#3. Ramadhan di Turki,
Rasa [Tetap] Indonesia
Tak ada
perencanaan khusus yang terlintas di benakku tentang ramadhan, sedikitpun. Yang
menghantui pikiranku sejak tiga bulan sebelum ujian akhir adalah apa yang akan
ku kerjakan semasa liburan musim panas. Aku sudah tahu jawabannya sejak lama,
KERJA. Selain permasalan finansial yang membelit, kerja juga kubutuhkan untuk
menghilagkan kebosanan. Libur selama tiga bulan bukanlah waktu yang sedikit.
Pulang ke Indonesia pun tidak.
Mulailah otak ku
bekerja siang malam memikirkan bagaimana caranya mendapat pekerjaan.
Suatu hari,
selesai shalat jumat, aku mampir ke salah satu warung kebab. Sebutlah ini
tempat langgananku. Walaupun aku kesanan hanya ketika aku benar-benar punya
uang lebih. Tak ada waktu khusus, apalagi rutin. Kesana hanya ketika ada uang
lebih atau ketika sangat kelaparan.
Aku memilih naik
ke lantai dua warung itu. Lantai pertama sudah dipenuhi orang-orang. Ku akui
masakan warung ini memiliki cita rasa yang khas. Itulah mengapa setiap hari tak
pernah sepi dikunjungi pelanggan. Itulah mengapa ia memiliki banyak sekali garson atau pelayan.
Berbicara tentang
pelayan, di warung inilah aku ketemu dengan seseorang yang juga bekerja sebagai
pelayan restoran. Bedanya dia bisa berbicara bahasa Inggris. Itupun ku tahu
setelah berbincang dengannya. Awalnya aku tak tertarik, "pasti
pertanyaannya itu-itu saja." Ternyata dia beda. Apalagi ketika mengetahui
bahwa dia mampu berbahasa Inggris, bahkan lebih fasih dari teman sekelasku.
Rasanya tidak
mungkin kalau dia yang bisa berbahasa Inggris sefasih itu bekerja hanya sebagai
pelayan. Berawal dari keingintahuan aku pun bertanya. Katanya dia kerja di
tempat-tempat pariwisata. Itulah yang mengilhaminya kemahiran berbahasa
Inggris. Yang paling melekat di benakku adalah kata "Bodrum," salah
satu tempat wisata yang paling prestige di Turki. Tempat para bangasawan Eropa
melancong, dan dia bekerja disana.
Radar ingin
kerjaku langsung memancarkan signal. "Adakah kemungkinan untuk ku bekerja
disana," tanyaku. "Hubungi saja nanti kalau sudah libur,"
jawabnya. Namun ketika waktu libur tiba, setelah keinginan bekerjaku ku
utarakan, tak ada juga kepastian. Dia tak lebih dari para pemberi pekerjaan
lainnya ketika tak tertarik dengan si pelamar. "Nanti akan dihubungi"
yang berarti "anda ditolak!."
Aku tak putus asa
disana. Karena niat ingin bekerja sudah tertanam sejak lama dan aku juga
benar-benar sudah mantap ingin bekerja. Aku pun belari ke plan B, Izmir.
"Aku bisa cari pekerjaan disana," kataku penuh antusias.
Dua minggu di
Izmir tak juga ada bayangan akan dapat pekerjaan. Sehari sebelum puasa aku
melamar pekerjaan di salah satu warung China. Dari cara dia berbicara, aku
melihat ada potensi untuk diterima tapi ternyata dia sudah ahli disana. Ahli
dalam menolak pelamar dengan cara halus. Padahal ia juga memuji niat ku untuk
bekerja, "mahasiswa yang ingin bekerja itu adalah hal yang bagus."
Aku juga sempat
mengisi formulir di KFC. Untuk yang satu ini aku sudah siap untuk ditolak. Dari
caranya memberi formulir saja sudah tak meyakinkan. Atau dia yang sudah tidak
yakin dari awal dengan pertemuan ini sehingga ia merasa tak perlum
bermanis-manis.
