Laptop Di Curi Selama Dua Jam

Sekarang saya baru mengerti mengapa 'DRAMA' menjadi salah satu tontonan terfavorit orang-orang. Hidup penuh dengan drama; ketika realitas kehidupan itu diproyeksikan kedalam bentukan layar, alam bawah sadar manusia langsung bereaksi. Perasaan familiar pun tak bisa terkendalikan. Dan perasaan familiar inilah yang akhirnya mengendalikan rasa ketertarikan manusia. Bahkan, pada jangka waktu yang panjang, perasaan familiar ini bisa mempengaruhi sisi psikologis manusia, sehingga berubah menjadi sebuah sebuah kecanduan; kecanduan menontonton drama.

Seminggu sebelum hari kepulangan saya ke Turki ada perasaan panik yang tidak bisa terkendalikan. Kebiasaan buruk saya ketika sedang panik, saya akan kesulitan untuk bisa tidur dengan pulas. Alih-alih tertidur, ketika memejamkan mata saya malah mendapati kepala saya memproyeksikan gambar-gambar beserta suara. Seolah-olah ada aplikasi khusus yang telah terinstal didalam kepala saya sehingga ketika ingin menonton film, saya tidak membutuhkan monitor lagi. Saya cukup memejamkan mata, dan gambar-gambar pun langsung berputar.

Kali ini gambar yang berputar adalah hal-hal yang saya pusingkan: tentang tempat tinggal, tentang pemilihan mata kuliah, dan tentang residence permit saya.

Saya akan lebih mudah tertidur jika permasalahan ini diputar dengan teratur. Permasalahannya adalah mereka beseliwuran dengan acak. Akibatnya kepala saya jadi pusing. Dan lebih parah lagi, pusing dan tidak bisa tertidur.

Tibalah waktunya saya dan teman sekamar saya berangkat menuju Bucharest, karena keesokan harinya pesawat kami terbang pada jam 12.30. Sungguh tidak memungkinkan jika kami berangkat menuju Bucharest dihari yang sama. Apalagi kami tidak tahu pasti jam berapa bus antar kota beroperasi.

Berangkat ke Bucharest sehari sebelum penerbangan memaksa kami harus mencari penginapan. Jenis penginapan yang paling ramah kantong mahasiswa hanyalah Hostel. Mengingat hostel yang pernah saya tumpangi berlokasi cukup jauh dari halte bus menuju bandara, kami memutuskan untuk menginap di hostel lain - Antique Hostel - yang berlokasi sangat dekat dengan Parliament Palace.

Setelah sebelumnya dua kali menginap di hostel saya menjadi lebih percaya diri dan memiliki kepercayaan kepada rasa kemanusiaan. Saya semakin yakin bahwa sebenarnya masih ada banyak manusia yang baik hati di muka bumi ini. Namun siapa sangka rasa percaya yang saya miliki malah ternodai dengan pengalaman buruk yang saya alami di hosetl ini. Pengalaman buruk saya tidak terkait dengan pengelola hostel, melainkan perlakuan buruk si oknum penginap. 

Kami check in ke hostel ini tepat pada jam 09.00. Mengingat waktu yang kami punya untuk melihat Bucharest untuk terakhir kalinya hanya hari itu saja, kami pun memutuskan hanya akan menaruh barang di penginapan. Selanjutnya kami akan menyusuri sudut kota Bucharest. Kalaupun perlu berbelanja, kami melakukan hal itu juga.

Setelah jalan-jalan di luar selama hampir dua jam lebih, kami pun memutuskan untuk kembali ke hostel. Rasa lelah yang kami derita telah mengalahkan keinginan kami untuk menyurusi kota Bucharest. Atau mungkin insting kami yang sedang bereaksi. Ada sebuah rasa relief karena kami memutuskan untuk pulang ke hostel. Kalau tidak mungkin laptop kami yang di curi oleh penginap lain tidak akan pernah kami temukan lagi.

Setelah menyadari kehilangan laptop (2) kami, kami memutuskan untuk melaporkan pada pengelola hostel. Saya cukup salut dengan kinerja pengelola hostel dalam menemukan si pencuri. Pertama beliau memutuskan untuk menelpon pemilik hostel. Selanjutnya beliau menelpon seluruh hostel yang ada di Bucharest dan meminta konfirmasi seandainya nama si penginap itu ada dalam list tamu mereka. Dan berhasil! Nama si pencuri ditemukan disebuah hostel dan langsung ditemui. Si pencuri dipaksa untuk mengaku, kalau tidak dia kan di laporkan ke polisi. Akhirnya laptop kami di kembalikan.

Namun ketika saya bertanya "What happens to the thief?", si pengantar laptop bilang tidak terjadi apa-apa. Ketika saya bilang bukankah harus di proses secara hukum. Si pengantar leptop berdalih bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk memproses dia secara hukum. Tapi insting saya berkata bahwa pengelola hostel tidak mau memperibet permasalahan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa berurusan dengan hukum itu bisa membuat segalanya lebih ribet.

Saya dan teman saya merasa seperti baru mengalami kejadian terburuk dalam hidup kami. Dan akhirnya sadar bahwa semuanya hanya sebuah mimpi. Dan kami pun enggan untuk mendiskusikan mimpi itu. Permasalahannya adalah ini bukan sebuah mimpi. Dan kami seharusnya mempertanyakan kenapa si pencuri tidak diadili? Mungkin kami sudah terlalu lelah untuk memperdebatkan hal itu. Biarkanlah malam hadir membawa diri kealam mimpi, agar segala luka terhibur dan melupakan perasaan pahit itu.

Sampai Jumpa di Drama… Drama… Drama…. (Turki)

0 comments: