NEGARA YANG TAK BERDAYA!



Indonesia sudah pasti diperlukan oleh negara asing. PASTI! Itu bukan sebuah pertanyaan lagi. Begitu juga sebaliknya, negara asing juga diperlukan oleh Indonesia. Namun kenapa disaat perjanjian internasional berlangsung, Indonesia selalu berda diposisi seolah-olah Indonesia (saja) yang memerlukan pihak asing tersebut?

Pemerintah Indonesia juga sangat pandai menjadi 'korban', dengan hanya berdiam saja. Dan memaklumi perlakuan si negara 'adi-daya' 'adi-kuasa' - entah kenapa Indonesia dengan sangat murah memberikan julukan itu kenegara luar, tapi sulit untuk menamai diri sendiri dengan julukan itu- yang seolah-olah meremehkan kita.

Kenapa Indonesia dengan santainya menandatangani perjanjian bebas visa kepada banyak warga negara asing, dan menerima begitu saja bahwa perjanjian ini berlaku sepihak? Misalkan warga negara Italia bisa masuk ke Indonesia tanpa visa, namun tidak sebaliknya.

Hari kamis kemarin saya mendatangi kantor konsulat Italia di Bukarest guna mendaftarkan visa turis schengen. Namun aplikasi saya ditolak begitu saja saat si petugas melihat kartu Residence Permit (izin tinggal) saya. Dengan menimbang tanggal berakhirnya RP saya yang aktif hingga pertengahan Februari 2016- sipetugas sudah memiliki tebakan akan keputusan yang akan keluar. Padahal hari berkunjung ke daerah schengen yang saya minta hanya 15 hari, mulai 21 Desember sampai 05 Januari, yang berarti saya masih memiliki hak tinggal di Romania. Saya meminta saran kepada si petugas, "what is your suggestion then?." Tapi jawabnya, "I've told you my suggestion."

Saya sudah menjelaskan kepada si petugas bahwa saya adalah mahasiswa erasmus+, sebuah program pertukaran pelajar yang di organisir oleh salah deputi pendidikan EU, namun ternyata status ini tidak memberi jaminana apa-apa. Kebanyakan peserta yang mengikuti program ini, pada umumnya, sangat diuntungkan dari sisi kemungkinan untung mengeksplorasi Eropa. Namun lain halnya jika si peserta mendapatkan kesempatan ber-erasmus di kawasan balkan yang mayoritas belum termasuk dalam lingkup schengen, seperti Romania ini. Romania termasuk dalam EU awal 2000-an, namun belum dimasukkan dalam list Schengen. Janji terakhir dimasukkannya Romania kedalam Schengen adalah 2014, namun negara-negara superior yang ada dalam Schengen mangkir lagi, dengan alasan Romania adalah gerbangnya imigran illegal. Jika Romania di masukkan dalam kawasan schengen mereka menakutkan terjadinya proses imigran ilegal masal.

Tentu alasan ini bisa diperdebatkan oleh banyak pihak. Salah satu warga Romania yang saya temui di Bucharest pada hari terakhir saya disana mengaku bahwa dia tidak terlalu senang dengan semua ide ini. Bahkan masuknya Romania dalam lingkup EU saja tidak berpengaruh banyak. Karena Romania, seperti negara-negara Eropa bekembang lainnya hanya menjadi pelengkap bagi 'negara-negara superior' Eropa. Si negara berkembang yang otomatis menjadi inferior, bahkan tidak memiliki kukuatan banyak dalam memberikam keputusan di meja hijau EU.

Kembali kepada ketidakberdayaan paspor Indonesia.
Didunia ini kemanakah pemilik paspor Indonesia bisa masuk dengan bebas? Kebanyakan hanya kenegara-negara third-world country. Itupun tidak semua bebas. Kebanyakan masih mewajibkan fee, hanya saja prosesnya tidak perlu melalui kedutaan. Fee bisa dibayar ketika sampai dinegara "visa on arrival" atau melalui online "electronic visa." Kedua jenis ini berlaku bagi pemilik paspor Indonesia yang mengunjungi Turki. Awalnya Turki menggunakan sistem visa on arrival, namun tiga tahun terakhir Turki sudah mengganti sistem menajadi electronic visa.

Kalau ditanya banggakah menjadi warga Indonesia? Pasti bangga. Namun itu tidak merubah kenyataan bahwa memiliki paspor Indonesia menyulitkanmu untuk menjelajahi dunia. Apalagi ketika menjadi warga Indonesia yang berstatus sosial menengah ke bawah, akan saat sulit kemana-mana. Tentu ini sebuah penggeneralisasian. Ada banyak orang yang me-manage visanya dikabulkan oleh banyak duta besar walaupun berstatus sosial mengengah kebawah. Umumnya melalui program-program konferenasi internasional, dan program pertukaran pelajar yang telah mengantongi surat undangan dari negara tersebut. Tapi untuk visa turis, siap-siap saja menyedialan banyak dokumen seperti:
1. Asuransi perjalanan,
2. Foto dengan ukuran sesuai pemintaan dubes,
3. Rekening koran yang memenuhi permintaan -untuk mengunjungi Eropa diperlukan bukti keuangan sehari 50€-,
4. Reservasi pesawat dan transportasi lain yang di gunakan selama perjalan
5. Reservasi tempat tinggal selama perjalanan, bukan cuma negara atau kota yang pertama kali sampai.
4. Fee sebanyak 60€
5. Residence Permit jika mendaftar di Luar Negeri
6. Dan lain lain (cek websute dubes masing-masing)

Tak heran jika akhirnya Anggun memutuskan untuk melepaskan kewarganegaraannya. Bagi seorang yang memiliki ambisi hidup yang tinggi keputusan besar seperti ini terkadang memang harus dibuat. Kalau tidak, resikonya adalah menerima kenyataan untuk hanya sampai ditempat tertentu.
Anggun yang ingin melebarkan sayapnya di kancah internasional mengahdapi kesulitan disaat dia akan melakukan konser kenegara lain. Jika hal ini berlangsung lama, kemungkin terbesar adalah pihak label yang telah memberikan kesempatan kepada Anggun bisa-bisa memutuskan kontrak. Hal yang tentunya Anggun sangat hindari. Jadi keputusan Anggun adalah keputusan bijak. Untuk memetik kata-kata Anggun setiap kali ditanya tentang perasaannya berganti kewarganegaraan, "warna pasporku bisa saja berubah, tapi darahku kan tetap Indonesia."

Iya! Begantinya kewarganegaraan tidak membuat seseorang kehilangan rasa cintanya terhadap Indonesia. Bukan berarti saya mempromosikan penanggalan kewarganegaraan. Intinya keputusan ada ditangan masing-masing. Ketika seorang individu, seperti Anggun, merubah kewarganegaraannya maka pihak lain diharapkan untuk tidak menilai sesuka hati. Ada alasan kenapa si individu itu melakukannya. Sebut saja mungkin karena memang Indonesia tidak memberikan opsi kewarganegaraan ganda, yang bisa saja didaptakan jika menikah dengan WNA.

Semoga kedepannya Menteri Luar Negeri (menlu) bisa sedikit mengusahakan peningkatan derajat paspor Indonesia. Sehingga warga Indonesia bisa leluasa melihat dunia. Sehingga tidak perlu lagi seorang warga Indonesia dihadapkan pada dilema mempertahankan kewarganegaraan tapi sulit mengepakkan sayap atau bahkan meninggalkan kewarganegaraan.


Adhari
Warga Negara Indonesia yang menyayangkan ketidakberdayaan paspor Indonesia dihadapan dunia.

0 comments: