Disclaimer:
Sulit sekali rasanya untuk politically correct ketika mengangkat issue disabilitas. Oleh karenanya jika ada bahasa
saya yang tidak berkenan didalam postingan kali ini, sesungguhnya itu murni
karena keterbatasan bahasa yang saya miliki. Tidak ada niat sedikit pun untuk
menyakiti kelompok tertentu.
******
Bercerita
tentang hubungan antara dua insan yang berbeda, Onur seorang pria tunarungu dan
tunawicara dan Zeynep seorang wanita yang terlahir dengan kondisi fisik yang
lengkap*, Başka Dilde Aşk adalah sebuah
film garapan sutradara Turki İlksen
Başarır yang dirilis tahun 2009. Selain kisah cinta yang mungkin
ketika pertama kali mendengarnya kita akan langsung berkomentar “cliché!,” Başka Dilde Aşk juga mengangkat
isu-isu sosial yang sangat mendalam. Salah satunya adalah hubungan cinta beda
dunia ini. Masyarakat umum mungkin berekspektasi bahwa orang disabilitas akan
berakhir dengan orang disabilitas pula. Disinilah diskusi dimulai. Bagaimana jika
ada suatu kondisi dimana cinta tumbuh antara seorang pria disabilitas dengan
wanita yang menurut masyarat umum adalah normal.
For
the record, saya mencoba untuk tidak menggunakan kata normal di postingan.
Namun rasanya sangat sulit karena keterbatasan ilmu bahasa kita. Normal adalah
sebuah konsep yang sangat overrated dan kosep normal sendiri adalah sebuah
konstruksi sosial. Jadi apa yang dianggap masyarakat kita normal belum tentu
normal bagi kaum lain. Bayangkan saja begini. Bagi kaum disabilitas kita yang
tidak normal karena baginya yang normal adalah mereka. Dalam kata lain menganggap
kita tentang normal dan tidak normal adalah sepenuhnya berdasarkan pehaman kita
akan normalitas. Namun apakah itu normalitas?
Onur
dan Zeynep bertemu disebuah bar dipesta anniversary seorang teman. Pertemuan mereka
berjalan begitua kasual namun jika penonton jeli akan mudah sekali melihat
adanya api diantara mereka. Onur setelah mengucapkan salam kepada penyelenggara
acara langsung menyendiri disudut bar memesan sebotol bir. Zeynep terlihat
lebih sosial, langsung berbincang-bincang dengan orang-orang yang dibar. Disini
kita bisa melihat bahwa Onur dengan keterbatasannya akhirnya terbiasa untuk
menutup diri karena tuntutan sosial. Jika ia terlalu sosial maka dia akan lelah
sendiri karena harus menjelaskan kondisinya juga. Juga mungkin karena Onur
tidak ingin melihat ekspresi aneh atau iba dari orang-orang yang menganggap
diri mereka normal itu.
Lalu
Zeynep didekati oleh seorang laki-laki. Tidak tertari, Zeynep meninggalkan
lelaki itu dan berjalan ke arah Onur dan langsug memesan bir. Onur yang baru saja
meneguk birnya meletakkan botol bir diatas meja bar. Tanpa melihat Zeynep
langsung meneguk botol bir Onur. Inilah awal pertama kali keduanya saling
melirik.
Satu
orang laki-laki lagi muncul yang ternyata adalah bos Zeynep disebuah kantor
yang bergerak dibidang customer service, dengan nada sedikit memaksa
mengajak Zeynep pulang. Ternyata lelaki itu selama ini mengejar-ngejar Zeynep
namun Zeynep tidak tertarik. Gagal, lelaki itu pun pulang dengan wanita lain
teman serumah Zeynep. Setelah lelaki itu pergi Zeynep mencium Onur.
Malam
berlangsung. Ketika anggota parti sedang berjalan pulang, tali sepatu Zeynep
lepas. Zeynep memanggil Onur sekali, dua kali dan tiga kali, sampai akhirnya
Zeynep berteriak Onur tidak juga berbalik. Teman-temannya yang lain melihat ke
arah Zeynep dengan muka heran. “Namanya Onur kan?” kata Zeynep. “Ia,” kata mereka.
“Kenapa dia tidak berbalik?”. “Dia tuli dan bisu.” Bahagia Zeynep lari dan
loncat memeluk Onur. “Ah.. bu iste benim erkegim,” kata Zeynep dengan canda tawa.
Sebuah ungkapan yang awalnya mungkin bagi Zeynep hanya sebuah bercandaan.
Hubungan yang hanyalah main-main semata. Malam itu Zeynep dan Onur berakhir
dipartemen Onur. Zeynep meninggalkan rumah Onur sebelum hubungan intim mereka
selesai.
Beberapa
hari kemudian Zeynep kembali ke rumah Onur mengambil jaketnya yang ketinggalan.
Namun mungkin juga ingin meminta maaf atas keanehannya malam sebelumnya,
meninggalkan rumah Onur begitu saja. Keduanya berakhir makan siang bersama.
Melalui
kisah cinta Onur dan Zeynep kita bisa menyaksikan suka dan duka hubungan antara
dua orang yang sangat berbeda. Bagi mereka bedua mungkin tidak ada masalah sama
sekali. Sebuah hiperbola, mungkin. Namun ketika melihat film ini, kita bisa
melihat bahwa permasalahan bisanya muncul akibat orang yang ada disekitar
mereka. Teman-teman Zeynep, misalnya, yang menganggap bahwa keputusan Zeynep
untuk tinggal bersama dengan Onur adalah sebuah kegilaan. Karena bagi mereka
tidak ada wanita normal yang mau memilih lelaki yang kurang (eksik insan). Tidak
terima, Zeynep membalas dengan mengatakan bahwa sebenarnya yang kurang kalian,
karena menggap orang disabilitas kurang.
Begitu
juga dengan orangtua keduanya. Ibu Onur senang anaknya bisa menemukan wanita
dambaannya. Namun, beliau juga menunjukkan kecemasannya. Ibuya cemas Onur akan
berakhir dengan kekecewaan karena perbedaan mereka yang pada akhirnya akan
berujung pada permasalahn. “Bagaimana dengan orangtua sigadis itu? Apakasih mereka
tau tentang hubungan kalian?” kata ibunya. Onur berontak dan yakin mereka akan
baik-baik saja. Saat orangtua Zeynep mengetahui bahwa anak mereka berpacaran
dengan seorang laki-laki tunarungu dan tunawicara, mereka marah besar. Memaksa Zeynep
untuk pulang ke rumah mereka. Zeynep yang pada dasarnya adalah seorang yang
keras kepala, juga berontak dan meninggalkan orangtuanya begitu saja didepan
kantor polisi. Kebetulan Zeynep baru ditankap polisi karena berdemo.
Selain
kisah cinta yang sangat menyentuh ini, didalam film ini kita juga menyaksikan
sebuah isu sosial lain seperti kondisi lingkungan kerja yang tidak manusiawi.
Zeynep yang bekerja dibagian costumer service sebuah perusahaan mengalami
kondisi kerja penuh tekanan. Salah satunya karena banyaknya kostumer yang
menelpon dengan nada yang tidak mengenakkan bahkan tidak jarang berakhir dengan
pertengkaran. Tekanan ini membuat para pekerja sangat stress secara psikologi. Alih-alih
membantu, Aras, lelaki yang mengejar-ngejar Zeynep, malah memaksa pekerja untuk
tetap bekerja tanpa perduli tekanan yang ada. Akhirnya Zeynep dan teman-teman
kantornya berontak sampai akhirnya memutuskan untuk berdemo. Dalam demo ini
semuanya sudah berjalan lancar. Meskipu sempat ada polisi yang menghampiri,
setelah menjelaskan kondisi mereka akhirnya membolehkan mereka untuk tetap
berdemo. Salah paham mengira bahwa polisi menyuruh mereka berhenti berdemo,
Onur malah berontak yang menyebabkan mereka semua ditahan.
Dalam
isu yang sama, film ini juga mengeksplorasi dunia kerja bagi penyandang
disabilitas. Onur yang sebenarnya adalah seorang sarjana namun berakhir bekerja
di perpustakaan. Meskipum Onur ahli dibidangnya, karena kekurangnya akhirnya
tidak ada perusahaan yang menerima dirinya. Alhasil ia berakhir menjadi seorang
pustawan dan tukang. Bahkan ketika ada kesampatan datang pun Onur jadi ragu. Karena
dia tidak mau diremehkan orang lain seperti itu lagi.
Setelah
kejadian penangkapan itu, hubungan Onur dan Zeynep jadi menggantung. Zeynep
jadi mempetanyakan hubungannya. Apakah keduanya akan bisa hidup dengan
keterbatasan yang ada. Meskipun Zeynep telah belajar bahasa isyarat, tetap saja
mereka tidak akan sepenuhnya mengerti satu sama lain. Kejadian itu, misalnya,
karena kesalah pahaman mereka jadi ditangkap polisi.
Diakhir
film, Zeynep berada dirumah salah satu teman kantornya, membolehkan Zeynep
untuk tinggal bersamanya untuk sementara. Zeynep memutuskan untuk mengambil
sisa barang-barangnya dirumah Onur. Setelah memencet bel dan memastikan tidak
ada orang didalam rumah, Zeynep masuk dan mengumpulkan barang-barangnya. Ketika
Zeynep hendak keluar, ada suara dari pintu tanda seseorang baru masuk. Zeynep
bersembunyi dibalik tembok. Ketika masuk rumah, Onur melihat ada yang berbeda.
Leptop dan kamera Zeynep tidak ada ditas meja. Menyadari bahwa Zeynep
meninggalkannya Onur menagis sejadi-jadinya. Zeynep pun menangis kencang
dibalik tembok. Seandainya Onur bisa mendengar, Onur pasti menyadari bahwa dia
masih ada kesempatan. Zeynep keluar menuju pintu tanpa dilihat oleh Onur.
Zeynep sempat ragu dan hampir saja berlari menuju Onur, namun ia mantap untuk
keluar.
Sebuah
taksi berhenti didepan apartemen Onur. Bel pintu rumah Onur berbunyi. Didepan
pintu ada Zeynep menatap muka Onur sambil mengatakan, “Apakah jaket saya
tertinggal disini?”
Film
berakhir. . . .
*****
Confession time! Selama di Turki aku nggak pernah
nonton film Turki sama sekali (selain Ay Lav Yu didalam bis) karena kebiasaan
burukku yang terlalu cepat mengambil kesimpulan. Aku kira film Turki akan sama
seperti sinetronnya yang terlalu dramatis dan mirip telenovela. Akhirnya kemarin
karena bosen nggak tau mau ngapain dan juga karena kwalitas film Hollywood lagi
hancur-hancurnya, akhirnya mutusin untuk nonton film Turki. Tersentak, saya
malah amazed sama film Turki. Ternyata banyak juga film Turki yang bagus.
Tentu
ketika berbicara kwalitas akan ada perbedatan hebat. Karena setiap orang
memiliki preferensi berbeda-beda. Saya, misalnya, hanya mau nonton film
science-fiction dan pop-corn film di bisokop saja. Kalau di leptop yang lebih
memiliki film yang mengangkat isu sosial seperti yang satu ini.
Dari
membuka hati terhadap film Turki akhirnya aku menemukan film-film bagus seperti
Issiz Adam dan Başka Dilde Aşk ini. Sangat berharap menemukan film-film Turki
yang bagus lainnya!
0 comments:
Post a Comment