Ditanah air sebutan “crisis nationalism” masih kerap kita
temui. Ada yang beralasan bahwa para
pejabat negerilah yang berperan aktif dalam hal ini. Kinerja mereka yang bobrok
ditambah kasus korupsi yang menjadi-jadi disebut-sebut sebagai penyebab
lainnya. Tapi itu tidak saya temui disini, ditanah dimana sebuah kerajaan
terkuat didunia pernah terlahir, Turki.
Rasa nasionalism masyarkat Turki
sangatlah tinggi. Itu dapat dilihat dari pemandangan yang ada disetiap sudut
kota. Bendera Negara yang selalu berkibar disetiap sudut kota dan tak pernah
diturunkan adalah bukti otentiknya. Belum lagi rasa cinta mereka terhapad si pendiri
negari, Ataturk. Jangan pernah menjelekkan dia disini atau anda akan merasakan
akibatnya.
Namun bagaimanakah harusnya cara yang
baik untu mengekspresikan cinta terhadap Negara (Nasionalism)? Setiap orang tentu
memiliki pendapatnya masing-masing tentang cara mengekspresikan cinta. Namun satu
hal yang perlu diingat jangan pernah “rasa cinta” menutup isi kepala anda.
Salah seorang teman sekamar saya
mengatakan “ia tak suka bahasa asing.” Dengan shock saya bertanya kenapa
demikian. “Aku sangat cinta negeriku,” jawabnya singkat.
Apakah tindakan ini adalah cara yang terbaik
sebagai tanda cinta Negara? Sejarah membuktikan bahwa Hitler dan pengikutnya,
yang menganggap orang selain mereka adalah buruk, telah menghancurkan banyak umat
manusia. Dan kini, Yahudi yang meliki pemikiran yang sama, dan sedang melakukan
hal yang sama di Palestina.
Pembicaraan kami berlanjut seiring
film yang saya hidupkan di laptop dimulai. Kebetulan film yang kami tonton adalah
film yang berbahasa Inggris. Ia lalu protes,
“saya ngga ngerti bahasa Inggris.”
“Lalu kamu nontonnya bagaimana,”
kataku.
“Ada subtitle kan” katanya.
Aku jadi senyum sendiri seolah
mengutuk perkataannya tentang tak ingin tahu bahasa asing.
“kamu jadi taukah sulitnya tidak mengerti
bahasa asing,” kataku dalam hati.
Tapi, menurutnya ini bukanlah hal yang
perlu diperdebatkan. Disini setiap film asing akan tersedia di bioskop dalam
bahasa Turki hasil dubbing-an. Inilah
alasan mengapa, menurut mereka, belajar bahasa asing bukanlah termasuk hal yang
diperlukan.
Dilain kesempatan ia mengatakan
keinginannya untuk jalan-jalan keluar negeri.
“Bagaimana mau keluar negeri kalau
kamu tidak bisa bahasa asing,” kataku bingung.
“Kan banyak orang yang bisa, nanti aku
bayar saja dia sebagai guide.”
“Apa ? aku masih tak habis pikir dengan
pikirannya itu.”
Di Indonesia, sangat mudah sekali
menemukan anak muda yang suka bahasa asing. Bahkan sudah sampai tahap “kebarat-baratan.”
Mereka suka sekali mengadopsi dan
menyampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Banyak
yang melihat hal ini sebagai krisi nasionalism. Namun setelah saya lihat ini
bukanlah sepenuhnya sebuah krisis nasionalism. Ini adalah sebuah kebanggaan
yang menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah Negara yang terbelakang.
Para pelajar Indonesia yang berada di
luar negeri telah membuktikannya. Kalaulah mereka, didalam negeri, terlihat
kebarat-baratan tapi ke-nasionalism-annya dapat dilihat ketika berada diluar
negeri. Mereka sangat gemar mengenalkan budaya Indonesia. Salah satu media
untuk mengenalkan budaya Indonesia adalah “bahasa,” ketika bahasa, sudah tak
lagi menjadi masalah, disanalah mereka bisa dengan mudah mengenalkan Indonesia.
Intinya fenomena menyampur bahasa asing
dengan bahasa Indonesia hanyalah sebuah proses “mempraktikkan” bahasa yang
mereka pelajari. Bukan phase krisis nasionalism.
Sebagai anak Indonesia saya dengan
tegas mengatakkan bahwa anak Indonesia sangat cinta Indonesia masalah bahasa bukanlah
hal yang perlu dipertengkarkan. Satuhal lagi yang saya ingin tegaskan bahwa jangan
sampai rasa nasionalism membuat anak Indonesia menjadi narrow-minded dan jauihilah rasa fanatik yang berlebihan. Kita semua adalah sama. Jangan pernah menganggap suatu bangsa hina dan kau suci. Lebih baik buktikan pada dunia bahwa pemuda Indonesia adalah pemuda yang
bisa bersaing (berkomukasi) dikancah global.
0 comments:
Post a Comment