Empat hari sebelum keberangkatan saya ke Indonesia, saya
memutuskan untuk berkunjung ke kota Bursa. Biarlah ini menjadi momen
jalan-jalan saya terakhir di Turki sebelum pulang ke Indonesia secara permanen,
kata saya pada diri saya sendiri. Selain itu saya juga ingin menepati janji
saya kepada Farabi, teman seangkatan saya, untuk berkunjung ke tempatnya.
Pendapat
saya tentang Bursa.
Jujur, Bursa yang saya kunjungi tidak memenuhi ekspektasi
yang selama ini saya punya. Selama ini saya berekspektasi bahwa kota Bursa akan
lebih besar dan lebih metropolitan dari kota Izmir. Tapi ternyata setelah
mengunjungi Bursa, di mata saya kota Bursa masih kurang besar dibanding kota
Izmir. Dan alhasil, saya masih menganggap bahwa kota Izmir adalah kota terbaik
di Turki. No offense buat para Bursali.
Bursa:
Kota Religi dan Perdagangan
Sejarahnya, kota Bursa adalah salah satu kota yang
dilalui oleh jalur Sutra. Saat ini pun Bursa masih terkenal dengan produksi
kain sutranya. Paling banyak adalah produk-produk sal dan esraf (jilbab) yang
berbahan sutra. Fakta ini membuat turis asal Malaysia dan Indonesia gemar
berkunjung ke Bursa. Sampai-sampai, salah satu toko souvenir di puncak kota
Bursa, tepatnya didekat Yesil Camii (Mesjid Hijau), dinamai dengan kalimat
bahasa Indonesia: Rumah Sutra.
Selain itu, Bursa juga terkenal dengan hubungan karibnya
dengan kerjaan Ottoman. Konon, dimasa Ottoman, Bursa adalah salah satu kota
pertama yang ditaklukkan oleh kerajaan Ottoman. Karenanya, saat ini Bursa
adalah makam bagi raja-raja pertama Ottoman seperti raja Usman sendiri. Letak makam
raja Usman berada tepat dibelakang saat Kulesi kota Bursa.
Sisi positif dari hubungan dekat Bursa dan kerajaan
Ottoman dapat dilihat dari banyaknya masjid-mesjid megah dan pusat-pusat
perbelanjaan modern (dimasanya maupun saat ini) dipusat kota Bursa. Berbeda dengan
gaya arsitektur masjid-mesjid yang ada di kota Istanbul, masjid-mesjid di kota
Bursa masih dipengaruhi oleh gaya arsitektur kerajaan selcuk. Yang paling
mencolok dari gaya arsitektur Selcuk yang adalah banyaknya kubah-kubah kecil
nan banyak, seolah kubah-kubah kecil tersebut adalah permata dari bangunan
tersebut. Sebaliknya, gaya arsitektur yang dicetuskan oleh Mimar Sinan di masa
kerajaan Ottoman berikutnya lebih memperhatikan menara. Walaupun begitu,
kubahnya juga sangat khas. Ini dapat dilihat pada gaya arsitektural masjid Biru
Istanbul dan lain-lain.
Uniknya, letak masjid-mesjid di kota Bursa sangat
berdekatan dengan pasar. Hal ini mengingatkan saya pada surat Al-jumu’ah yang
mengatakan bahwa mencari nafkahlah kamu setelah shalat (terjemahan yang paling
simple).
Disalah satu iklan video tentang kota Bursa saya
menangkat kalimat ini. Bursa: Ticaret’le Ibadet. Ia, Bursa adalah salah satu
kota pusat perdagangan dari sejak berdirinya bursa. Tapi hingga saat ini, Bursa
juga berhasil untuk menjaga kekhasannya untuk menjadi kota Ibadah.
Didepan Ulu Cami kota Bursa, tepatnya dipapan informasi,
dikatakan bahwa dimasa lalu Ulu Cami pernah dianggap menjadi pusat suci ke tiga
didunia setelah Haji, Palestina, dan Ulu Cami. Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment