolu dan Melih Kaya) yang
kebetulan juga lulus hari itu untuk datang sebenar dan berfoto. Setelahnya kami
makan dan shalat ashar. Barulah kami menuju lapangan olahraga, tempat acara
wisuda berlangsung. Segalanya berjalan begitu cepat! Kami tidak sempat
befoto-foto. Satu-satunya foto kami bersama hanya didepan asrama. Satu hal yang
saya sesali!
Berbeda dengan perasaan saya dipagi hari dimana waktu
rasanya macet, disaat acara jam rasanya berputar terlalu cepat. Tiba-tiba kami
disuruh berbaris untuk berjalan didepan hadirin wisuda. Kemudian pidato
sambutan dari rektor. Pidato dari juara umum sefakultas. Kemudian pembagian
piagam kepada 3 mahasiwa dengan IPK tertinggi sefakultas dan sejurusan. Kemudian
setiap nama mahasiswa yang lulus di panggil satu persatu dari setiap jurusan. Kemudian
selesai. Sebenarnya acaranya lumayan panjang, apalagi bagi hadirin. Tapi bagi
saya, malam terlalu cepat datang hari itu. Coba masih terik kan bisa foto-foto
dengan pak Agustin dan teman-teman.
Dan begitulah acara wisuda kami disini. Salam class of
2017! Semoga kita semua berhasil didunia kerja ataupun bagi yang melajutkan
pendidikan S2, sukses dengan pendidikan selanjutnya. Bagi teman-teman yang masih
berusaha untuk lulus, semoga cepat lulus dan bisa melanjutkan cita-cita lainnya.
NB: foto bareng temen-temen PPI Izmir belum di kirim. Dimasukin nanti deh.
0 comments:
Post a Comment