Hari: Ibu.... Aku Pulang (4)

Foto Keberangkatan ke Turki di Tahun 2012
Kudengar kabar dari teman-teman seperantauan, kata mereka sedang ada promo besar-besaran dari maskapai Qatar. Aku pun penasaran dan langsung menuju website resmi

Qatarairways.com. Benar saja, promo yang disebut-sebut memang ada. Sejauh pengetahuanku harga yang ditampilkan memang jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Atau mungkin itu hanya persaaanku saja. Aku tidak pernah pulang, oleh karenanya pendapatku mungkin tidak seakurat yang aku claim.
Dadaku semakin tidak karuan. Aku sedang kesal kepada ayah yang tidak mengambil serius tentang permasalahan pulangku ini. Aku jadi berfikir ulang, mengabarkan ayah tentang harga tiket yang murah ini atau diam saja menunggu ayah yang memberi kabar terlebih dahulu.

Aku mencoba berekting dingin. Tidak menelpon beberapa hari. Tapi aku dapati diri ini gemas membayangkan tiket yang sejatinya bisa membantu kepulanganku malah hangus karena aku menyia-nyiakannya. Aku kempali kepada pokok argumentasiku, "kalau ada tawaran yang murah kenapa kita harus menunggu sampai harganya kembali ke harga awal?". Kata-kata itu mendominasi isi kepalaku. Aku tidak bisa berdiam diri lagi. Ku ambil tablet, mengecek sisa pulsa skype yang ternyata sisa sedikit. Tidak lebih dari satu euro. Aku mencoba mengatur strategi, bagaikan seorang pelamar pekerjaaan yang dituntut membuat calon bos-nya tergakum-kagum dalam waktu interview yang terbatas, aku pun dengan seksama menggunakan sisa pulsa 1€ ku untuk meyakinkan Bapak. Dan aku menambah satu catatatan pada diriku sendiri JANGAN SAMPAI TERBAWA EMOSI. TETAP TENANG

"Pak, Assalamualaikum"

"Ada apa Hari"

Seperti biasa Bapak selalu memberi jawaban yang membuatku merasa bahwa setiap kali aku menelpon hanya karena aku menginginkan sesuatu darinya. Iya, kali ini aku benar-benar menginginkan sesuatu.

"Sekarang ini lagi ada tiket promo pak dari Maskapi Qatar. Kalau bapak benar-benar ingin aku pulang, ini adalah saatnya pak.

"Oya pak, saya cuma ingin bilang bahwa saya tidak masalah sekalipun tidak jadi pulang tahun ini. Tapi saya cuma ingin keputusan. Kalau jadi pulang, kita beli tiketnya sekarang juga. Selagi ada promo. Kalau pun tidak kita putuskan sekarang"

"Jadi.. Jadi... Tapi kita tidak bisa beli tiketnya sekarang. Tenang lah, nanti kalau sudah ada uangnya langsung saya kirim."

"Tapi nanti masa promonya habis pak? Harganya bisa lebih mahal"

"Tidak apa-apa walaupun mahal, yang penting kamu pulang tahun ini?"

Aku mendapati diriku mengatakan, "kalau yang promo begini saja kita tidak sanggup beli, bagaimana mungkin kita bisa beli tiket yang harga normal Pak?

"Menurut saya, keputusannya adalah kita beli tiket promo ini atau tidak pulang sama sekali. Saya tidak mau merasa bersalah karena mengabiskan terlalu banyak uang demi kepulangan ini."
Bapak mencoba menenangkanku tapi tidak juga sampai pada titik tertentu dimana pulang atau tidak diputuskan dengan tegas. Kami pun menututup telpon tanpa ada keputusan.

Hari-hari berlalu lagi tanpa ada keputusan. Sebentar lagi ujian akhir semester dimulai. Suasana hati saya jadi tidak bersemangat untuk belajar. Dalam kekesalan yang bergemuruh aku mencoba melewati hari-hari.

