Kontemplasi Diri





Beberapa orang menganggap bahwa tulisan macam ini adalah curhatan. Bagi saya sendiri, ini hanyalah sebuah kontemplasi diri. Ketika kita berdiam di depan komputer dan menuliskan sesuatu yang ada didalam kepala kita – sambil mencoba memahami apa yang sedang terjadi – ini bisa membawa kita situasi yang lebih baik. Misalkan, sudah beberapa hari kita sedang merasa tidak produktif. Alih-alih meratapi ketidakproduktifan, kita malah menuliskannya dan mencoba menyerapi permasalah ini dengan lebih matang. Apa penyebab ketidak produktifan? Apakah karena hidup yang kurang terorganisir? Terlalu banyak distraksi? Atau hal-hal lainnya? Dalam kata lain, tidak pantas rasanya melebeli sebuah tulisan dengan sedemikian keji. 




Curhatan, sebuah kata baru yang lahir di awal tahun 2000, bermakna mengungkapkan isi hati atau pengalaman pribadi kepada seseorang secara langsung ataupun melalui media sosial. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa orang-orang disekitarnya mampu memberikan kata-kata bijak agar si pen-curhat bisa mengatasi permasalahannya. Terdengar sangat positif, bukan? Namun seiring berjalannya waktu kata “curhat” berubah menjadi negatif. Kata “curhat” sendiri seolah bertransformasi dari “confide in someone” menjadi “self-centered moment”. Jadi lah perspektif masyarkat maya tentang blog yang berisi pengalaman pribadi pun menjadi miring. Mereka tak lagi melihat blog sebagai sarana untuk berkaca, tapi sebagai tempat para manusia egois yang hanya ingin berbicara tentang dirinya sendiri. Padahal perspektif ini sangat salah. Blogger adalah para manusia dengan mata ala falcon. Mereka bisa melihat apa yang manusia lainnya tidak bisa lihat. Blogger sendiri sangatlah beragam, ada blogger yang bergerak dibidang traveling, yang berarti blog yang ia kelola pada umumnya berbicara tentang pengalamannya saat bertraveling. Ada juga book blogger, para blogger yang bergerak dibidang buku. Mereka umumnya mendedikasikan waktunya untuk berbicara tentang buku yang telah mereka baca. Agen perubahan, bukan? Ada juga blogger yang bergerak dibidang masakan. Mereka menggunakan blog-nya untuk membagikan resep-resep masakan baik tradisional maupun internasional. Ada blog yang membagikan informasi tentang kehidupan di luar negeri baik untuk bersekolah maupun untuk bekerja? Lalu kenapa kata-kata seperti “blog kamu isinya curhatan semua,” harus keluar? Mengeneralisasikan sebuah platform dengan kata keji sangatlah tidak sopan. Atau mari kita deconstruct kata curhat sendiri.

Kata “curhat” sendiri berasalah dari gabungan kata “curi” dan “hati.” Kalau kita coba artikan gabungan kata ini, berarti si penulis atau orang bercerita mencoba mencuri hati pembaca atau pendengar dengan tulisan atau ceritanya. Jadi mungkin dari pada memaknai kalimat “blog kamu isinya curhatan semua,” sebagai sebuah ejekan, kenapa tidak memaknainya sebagai sebuah compliment saja? Secara tidak langsung dia telah mengakui bahwa blog yang kamu kelola mampu mencuri hati pembaca.

Hubungannya dengan berkontemplasi diri?

Dalam postingan yang bertema kontemplasi diri, penulis umumnya bercerita tentang refleksi pribadinya tentang kehidupan. Bagi para manusia yang gemar melihat sisi negatif dari semua hal, mereka akan menyinyir dan mengatakan “curhat lagi, curhat lagi”. Saya pribadi hanya bisa mengatakan “just go fo it”. Hiraukan mereka yang gemar menghabiskan waktunya nyinyir. Selama kamu bisa memikirkan hidup, dan cara untuk mengontrol diri, semuanya akan jatuh pada lubang kebahagiaan. Kalau kamu bisa bahagia dengan berkontemplasi, kenapa harus pikirkan mereka yang dapat menghancurkan hari kamu?

Tulis apa pun yang kamu mau tulis. Toh kamu bukan menulis untuk orang lain. Pertama-tama kamu menulis untuk diri mu sendiri. For your own well-being. Mengingat menulis bagi kamu adalah sebuah terapi diri. Namun, kalau orang lain bisa terinspirasi, tertolong dengan info yang kamu bagikan, itu adalah sebuah nilai plus. Sebuah sisi lain dari hal yang kamu sukai. Bukannya berbagi kebahagiaan akan menambah tingkat kebahagiaan yang ada?




0 comments: