Karakter pribadi
saya, yang tidak pernah bisa menerima kata 'tidak' sebagai jawaban, memutuskan
untuk mencari cara agar perjalanan ke ibu kota Romania ini tidak berahir
sia-sia. Hal pertama yang saya lakukan setelah di tolak kedutaan Italia adalah
menenangkan diri. Saya memutuskan untuk mencari tempat yang bisa diberistirahat
sekaligus berfikir. Yang hadir ke kepala saya adalah café. Awalnya saya sempat
berifikir untuk pergi ke starbucks, namun setelah mengecek di googlemap yang
hanya mengidentifikasi gerai yang jauh saya pun mencari tempat terdekat.
Setelah berjalan 500 meter dari lokasi konsulat Italia, saya melihat ada sebuah
café dan tanpa pikir panjang langsung masuk dan mengorder cokelat panas, hal
yang nantinya sangat saya sesali - karena: pertama, karena harga si cokelat
panas adalah 17 lei dan yang kedua, ternyata ada starbucks juga diseberangan
jalan.
Saya memutuskan
untuk tidak memikirkan ketololan saya dalam mengoder cokelat panas yang super
mahal itu. Saya bertekad hanya akan fokus pada kemungkinan yang saya punya
dalam hal visa. Saya mengecek semua website negara-negara EU yang masuk dalam
list Schengen. Pertama, saya mengecek website Spanyol yang akhirnya memutuskan
bahwa ini bukanlah bagian dari opsi saya - karena si website dipenuhi dengan
bahasa Spanyol. Kalaupun ada bagian yang bisa mengganti bahasa si website saya
gagal menemukannya.
Polandia sudah
tidak mungkin dari awal, karena mereka mengharuskan adanya appointment.
Appointment yang paling terdekat adalah 05 Januari, saat saya cek tiga hari
sebelumnya masih 30 Desember. Dari awal target saya sebernarnya Polandia, namun
karena ketidakpastian kapan Residence Permit keluar akhirnya saya tidak membuat
appointment. Inilah yang sebenarnya membawa saya kepada Kedutaan Italia sejak
awal. Selain fakta bahwa Italia adalah salah satu destinasi utama saya.
Selanjutnya
dibenakku hadir sebuah pemikiran dangkal bahwa Kedutaan Belanda mungkin bisa
dicoba. Belanda dan Indonesia kan memiliki sejarah panjang. Mungkin mereka akan
lebih memiliki rasa kasihan yang tinggi sehingga diharapkan pada akhirnya bisa
berakhir pada pengabulan permohonan visaku.
Kebetulan saja
ketika saya mengecek website kedutaan Belanda, ada jadwal appointment untuk
tanggal 10 Desember yang kebetulan adalah keesokan harinya. Saya tanpa pikir
panjang langsung menyantumkan nama saya di jadwal appointment itu. Walaupun
setelahnya saya berharap agar appointmentnya bisa di undur ke jam lain.
(Appointment saya jam 9.00 pagi)
Keluar dari café
itu saya lagi berkutik dengan diri saya sendiri tentang langkah apakah yang
selanjutnya saya harus lakukan. Pergi ke hostel yang saya belum membuat
reservasi sama sekali atau mencari warnet, yang sangat mustahil di tahun 2015
ini. Saya tidak butuh wifi, yang saya butuhkan adalah komputer - hal yang
disediakan oleh pihak hostel. "Dapat digunakan secara percuma,"
katanya. Plus mereka juga membolehkan tamu untuk menggunakan printer secara
percuma juga.
Saya akhirnya
berjalan kaki sambil memantapkan keputusan. Saat berjalan saya mencoba untuk
melihat alamat KBRI di googlemap dan ternyata cukup dekat. Saya berjalan sampai
gerbang KBRI, tapi memutuskan untuk tidak masuk. Dengan alasan bahwa saya belum
mebuat janji. Dan juga ada hal lain yang perlu saya tuntaskan dulu.
Bejalan lima
meter ke arah kanan KBRI adalah jalan besar, yang setelah saya cek ada bus yang
menuju ke arah Hostel yang saya akan tumpangi. Saya memutuskan untuk menuju
kesana dan check in. Saat check in saya terhentak ketika mendengar bahwa harga
hostel permalam tanpa reservasi adalah 40 Lei. Saya berontak, "loh… di
website harga 54 lei kok per dua malam." Si mba yang baik hati langsung
berbisik "ya sudah booking lewat internet saja." Saya langsung senyum
dan dengan seketika saya merasa bahwa saya ada ditempat yang tepat.
