Entah berapa lama proyek menulis review My Name is Red ini terbengkalai. Sampai-sampai saya sudah lupa detail ceritanya. Dari pada tulisan yang setengah jalan ini mojok gak jelas di dalam komputer, mending masukin ke blog aja. Mungkin suatu hari saya akan baca ulang buku ini lagi, dengan begitu saya akan bisa melanjutkan proyek ini.
Dalam me-review
sebuah buku alangkah baiknya kita juga menyertakan setiap detail keunikan yang
ada didalamnya. Dalam buku "My Name is Red" ini misalnya, ada banyak
sekali yang keunikan yang akan sangat disayangkan sekali jika di abaikan begitu saja.
- Gaya Bernarasi
Tidak
seperti buku pada umumnya, Orhan Pamuk memilih gaya narasi yang unik, bahkan
sangat unik. Bila novel pada umumnya lebih memilih satu narator untuk
menceritakan semua kejadian, tidak dengan Orhan Pamuk, dia dengan pintarnya
memberikan hak kepada semua karakter yang ada dalam novel ini untuk menjadi
narator. Jadi, hal yang harus di persiapkan oleh pembaca ketika memutuskan
untuk membaca buku ini adalah untuk siap dipusingkan secara mental dan
intelektual (dalam konotasi positif) dengan keunikan gaya narasi ini.
Jika
dalam proses menulis seorang penulis harus membuat pilihan tentang bagaimanakah
bentuk narasi yang akan di aplikasikan dalam ceitanya maka hal yang terjadi
dalam buku ini adalah: 1. Orhan Pamuk telah memilih jenis narasi 'orang pertama' ketimbang 'orang ketiga serba
tahu'. Meskipun untuk beberapa karakter seperti "Esther," terkadang
diceritakan dalam bentuk 'orang ketiga serba tahu,' hal itu karena mungkin
Orhan Pamuk ingin memberikan sedikit clue kepada pembaca bahwa karakter ini
bukanlah karakter yang bisa di percaya.
- Referensi ke Literatur masa lalu
Novel
ini bercerita tentang banyak hal, jelas sekali. Salah satu cerita yang mewarnai
novel ini adalah tentang dunia lukisan. Bukan kebetulan. Orhap Pamuk memilih
tema ini karena memang dia juga adalah seorang pelukis.
Dalam
sebuah wawancara iya pernah mengugkapkan bahwa "saat melukis saya merasa
seolah orang lain yang melakukannya," dalam artian kegiatan melukis
mengalir begitu saja. Sedangkan "menulis" bagi Orhan Pamuk adalah
benar-benar sebuah kegiatan yang memerlukan inteligensi.
Hal
ini sangat terasa ketika membaca buku ini. Dalam artian Orhan Pamuk benar-benar
mengerahkan segala usaha-nya untuk menjadikan novel ini menjadi novel jenius.
Kejeniusan buku ini bisa dirasakan dari cara Orhan Pamuk memilih gaya bernarasi
yang sangat anti-judgmental; yaitu dengan cara memberikan kesempatan kepada
seluruh karakter untuk memberikan pendapatnya masing-masing atas setiap
kejadian. Dengan begitu karakter bisa menjastifikasi setiap kesalahan yang
mereka lakukan. Akhirnya, mau tak mau pembaca juga ikut andil dalam mengadili
siapakah diantara karakter (narator) yang patut di percaya dan siapakah di
antara mereka yang memiliki tendensi untuk berkata bohong.
Perjalanan
cerita ini dari dari bab pertama hingga akhir membuat ku, sebagai pembaca,
merasa seolah sedang mendengarkan para aktor-aktor sebuah film bercerita
tentang film yang mereka perankan. Bab pertama, adalah jawaban aktor A atas
pertanyaan yang dilontarkan moderator. Dan begitu terus hingga buku selesai.
Layaknya sebuah wawancara, ada yang menyanggah pernyataan yang di ucapkan dan
ada juga yang sebaliknya, setuju dengan apa yang di lontarkan pembicara
lainnya.
Alur
cerita ini mengingatkanku akan salah satu karya sastra terbesar dalam sejarah
sastra Inggris, Canterbury Tales - yang di tulis oleh bapak puisi Inggris,
Geoffrey Chaucer. Dalam puisi itu, narrator-nya juga berputar dari satu
karakter ke karakter lainnya. Sayang sekali, Chaucer meninggal sebelum ia
sempat menyelesaikan puisi 'Canterbury Tale' ini. Menurut rencana setiap
karakter akan menceritakan 1 puisi ketika pergi dan 1 ketika kembali.
Salah
satu referensi masa lalu yang paling kental dalam 'My Name is Red' berasal dari
literatur klasik Persia. Dan yang paling sering di sebut didalam buku ini
adalah hikayah 'Husrev dan Shirin' dan 'Laila dan Majnun' karya Nizami -
pujangga Persia yang sangat masyhur. Kedua hikayah ini aslinya adalah sebuah
epic romantis, namun dalam novel 'My Name is Red', kedua hikayah ini dibahas
dalam bentuk gambar miniatur yang telah diilustrasikan oleh para miniaturis.
Salah
satu karakter yang tergila-gila dengan lukisan dan cerita 'Husrev dan Shirin'
adalah Black. Kopian ilustrasi ini yang dia buat di masa remajanya lah yang
membuat ia menjaga cintanya hanya untuk Shekure. Bahkan ketika Shekure telah
menikah sekalipun. Yang menyatukan kedua mereka, pada akhirnya, bukanlah cinta
namun transaksi yang di ikrarkan oleh Shekure.
- Cerita dengan beragam lapisan
Layaknya
sebuah karya besar, novel ini pun dihiasi dengan beragam cerita yang sangat
kompleks:
1.Cinta
Bertepuk Sebelah Tangan
Black
adalah karakter yang sangat melankolis. Melankoli menggrogoti jiwanya karena ia
itidak bisa bersatu dengan wanita yang ia cintai, Shekure - yang juga merupakan
salah satu saudara dekatnya. Sejak kecil mereka berdua sudah berteman. Adalah
status Black sebagai murid lukis ayah Shekure yang membuat mereka sedekat itu.
Namun
ketika suatu hari Black mengungkapkan cintanya dan berharap untuk meminang
Shekure, Ayah Shekure menolak mentah-mentah. Bukan tanpa alasan. Ayah Shekure
melakukan hal itu demi masa depan Black. Ayah Shekure, yang juga adalah
paman-nya, memiliki harapan besar agar Black bisa menjadi pegawai kerajaan.
Kalau Black dan Shekure menikah dalam usia yang sangat muda, kemungkinan besar
bayangan karir yang sangat cemerlang itu akan hangus begitu saja.
Tahun
demi tahun berlalu, kini Black kembali lagi ke Istanbul dari tugasnya dinegara
lain (Black akhirnya berhasil bekerja menjadi pegawai kerajaan.) Sekembalinya
ke Istanbul, dia di ajak oleh pamannya, Ayah Shekure, untuk menyelesaikan suatu
projek yang di tugaskan oleh Sultan. (Topik ini akan dijelaskan di poin kedua)
Kebetulan
Shekure juga tinggal bersama ayahnya, dikarenakan suaminya yang tak
pulang-pulang dari medan perang. (Dengan berlalunya tahun, salah satu hal yang
terjadi adalah pernikahan Shekure dengan seorang panglima perang). Shekure
pindah ke rumah ayahnya dikarenakan adik iparnya yang selalu menggodanya. Ia
sering memaksa Shekure untuk berzina, namun Shekure menolaknya.
Status
Shekure yang tidak jelas ini lah kemudian menjadi sebuah harapan kecil bagi
Black. Namun, ada hal yang menghalangi yaitu mashaf yang di anut oleh Shekure,
Hanafi, yang sangat melarang keras perceraian. Hal lain yang menghalangi mereka
untuk bersatu adalah ketidak jelasan perasaan yang di miliki Shekure. Dalam
satu sisi ia seolah mencintai Black, namun disisi lain ia juga menaruh hati
pada adik iparnya, Hasan.
Bagaimanakah
kelanjutannya?????? Sebaiknya jangan di kupas tuntas ya. Biar yang belum baca
saja yang cari tau.
2.Perbedaan
Pendapat tentang 'gaya melukis'.
Bahasan
lain yang menghiasi novel ini adalah perdebatan tentang lukisan. Ayah Shekure
yang saat itu sedang dalam tahap penyelesaian proyek lukisan yang di danai oleh
Sultan menghadapi sebuah permasalahan. Permasalahan itu muncul karena
keputusannya menggunakan gaya lukisan Barat, Venetian Style. Dalam melakukan proyek ini ditentang oleh
banyak kalangan. Pertentangan ini sebenarnya belum benar-benar terjadi. Masih
dalam bentuk desas desus,
0 comments:
Post a Comment