taken fron izquotes.com |
Sejarah
Slogan “Art For Art’s Sake” adalah
slogan yang merujuk kepada slogan yang buming di Prancis, ''l'art pour l'art,''
di abad ke 19. Maknanya
adalah kesenian harus dilepaskan dari maksud-maksud tertentu yang terkandung
didalam seni, seperti keinginan untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan
lain-lain. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kemurnian seni itu sendiri.
Para seniman di abad itu menganggap seni akan tercemar apabila ada hal-hal lain
yang mendompleng nama seni itu sendiri. “Kalau ingin menyampaikan pesan moral
cukup disampaikan secara langsung tak perlu membawa-bawa nama seni,” mungkin
begitulah singkatnya maksut yang mereka ingin sampaikan.
Hubungannya dengan Dunia Tulis-menulis
Sekarang menjadi suatu pertanyaan, apa
sih sebenarnya tujuan kita menulis? Apakah kita menulis murni atas dasar
kecintaan terhadap “seni” menulis itu sendiri? Ataukah kita punya motif
tertentu yang tersemat dalam tulisan kita?
Sebagai pemula, mungkin, kita sering menemui
banyak pertanyaan setiap kali akan memulai untuk bermain kata (read: menulis.)
Dan ini adalah salah satu pertanyaan yang menghampiri benak saya dan saya belum
mampu untuk member jawabannya. Menurut teman semua harus bagaimanakah “seni
menulis itu?” Haruskah kita menjaga kemurniannya ataukah kita harus mematahkan
pendapat tentang “Art For Art’s Sake” dan mengatakan “seni adalah hal yang
paling akrab dengan manusia oleh karena itu sah-sah saja seandainya kita menggunakan
“kesenian” sebagai sarana untuk menyampaikan pesan moral.”
Timbul lagi sebuah pertanyaan, lalu apa
kabar dengan mereka-mereka yang menggunakan “seni” sebagai alat mendapatkan
massa? Ketika pemilu, misalkan. Atau sebagai tempat untuk menjastifikasi diri
mereka ketika mereka adalah orang dianggap bersalah? Atau yang sedang booming
di tanah air, Fadli Zon dan Denny JA menggunakan puisi sebagai alat untuk
menunjukkan (membuka) mata masyarakat awan. Terlepas dari benar atau tidaknya
isi dari puisi itu, fokus kita disini adalah tanda kuti “seni telah digunakan
untuk hal yang diluar “seni” itu sendiri.”
Lalu, haruskah kita membuat conclusion
bahwa seni itu sulit dipisahkan dari “motif-motif” lain diluar seni yang sudah terlanjur
terkandung didalamnya (It’s its nature to be blended with something else.)
Saya menunggu tanggapan teman-teman
lainnya…
0 comments:
Post a Comment