Sekarang aku
terjabak di suasana yang memilukan. Awalnya Izmir hanya tempat transit atau
kalaupun akan tinggal di Izmir setidaknya bukan hanya duduk dirumah. Apalagi
aku nginap di apatemen orang. Ini adalah keadaan yang memalukan. Aku juga tak
sempat izin secara personal untuk tinggal lama. Terimakasih mas Maulana atas
tumpangan rumahnya. Maaf telah merepotkan. :) Sampai
saat ini juga masih numpang. :lx
Bulan puasa tiba
dan keajaiban pun hadir. Kami banyak diundang buka puasa kerumah keluarga Turki
dan kami pun, mahasiswa dan keluarga Indo-Turki, tak ketinggalan untuk membuat
acara buka puasa bersama.
Buka Puasa di Rumah Kelurga Bapak dan Ibu Ayu Eka Kiliç |
Minggu awal
ramadhan kami mengadakan buka puasa dirumah bu Ayu, salah satu gelin (sebutan untuk para pendatang yang
menikah dengan warga Turki.) Di acara buka puasa ini dia juga ingin mengadakan
doa untuk acara kelahiran anak pertamanya dan alhamdulillah beberapa hari lalu
sudah lahir.
Diminggu kedua
juga kami masih mengadakan buka bersama dirumah salah satu ibu yang baru kami
kenal dihari yang sama. Menurut cerita yang dia sampaikan, dia baru tujuh bulan
berada di Turki.Dan yang terkahir kemarin kami baru mengadakan buka bersama
dirumah teteh Iis.
Kami ucapkan
terimakasih untuk ketiga orang baik ini. Terimakasih makanannya. Terimakasih
telah menciptakan suasana seperti ini.
Acara buka puasa
seperti ini adalah obat mujarab bagi kami mahasiswa Indonesia. Beberapa dari
kami ada yang sudah meninggalkan kampung halaman selama dua tahun, termasuk
saya, tanpa pernah pulang sekalipun.
Yang dicari dari
acara ini selain makanan Indonesia yang sudah lama tak bersentuhan adalah rasa
kekeluargaan. Tak berada disekeliling keluarga telah menghilangkan rasa asli
dari ramadhan itu sendiri. Setidaknya dengan adanya acara seperti ini, kami
telah mencoba untuk menghadirkan kembali rasa yang pernah ada ketika berada
ditanah air. Ramadhan yang pernuh dengan berkah kekeluargaan.
Semoga ini tetap
berlangsung hingga lebaran tiba. Jangan ada air mata dihari bahagia.
*****
Ramadhan yang tak
pernah ada dalam agenda perencanaanku ternyata adalah yang telah menghadirkan
kebahagiaan untukku. Allah mungkin ingin mengingatkanku bahwa akhirat sama
pentingnya dengan dunia. Keinginan mencari duit tidak serta merta dapat
melupakan kita untuk akhirat. Bahkan Allah menghiburku melalui keluarga baruku,
keluarga Besar Mahasiswa Indonesia Izmir (PPI Izmir.) Beberapa minggu terakhir
adalah hari krisis bagiku, kangen keluarga. Ini adalah tahun ketigaku tak
berpuasa bersama keluarga.
Untuk saat ini
aku ingin hidup untuk masa kini dulu. Menikmati bulan ramadhan yang akan segera
berakhir. Menikmati berkah berkumpul dengan teman-teman Indonesia, yang kalau
sekolah sudah mulai, akan sangat sulit untuk berkumpul. Semua sibuk dengan
urusannya masing-masing. Apalagi aku sendiri terasing di Manisa.
Terimakasih ya
Allah atas segalanya. Tapi aku masih memohon untuk diberikan jalan untuk dapat
pekerjaan. Libur musim panas masih sebulan setengah lagi. Amin...
2 comments:
Selama bulan puasa di turki, kebanyakan tempat makannya pada buka kah ?
Puasa gak merubah apa-apa disini mas Adhi, terutama rumah makan dan cafe-cafe. Tapi balik lagi sistem di Turki kan sekuler, jadi gak ada keharusan untuk menutup rumah makan dan cafe-cafe.
Post a Comment