Kalian boleh saja menghakimiku, tapi kalian tidak tahu betapa menderitanya hidup tidak bisa bertemu dengan keluarga sebegitu lamanya. Empat tahun bukanlah waktu yang sedikit. Banyak hal yang telah berubah. Banyak berita kematian yang terdengar dan banyak pula berita kelahiran yang mewarnai. Yang paling menyedihkan dari semua peristiwa itu, kau hanyalah pendengar berita dari kejauhan. Kau tidak termasuk dalam bingkai kebahagiaan ataupun duka. Kau hanyalah orang yang terdampar.

Seberapa besar pun ego ku untuk tidak menelpon Bapak lagi, aku tetap mengingkarinya. Dalam hatiku terbesit keinginan besar untuk bisa pulang tahun ini, untul bisa bertemu ibu dan bapak, keponakan yang entah bagaimana sudah berjumlah empat saja. Bahkan keponakan pertama pun baru beberapa kali ku lihat wajahnya, dan ternyata jumlah berekan telah bertambah empat kali lipat.

Saat itu aku sedang berada di Ä°zmir menghadiri konferensi Sastra. Dan Bapak akhirnya menelpon mengabarkan bahwa beliau telah mengirim jumlah uang yang saya sebutkan. Tidak seluruhnya tapi 80% dari jumlah yang saya sebutkan. Saya rasa itu sudah cukup. Toh saya juga punya beberapa limit dalam kartu kredit yang bisa menanggung kekurangan harga tiket.
Hari itu juga aku membeli tiket tanpa bertanya kanan-kiri. Hal yang dikemudian hari aku sesali. Seharusnya aku bisa berada disatu pesawat dengan beberapa teman, namun karena antusiasmeku yang meledak-ledak, aku tidak sanggup lagi untuk menunggu barang sedetik untuk membeli tiket kepulangan.
Ku tulis di google "Qatar Promo to Malaysia," dan satu laman terbuka. Ku tulis tujuan keberangkatan dan kepulanganku. Kutemukan harga tiket yang sama masih bertengger disana. Dengan cepat aku mengecek tanggal dan hari kepulangan yang pas.

Menurut kalender akademik (tahun lalu) ujian akhir semester dimulai akhir Mei. Dan seperti biasa ujian berlangsung dua minggu, di tambah dua minggu lagi untuk remedial. Sebelumnya belum pernah ada kasus remedial tapi mengingat perubahan suasana hati yang tidak menentu segalanya bisa saja terjadi.
Dan begitulah rencana kepulanganku terususn. Aku akan pulang ke Indonesia setelah minggu remedial. Tidak perduli apakah aku masuk remedial atau tidak, aku hanya ingin berlaku aman. Ketika aku pulang, puasa hanya tinggal beberapa hari saja. Tidak mengapa, beberapa hari sangat cukup untuk membayar empat tahun berpuasa tidak bersama keluarga. Aku hanya ingin menyicipi pecel buatan ibu.

Dalam detak jantungku yang tidak karuan, ku tulis satu pesatu nomer kartu kredit. Selanjutnya aku mengisi kolom nama, tanggal penutupan kartu kredit, dan kode. Sebelum mengklik lanjutkan, aku kembali berfikir tidak karuan. Ada perasaan bahwa suatu kesalahan telah aku lakukan saat pemilihan tanggal, nama, no paspor dan lain-lain. Aku pun mengulang lagi seluruh proses dari awal. Tidak hanya sekali. Ku lakukan kegiatan aneh ini sampai berkali-kali, sampai hatiku telah yakin bahwa aku telah melakukan segalanya dengan benar.

Di kali yang kesepuluh, aku pun akhirnya menekan pilihan "lanjutkan" dan ponselku pun langsung berdering. Sebuah sms masuk dari Iş bankası yang berisi kode keamanan. Ku tulis satu persatu sambil menarik nafas pelan-pelan. Dan transaksi pun sukses. Aku akan pulang beberapa hari sebelum lebaran idul fitri, momen yang sangat tepat karena dalam waktu bersamaan aku bisa bertemu dnegan sanak saudaraku. Dan aku akan kembali ke Turki beberapa minggu setelah Idul Adha, suatu keputusan yang sangat aku senangi. Sampai jumpa Indonesia, sampai jumpa Kota Dingin Bener Meriah, sampai jumpa Ibu, sampai jumpa keluarga...

0 comments: