Semua orang punya
pendapat masing-masing tentang bagaimana hidup harus berlangsung. Ada yang
mengatakan 'ketika sedang dalam satu kegiatan, fokus hanya pada kegiatan itu';
ada juga yang mengatakan 'tidak ada yang bisa dijalani secara monoton, kita
perlu beristirahat. Study hard, play harder.'
Saya, walau
bagaimanapun, menganggap bahwa statement pertama lebih compatible untuk processor
raga saya. Untuk keberhasilan satu kegiatan saya perlu, wajib, fokus pada
kegiatan itu tanpa harus berbagi lelah, tenaga maupun pemikiran, dengan
kegiatan lain. Jika perlu saya menutup semua undangan dan hasutan batin untuk
menghadiri hal-hal diluar kegiaan inti saya. Misalkan, ketika musim sekolah
tiba, yang saya yakin bahwa yang saya butuhkan adalah kefokusan pada kegitan
itu. Untuk berada dalam kondisi pikiran yang fokus, saya butuh waktu yang
berjalan santai. Kalaupun cepat, kecepatan itu harus disebabkan oleh
kegiatan-kegiatan yang mendukung berlangsungnya proses belajar-mengajar.
Bagitu juga
dengan musim liburan. Ketika libur saya butuh beberapa waktu untuk keluar dari
kegiatan awal. Pada dasarnya ini juga masih behubungan dengan kefokusan, fokus
untuk bermain. Tetapi pada waktunya. Ketika saya mengatakan fokus belajar bukan
berarti 100 persen waktu habis untuk belajar, ada masa-masa dimana saya
beristirahat dan bermain dengan cara saya sendiri. Kalau didalam budaya makanan
ada namanya makan besar dan kecil, maka jenis istirahat yang saya pilih (pada
saat musim sekolah) adalah makan kecil. Makan yang tidak membutuhkan banyak
tenaga dan waktu, seperti menonton film di laptop. Tentu ini kembali lagi
kepada masing-masing jiwa, jenis kegiatan apa yang menjadi hobinya. Disarankan
melakukan suatu jenis kegiatan yang bisa membawanya kedunia lain; dunia yang
tidak bisa dijelaskan. Dunia yang bisa melupakan si individu dari beban yang
dihasilkan oleh kegiatan inti.
Setelah berkutik
dengan kegiatan sekolah selama enam bulan, saya memutuskan untuk refreshing ke Izmir untuk waktu yang tidak
ditentukan (pada saat itu.) yang pada akhirnya itu berlangsung selama seminggu
lebih. Hal yang memutuskan saya untuk kembali ke sangkar adalah kenyataan bahwa
hidup diluaran sana butuh modal. Karena saya juga adalah tipe manusia yang suka
terhasut oleh keinginan, yang berarti modal yang saya butuhkan akan sangat
besar. Lebih-lebih keinginan saya banyak. Apalagi, dengan fakta bahwa ketika
saya menginginkan satu hal, saya harus mendapatkannya. Dengan segera, kalau
tidak saya akan tidak tenang. I feel like the
world is falling apart if I have not gotten what I want.. (ini adalah
kebiasaan saya dari kecil, yang tidak bisa hilang) Saya pernah mengeluh bahwa
ini adalah sebuah penyakit. Terkadang saya juga kesal dengan perasaan itu.
Karena ia hadir walaupun tak diinginkan.
Selama enam bulan
itu saya hampir 100 persen tidak berkomunikasi dengan teman Indonesia, hanya
sesekali ketika berada di ruang komputer atau di perpustakaan (tempat dimana
saya bisa mengakses internet.) Ditambah lagi HP saya yang sudah rusak yang
membuat saya enggan mengisi pulsa yang padahal adalah syarat awal berkomunikasi
dewasa ini. Enam bulan mengasingkan diri tanpa kesengajaan; 1. karena hp rusak.
2. internet asrama belum dipasang (barus pindah ke asrama baru). Tidak bertemu
dengan teman Indonesia berarti tidak akan merasakan makanan Indonesia. Ya,
itulah yang saya rasakan selama enam bulan penuh. Bukan hanya itu, intensitas
saya menghubungi orang tua juga berkurang. Bahkan saya hampir tidak pernah
menelpon, hanya ditelpon. Ditelpon berarti siap dengan kenyataan bahwa
pembicaraan akan selesai bukan pada saatnya; pembicaraan selesai sebelum
pembicaraan menjumpai titik terang.