Setelah
ditunjukkan dorm saya, saya langsung meminta izin untuk menggunkan komputer
untuk menyiapkan dokumen yang diminta oleh pihak kedutaan. Sebenarnya hampir
semua dokumen sudah saya lengkapi, karena kedua kedutaan meminta jenis-jenis
dokumen yang hampir mirip. Hanya saja, saya harus mengisi ulang formulir visa
yang berlabelkan kedutaan belanda.
Keesokan harinya
saya bangun cukup awal. Tapi saya memutuskan untuk tetap merebahkan diri di
atas kasur. Saya juga tidak melihat jam di tablet. Ternyata jam sudah
menujukkan jam 7.30. Saya lupa kalau ini winter, pagi winter itu tidak akan
secerah pagi di waktu Summer. Saya bergegas untuk cuci rambut dan sikat gigi.
Setelahnya langsu lari keluar kamar. Masih sempat untuk mencetak email yang
menyatakan bahwa saya punya appointment hari itu.
Saat keluar dari
Hostel saya bingung haru lari kemana. GPS saya kerjanya sangat tidak akurat.
Butuh kerja keras untuk bisa lari ke tujuan. Akhirnya saya memberanikan diri
untuk bertanya kepada pejalan kaki, "Do you know where is the closest
metro here?" Awalnya dia sempat ketakutan karena ketergesa-gesaan ku. Tapi
akhirnya dia menujukkan arah ke metro.
Lokasi kedutaan
besar Belanda ada di daerah Pipera. Metro M2 dari arah Tineretului ke Pipera
memakan waktu sebanyak 30 menit. Saya sangat takut akan terlambat. Ada banyak
cerita terntang keterlambatan yang cukup mengahantuiku.
Saya cukup sukses
untuk sampai ke Metro Pipera di jam 9.30. Namun lagi-lagi saya masih harus
menemukan gedung kedubes Belanda. Setelah memasuki tiga gedung akhirnya, ada
satu pusat informasi gedung yang memberikan alamat yang benar.
Di menit ke 58
saya masih masuk kelantai yang salah. Saya seharunya naik ke lantai 8 tapi saya
malah turun dilantai 6. Saya pencet ke 4 lift yang ada, akhirnya ada satu yang
muncul. Didalam lift, jam menunjukkan 8.59. Saya lari keluar saat lift
berhenti. Langsung menuju pintu yang bertuliskan kedutaan Belanda. Saya pencet
Bel dan langsung ditanya. "Yes, how can I help you?". "I have an
appointment for visa," jawabku. "What time?," tanyanya lagi.
"At nine." Akhirnya sipintu dibukakan juga.
Didalam saya
sudah sangat gerah. Saya membuka jaket sambil di interview. Saat semua dokumen
diperiksa saya kembali dihadapkan pada situasi yang membuat stress. "Where
is your hotel reservasion?"
Saya tunjukkan
reservasi hostel. Saya hanya membuat satu reservasi hostel, hanya di destinasi
pertama saya yaitu Roma. Namun si petugas langsung beringas, "You have to
make hotel reservations, or whatever your means of accommodation, for each city
you visit! Otherwise how can we know that you will go to those cities?
Especially the cities in the Netherlands." "Okay, I will give you
time until 12.00 today to send me the hotel reservations to this email."
Masalah reservasi
hotel kami kesampingkan. Selanjutnya kami lari kepermasalahan transportasi.
Saya hanya menyediakan buti reservasi pesawat pergi dari dan pulang ke Romania.
Karena setelah bertanya kebanyak orang, katanya Cuma itu yang diperlukan. Tapi
ternyata semua jenis transportasi yang kita gunakan harus dicantumkan dalam
Itinerary. Saya menyediakan Itinerary tapi tidak menyediakan keterangan tentang
jenis transportasi yang saya gunakan untuk menuju kota-kota di Schengen border.
Setelah membuat
alasan bahwa saya akan melakukan perjalanan saya dengan kereta api dan bus,
akhirnya sipetugas hanya menyuruh saya untuk menuliskan apa yang saya jelaskan
didalam kertas Itinerary saya.