Setelah selesai
ujian pada pertengahan januari kemarin, perasaan saya sudah tidak terbendung
lagi. Saya ingin keluar dari kemonotan, keisolasian, kerinduan akan masakan
Indonesia; salah satu caranya adalah lari ke Izmir. Izmir adalah refuge bagiku. Untuk melancarkan rencana ini,
saya berkominmen bahwa saya tidak akan membawa laptop; saya berkomitmen bahwa
alasan saya kesana karena saya ingin lebih bepartisipasi dalam dunia nyata,
yang tidak saya dapatkan ketika berada di asrama. Partner komunkasiku ketika
berada diasrama hanyalah karakter fiksi yang kukenal lewat film dan novel.
Bukan karena mereka membosankan, mereka sangat okay,
tapi untuk menegaskan bahwa saya adalah bagian dari dunia nyata, saya
butuh melibatkan diri didalamnya.
Kegiatan-kegiatan
yang saya lalui ketika berada di Izmir :
Hari 1 -
mengikuti proses pemilihan ketua PPI Turki periode 2015-2016
Hari 2 -
Jalan-jalan sendirian (karena teman-teman lagi sibuk dengan kegiatan masing)
mencari buku bekas untuk bahan semester depan namun gagal. Hari itu saya sangat
terinspirasi dan ingin menceritakannya dalam bentuk cerpen. Mungkin nanti.
Hari 3 - Mencetak
pdf 'the Purification of Heart'-nya sheikh Hamza Yusuf, yang ku dapat online.
Maaf kalau ini termasuk illegal. Tapi tidak ada pilihan lain. Baca dari laptop
menyakitkan mata.
Hari 4- Akhirnya
bisa jalan-jalan dengan teman-teman. Mulai dari bookstore, makan ikan, beli
celana dengan diskon habis-habisan, dan KFC. (Alasan ku ke Izmir terpenuhi
dalam satu hari :D)
Hari- Jalan ke
pasar tradisional (tempat penjualan souvenir), yang cukup membuka pikiran
tetang apa-apa saja yang akan dibawa pulang, kalau kebetulan tahun ini dapat
kesempatan untuk pulang. Selanjutnya ke Asansor, salah satu destinasi wisata di
Izmir.
Hari 5 - Setelah
menerima konfirmasi email dari satu instansi, kami (saya dan kak Devi),
langsung menindaklanjuti intruksi email itu walaupun pada akhir terhenti karena
satu dan lain hal. Padahal sudah berkorban untuk keluar ditengah hujan lebat.
Untunya kami berakhir di rumah buk Ayu. Selain masak-masak makanan Indonesia,
kami juga ingin melihat Acelya- anak buk Ayu yang imut. (Menyadarkan saya bahwa saya punya dua keponakan yang tidak pernah saya lihat sama sekali Adelia dan Nadzira, Inshaa Allah summer ini akan bertemu)
Hari 6 - Hanya
berdiam di apartement teman yang saya inapi. Tapi, pada malam harinya kami
sudah punya rencana akan masak makan Indonesia lagi. Kebetulan ada bumbu instan
yang dibawa dari Indonesia, kami masak ayam kuah.
Hari 7 - Main
ice-skating, yang juga sekaligus, seharusnya, hari dimana saya akan pulang ke
Manisa. Tapi karena terlalu sore dan capek, saya memutuskan untuk pulang
keesokan harinya.
Hari 8 - (sampai
zuhur) masak Bakwan, Nasi Kuning, Ikan dioven, dan sambel pedas. Saya
sempat nyeletuk bahwa ini adalah
vedalasmak yemegi (makan perpisahan), kepada salah satu teman Turki yang ada
disana, karena kenyataannya kami semua punya rencana masing-masing. Ada yang
keluar kota dll.
Dari semua
kegiatan, yang menjadi favorit saya adalah momen ketika kami berdiskusi dimalam
hari sebelum tidur, diskusi-diskusi yang saya tidak dapatkan ketika berada
ditengah-tengah teman sekampus. Topik dikusi kami sangat bervariasi, mulai dari
agama, politik dan remeh temeh kehidupan, bahkan menggosip. Entah mengapa, saya
merasa bahwa saya mendapat energi positif dari kegiatan ini. Bukan hanya,
karena saya pada akhirnya bersosialisasi dengan makhluk hidup tapi juga karena
ini adalah hal yang saya rasan menjadikan kita manusia. Kita berdiskusi,
bercerita, bertukar pikiran dengan begitu kita telah melakoni kodrat kita
sebagai manusia; makhluk sosial. Terimakasih teman-temanku yang baik, yang
berada di Izmir.
Manisa, Feb 02,
2015
I still have my
holidays for about two weeks.
0 comments:
Post a Comment