Selanjutnya
permasalahan biaya visa, ternyata kedutaan Belanda di Romania tidak menerima
uang lokal. Mereka mengharuskan pembayaran dengan Euro. Saya meminta izin untuk
menukarkan uang ke bank terdekat dahulu. Diizinkan dengan syarat, jangan
terlalu lama karena di jam 9.30 ada appointment untuk pendaftar lainnya.
Saya kembali
dengan uang sebanyak 60 Euro. Setelahnya saya diberi tiga kertas kecil: yang
pertama, tracking code visa; yang kedua, akutasi pembayaran 60 Euro; yang
ketiga, surat yang menyatakan bahwa paspor saya ada di kedutaan Belanda.
Saya pulang
langsung menuju Hostel lagi. Disana saya memutar otak untuk membuat reservasi
hostel disetiap kota yang akan kunjungi: Paris, Maastritch, dan Amseterdam.
Untuk membuat ketiga reservasi hostel, saya harus berperang dengan waktu lagi.
Saya saya sampai ke hostel waktu menunjukkan jam 10.50. Artinya saya hanya
punya waktu satu jam.
Saat di Metro
saya sudah menyusun surat keterangan bahwa saya akan tinggal di apartmen teman
yang kebetulan sedang bersekolah di Maastritch. Beliau sedang sibuk, akhirnya
surat yang seharusnya beliau yang menyiapkan, berakhir ditangan saya. Saya
hanya menanyakan alamat. Bagaimana mungkin saya bisa menyiapkan surat dalam 1
jam. Menyiapkan surat adalah hal yang gampang. Tapi meminta tanda tangan orang
dari seberang sana yang sangat sulit. Apalagi beliau sedang ada dalam kelas.
Surat itu saya
kesampingkan. Saya kembali mengecek hostel termurah di kedua kota, Asmterdam
dan Paris, tanpa mengecek lebih detail qualitas si hostel. Hostel di kedua kota
ini cukup mahal-mahal. Kalau di Roma saya masih bisa menemukan hostel dengan
harga 12 Euro permalam, dikedua kota ini harga umum hostel adalalah 24 euro.
Tapi setelah mengotak atik akhirnya saya menemukan hostel melalui
hostelbookers.com dengan harga 17 Euro permalam. Dan 20.50 Euro untuk hostel di
Amsterdam.
Saya kesulitan
untuk men-convert kedua dokumen kedalam PDF. Memori tablet saya sedang penuh,
sehingga email tidak bisa langsung masuk. Di Tablet seharunya sidokumen bisa
dengan mudahnya di convert ke pdf saya memilih menu print.
Segala hal yang
penting atau tidak penting saya hapus. Dan sekarang si email masuk dan langsung
saya convert ke PDF, dan setelahnya saya email lagi ke diri sendiri.
Selanjutnya masalah si surat belum selesai. Tempat saya tidak bisa dihubungi.
Padahal saya meminta tanda tangan di dokumen lamanya, tapi sangat tidak mungkin
didapatkan karena beliau sedang dalam kelas.
Akhirnya saya
bisa me-manage ketiga dokumen, dengan segala cara yang saya punya. Jam
menunjukkan jam 12.05, saya telat lima menit. Tapi saya tidak lagi menghiraukan
itu. Saya sukses mengirim ketiga dokumen di jam 12.13. Dalam keadaan perut
lapar dan badan kedinginan aku pun menghebuskan nafas lega. Setidaknya saya
sudah berusaha dengan sekuat tenaga saya. Kalau saya belum bisa mengunjungi
Eropa kali ini, inshaaAllah ada waktu lain.
2 comments:
Serem, deg2an, tp seru ri. Gecmis olsun. Btw itu pasporny msh dtinggal d kedubes blnda smp keputusan visa nya keluar?
Ada typo dkit ri "tempat saya blm bs dhubungi".
Iya mba.. Paspornya di kedutaan Belanda. Saya diberi surat yang menyatakan bhw Paspor saya ada disana. Mungkin, biar kalau ditanya polisi bisa ditunjukkan suratnya, begitu.
Makasih mba sudah mengingatkan. Saya nggak crosscheck lagi setelah tulis hehehe
Post a Comment